You 47: Savior

"Kalau ada apa-apa kau bisa memanggilku kapanpun, teman."

"Akan kupastikan aku akan datang."

"Kapanpun. Dimanapun. Untuk membantu apapun."

***

Jisoo mencari sosoknya yang sudah beberapa hari ini tidak terlihat. Dimana dia sebenarnya?
Chat darinya bahkan tidak dibacanya sama sekali. Jisoo memutuskan untuk pergi ke kelasnya.

"Lisa!"

Panggilnya, saat Jisoo melihat Lisa sedang berjalan sendirian di tepi koridor dekat kelasnya.

"Hai, Jisoo. Darimana?"

Lisa tersenyum hangat. Ia berjalan mendekat kearah Jisoo.

"Dari kelas. Apa kau melihat Chaeyoung?"

"Chaeyoung ya? Tadi di kelas sebelum istirahat. Tapi sekarang tidak tahu kemana."

"Kau tidak menemaninya, Lisa?"

"Tidak, tadi dia mau sendirian. Lagian aku juga setiap hari menemaminya, kan?"

Lisa bingung sendiri.

"Lah iya benar juga."

Jisoo baru sadar kalau Lisa selalu menemani Chaeyoung atau paling tidak berada di dekatnya.

"Kalau begitu, aku cari Chaeyoung dulu ya."

"Tunggu."

Jisoo hendak pergi, tapi Lisa menarik tangannya dan membuat Jisoo menoleh.

"Sendirian? Tidak mau kutemani?"

"Tidak usah, aku buru-buru, Lisa. Ada yang ingin kutanyakan padanya."

"Oh, baiklah."

Lisa melepas pegangannya di tangan Jisoo.

"Jisoo!"

Teriak Lisa lagi.

"Iya?" Jisoo menoleh.

"Hati-hati."

"Iya. Terima kasih."

Jisoo tersenyum, kemudian mempercepat langkahnya, berusaha menemukan Chaeyoung.

***

"Mungkin selanjutnya ia juga akan melukai Jisoo?"

"Entahlah, kita tidak tahu. Kau tahu kan kemarin saja dia sudah mengganti peringkat Chaeyoung dan menggesernya cukup jauh?"

"Gadis licik itu dan rencana yang dibuatnya. Sempurna."

"Dia memanfaatkan kelemahan orang dan memakainya untuk menyerang."

"Gila."

Dua gadis itu terdiam saat Lisa muncul di belakangnya. Lisa berjalan mendekat, mencuci tangannya di wastafel.

"Kok berhenti sih? Silahkan lanjutkan gosipnya. Aku akan segera pergi kok."

Ujar Lisa setelah mengeringkan tangannya.

Ia bergegas keluar toilet penuh gosip itu.

"Lagi-lagi siswi lain yang berbeda sedang bergosip tidak penting. Tapi apa benar yang mereka katakan?"

Pikiran Lisa terganggu begitu mendengar potongan gosip mereka.

"Aku harus mencari Chaeyoung!"

Lisa bergegas kembali menuju kelasnya.

"Chaeyoung!"

Tidak ada.

"Jisoo!"

Lisa memutar badannya, berlari keluar kelas. Ia ingin mencari Jisoo.

"Mudah-mudahan dia masih di kelas."

Lisa lega begitu melihat sosok Jisoo di koridor.

"Lisa!"

Lisa tidak dapat menahan senyumnya tatkala Jisoo memanggil namamya.

"Syukurlah dia aman."

Pikirnya.

"Hai, Jisoo. Darimana?"

Lisa berjalan mendekat kearah Jisoo.

"Dari kelas. Apa kau melihat Chaeyoung?"

"Chaeyoung ya? Tadi di kelas sebelum istirahat. Tapi sekarang tidak tahu kemana."

Lisa berusaha mengendalikan perasaannya ketika Jisoo juga mencari orang yang disukainya itu.

"Kau tidak menemaninya, Lisa?"

"Bagaimana dengan kau? Kau juga tidak menemaninya, Jisoo."

Isi hati Lisa yang tidak dapat disebutkan dihadapan Jisoo.

"Tidak, tadi dia mau sendirian. Lagian aku juga setiap hari menemaminya, kan?"

Lisa cukup lega karena ia masih bisa sering berada di dekat Chaeyoung.

"Lah iya benar juga."

"Kalau begitu, aku cari Chaeyoung dulu ya."

Sekarang Lisa kembali mencemaskan Jisoo.

"Tunggu."

Jisoo hendak pergi, tapi Lisa menarik tangannya dan membuat Jisoo menoleh.

"Sendirian? Tidak mau kutemani?"

Tawarnya.

"Tidak usah, aku buru-buru, Lisa. Ada yang ingin kutanyakan padanya."

"Oh, baiklah."

Lisa melepas pegangannya di tangan Jisoo. Tapi ia teringat perkataan siswi-siswi tadi.

"Jisoo!"

Teriak Lisa lagi.

"Iya?" Jisoo menoleh.

"Hati-hati."

"Iya. Terima kasih."

Jisoo pergi.

"Aduh! Kenapa aku tidak bisa bilang sih! Tapi kan belum tentu benar, tapi kalau benar bagaimana? Sekarang harus bagaimana? Aish."

Lisa mengusap wajahnya, bingung harus apa. Tiba-tiba ia mendapat ide. Lisa bergegas pergi darisana.

***

"Aku tidak ada urusannya denganmu. Minggir."

Krystal tersenyum miring mendengar jawaban gadis dihadapannya ini.

"Kau akan menyesal jika tidak menuruti perkataanku."

Balas Krystal.

"Kau juga akan menyesal jika kau berani mengusik Jisoo."

Jennie menatap Krystal dengan tajam. Ia sama sekali tidak takut dengan ancamannya walau sekarang Krystal mengerumuninya dengan orang-orang suruhannya, beberapa siswa nakal yang pernah dipukuli Jennie. Akhirnya sekarang mereka bisa balas dendam.

"Coba saja kau tolong dia kalau bisa."

Krystal tersenyum licik.

Jennie mengepalkan tangannya, siap-siap menghadapi kepungan dari beberapa siswa di depannya.

"Maju."

Satu kata dari Krystal menggerakkan empat siswa itu.

Jennie menahan serangan di depannya, tapi gelang di tangannya yang baru ia lihat membuatnya mendadak berhenti bergerak.

"Hah?! Sial."

Jennie teringat janjinya sendiri.

Ia mengelak pukulan di depannya, tapi kepungan dari tiga orang lagi tidak bisa ia hindarkan.

"Kenapa Jennie? Kenapa kau berhenti? Kau jadi lemah sekarang?"

Krystal tidak menyangka keisengannya akan berhasil. Rencananya ia hanya akan mengeroyok Jennie sebentar walau ia tahu Jennie akan menang, terakhir ia tinggal melarikan diri seperti biasa. Tapi kali ini ia tidak menyangka akan melihat Jennie jadi lemah dihadapannya. Krystal tertawa senang.

"Kau sengaja mengalah? Jangan begini. Kau membuatku sakit perut."

Krystal menertawai Jennie yang hanya bisa menangkis dan mengelak pukulan dari empat siswa di depan dan belakangnya.

"Sial."

Jennie berusaha mencari celah untuk lari.

"Aku beritahu satu rahasia ya. Aku akan menyiksa Jisoo lagi sekarang. Hahahahaha!"

Fokus Jennie pecah. Ia tidak dapat berkonsentrasi sekarang. Pukulan dan tendangan dari empat orang itu mulai mengenai tubuhnya. Jennie merasakan sakit dimana-mana.

"Ukh, sial."

Krystal berjalan pergi.

***

Jisoo terpojok sekarang. Tiga gadis di tangga itu mengancamnya. Salah satu dari mereka mengeluarkan pisau dan menempelkannya di samping telinga Jisoo.

"Ikut kami sekarang."

Perintah orang yang memegang pisau.

Jisoo menggeleng.

"Kau mau mati, hah?"

Jisoo mendorong siswi di sampingnya dan berlari kabur darisana.

"Tunggu!"

Ketiga siswi itu mengejar.

Diujung lorong, Krystal berjalan mendekat. Membuat Jisoo yang sedang berlari harus berbelok arah dan menaiki tangga. Ia terus menjauh dan berlari keatas. Membuat Krystal semakin ingin menyiksanya. Mereka mengejar Jisoo sampai ke lantai atas.

Berhenti di kelas atau di koridor tidak akan menolong Jisoo. Ia harus sembunyi. Jisoo sudah lelah, ia berniat mengunci dirinya di rooftop sekolah.

Keempat orang itu masih mengejarnya. Tidak memberinya kesempatan untuk menarik nafas sedikit saja. Jisoo menarik pintu rooftop, membukanya, dan tepat saat ia ingin mengunci pintunya, keempat orang itu mendobrak dari dalam.

BRUK!

Keempat orang itu masuk, memojokkan Jisoo yang sekarang terjatuh di lantai.

Jisoo merangkak ke belakang, ia menyeret dirinya mundur. Kakinya sakit sekali sekarang.

Sampai ia membentur sesuatu.

Kaki.

"Bangun."

Chaeyoung yang sedari tadi berdiam sendirian di rooftop mendekat, ia melihat Jisoo jatuh tadi. Suara keras dobrakan pintu membangunkan tidurnya. Chaeyoung mengulurkan tangannya pada Jisoo. Tatapan marah ia lemparkan pada empat orang di depannya.

"Chae... Chaeyoung."

Mata Jisoo berkaca-kaca.

Chaeyoung jongkok, ia membantu Jisoo berdiri. Krystal hanya tersenyum sinis.

"Dia itu tidak mencintaimu, bodoh."

Ucapannya ditujukan pada Chaeyoung.

"Bukan urusanmu. Sekarang enyahlah."

Chaeyoung maju, menutupi Jisoo di belakangnya.

"Minggir."

Krystal tidak suka ada yang menghalanginya.

"Tidak akan pernah."

Balas Chaeyoung.

"Kau tidak puas sudah kuhancurkan? Orangtuamu marah kan karena peringkatmu turun?"

"Aku tidak perduli."

Jawab Chaeyoung dengan dinginnya.

"Pisahkan."

Krystal menjentikkan jarinya, membuat tiga siswi di depannya bergerak maju. Mereka hendak menarik Jisoo tapi terhalang oleh Chaeyoung. Mereka malah jadi berkelahi dengan Chaeyoung.

"Lama. Mengganggu saja."

Krystal maju, merebut pisau di tangan temannya itu dan menusukkannya kearah Jisoo.

Jleb.

"Tidak!"

Jisoo berteriak histeris. Ia melihat darah segar keluar dari perut Chaeyoung yang lemas dan  jatuh terduduk di lantai rooftop.

Wajah keempat siswi itu pucat. Krystal memberi kode untuk pergi.

"Ukh. Panggil polisi."

Suara Cheyoung melemah. Ia menghalangi Jisoo tadi.

"Chaeyoung."

Air mata Jisoo tidak dapat berhenti. Ia memeluk Chaeyoung.

"Jangan menangis. Nanti kau.. jadi jelek."

Chaeyoung tertawa kecil.

"Cepat cari bantuan. Lapor ke guru."

Jisoo menggeleng, ia panik. Ia tidak dapat meninggalkan Chaeyoung sendirian. Tidak ada orang disini. Ia merogoh ponselnya.

"Lisa, panggil bantuan. Chaeyoung tertusuk pisau. Di rooftop. Sekarang."

Tak lama setelah telepon itu putus, Lisa datang.

"Chaeyoung!"

Lisa berteriak dari pintu. Ia segera mendekat. Disusul Jennie, Chanyeol, Jimin, Taeyoung, Lee Dong Wook, dan beberapa orang guru.

"Chaeyoung, kau kenapa?"

Lisa memegang kedua pipi Chaeyoung, ia melihat luka tusuk di perutnya.

"Cepat bantu! Panggil ambulans! Taxi, atau apapun! Cepat! Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang!"

Lisa berteriak histeris.

Air mata Lisa tidak dapat dikendalikan lagi bahkan oleh avatar sekalipun.

Bagaimana rasanya melihat orang yang kau sayangi sekarat?

"Tenanglah. Aku tidak apa-apa."

Jawab Chaeyoung sebelum kesadarannya menghilang.

Beberapa orang itu menggendong Chaeyoung dan segera membawanya turun. Jisoo masih menangis, ia bahkan tidak sanggup berdiri.

Hanya satu orang yang tersisa.

"Pakai ini. Kita susul mereka ya."

Jennie memberi jaketnya pada Jisoo. Ia duduk di sampingnya, memeluk Jisoo yang tidak bisa berkata apa-apa dan masih menangis.

"Sudah ya. Tenang. Semuanya akan baik-baik saja."

Jennie mencium pucuk kepala Jisoo.

"Sekarang ayo kita susul Chaeyoung."

Jisoo mengangguk. Jennie membantunya berdiri dan merangkulnya.

***

"Chanyeol! Kau harus bantu Jennie!"

"Ada apa sih?"

Chanyeol yang sedang sibuk bermain game itu merasa terganggu.

"Aku melihat Jennie dipukuli dan dia diam saja! Kau harus menolongnya!"

Lisa panik. Ia tidak tahu harus minta tolong pada siapa.

Chanyeol bergegas berdiri dan memanggil teman-temannya.

"Dimana dia sekarang?"

Lisa berlari, kembali ke tempat saat ia melihat Jennie dipojokkan Krystal. Jennie sudah terduduk di lantai, menerima pukulan-pukulan yang datang padanya.

"Berhenti!"

Suara Chanyeol membuat empat siswa itu melarikan diri.

"Jennie!"

Lisa mendekati Jennie yang sudah babak belur.

"Te-terima kasih."

Jennie berusaha berdiri.

Tiba-tiba Lisa menerima telepon.

"Apa?! Chaeyoung tertusuk?!"

Satu kalimat yang membuat Jennie dan teman-temannya terkejut.

***













Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top