You 3: Witness

"Jadi, yang dimaksud dengan peran sosial adalah..."

Pak Guru Gong Yoo sedang menjelaskan sambil berjalan-jalan di dalam kelas.

"Pak guru, duduk donk jangan jalan-jalan terus."

Bisik Chaeyoung tepat ketika Pak Guru Gong Yoo melewati mejanya.

"Adalah, eksekusi hak, kewajiban, dan tanggung jawab sesuai dengan status dan peran sosialnya."

"Hahaha. Kacang."

Lisa yang duduk di samping Chaeyoung tak dapat menahan tawanya.

"Sialan. Guru sok ganteng dasar."

"Apa kamu bilang?!"

Pak Guru Gong Yoo yang sudah menjauh tiga meter dari tempat Chaeyoung segera berbalik badan, kembali ke meja Chaeyoung dan menjewer telinganya.

"Maaf pak maaf. Ampuuun."

Tatapan Pak Guru Gong Yoo teralihkan ke siswi di belakang Chaeyoung yang sedang tertidur pulas di mejanya.

"Bagus ya, bukannya dengar malah tidur."

Pak Gong Yoo mendekati meja Jennie.

"Jennie bangun."

Tak digubris.

"Kim Jennie bangun sekarang!"

Hening. Tak ada jawaban.

"Jennie! Bangun sekarang atau-"

"Berisik bangsat!"

Jennie berteriak tak kalah kencang. Pak Gong Yoo melotot kaget. Ia mundur selangkah dari meja Jennie.

"O-ow... Maaf Pak..."

"Bersihkan lapangan sekolahan sekarang sampai ke gedung belakang."

Dan disinilah Jennie sekarang, menyapu halaman belakang gedung.

"Apasih? Masih jaman ya ngehukum murid kayak gini?!"

Jennie menghentak-hentakkan sapunya ke tanah.

"Ah, males banget."

Jennie mengangkut sampah daun-daun yang sudah ia kumpulkan di sekop. Ia berjalan menjauhi halaman belakang, tepat di tikungan gedung ia menghentikan langkahnya. Nafasnya tercekat, jantungnya berdebar dua kali lebih cepat.

"Jisoo!"

Jennie berteriak melihat jisoo tergeletak diujung gedung, tak sadarkan diri.

"Jisoo, bangun."

Jennie jongkok tepat disamping Jisoo, menangkup pipi Jisoo pelan.

"...Jisoo?"

Jennie menepuk keningnya sendiri, ia menutupi wajahnya dengan tangan. Kepalanya terasa mendadak pusing.

"Kenapa harus aku yang liat sih?!"

***
Suasana tenang, di ruangan yang biasanya digunakan murid-murid untuk tidur siang dengan alasan sakit itu Jisoo membuka matanya perlahan.

"Sudah bangun?"

Suara Jennie mengagetkan Jisoo.

"Jennie?? Kenapa kau disini?"

"Pake tanya lagi kenapa! Ya gara-gara kau pingsan lah!"

Jisoo terpaku sejenak. Ia tampak bingung.

"Oh."

Jisoo teringat kejadian tadi siang, ketika ia diseret lagi ke belakang dan di bully oleh teman-teman yang membencinya di kelas.

Teman? Bahkan kata itu tak pantas disebutkan untuk orang yang tega menyiksa Jisoo sampai seperti ini.

"Haaah."

Jennie menghela napasnya berat, ia tampak kesal.

"Tadi kau pingsan di halaman belakang. Aku cuma lewat."

"Lewat sana siang-siang? Ngapain?"

"Bukan urusanmu!"

Jennie memakai jaket hitam dan ranselnya. Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.

"Sssh..."

Jisoo memegang keningnya yang terasa sakit, keningnya sepertinya terluka tapi sudah diobati dan diberi hansaplast.

"Bergegaslah pulang. Aku tidak mau gara-gara kau jadi kena masalah di rumah sama ayahmu itu."

"Jen-"

"Apa?"

Jennie menjawab ketus.

"Yang membawaku kesini dan mengobati lukaku itu kau ya?"

"Cepatlah, itu tasmu di meja. Aku duluan."

Jennie menutup pintu dan pulang begitu saja.

Jisoo tersenyum menatap punggung Jennie yang berlalu pergi meninggalkannya.

"Dasar adik keras kepala."

***
Jisoo sudah berdiri di depan pintu cokelat di depannya sejak lima menit yang lalu. Ia membawa nampan berisi nasi dan segelas air putih di tangannya. Setiap ingin mengetuk pintu itu ia mengurungkan niatnya.

"Cklek."

Pintu itu terbuka tepat ketika Jisoo ingin mencoba mengetuknya lagi.

"Ngapain kau disini?"

Tampak Jennie menatapnya bingung sekaligus sinis.

"Ah, anu. Ini. Kau, belum makan, kan? Makan dulu ya."

Jisoo mengoper nampan itu pada Jennie.

"Gak usah. Aku mau keluar."

Jennie memasang jaket yang sudah ia pegang daritadi.

"Jen-"

"Apalagi sih?!"

Jennie berteriak kesal.

"Maaf cuma telur dadar dan udang goreng hari ini. Nanti dimakan ya."

Jennie mengabaikan Jisoo yang berdiri di belakangnya.

"Hati-hati..."

Jisoo berteriak sedikit keras agar Jennie yang sudah berada di ruang depan mendengarnya.

***
Kim Min Joon duduk dihadapan kedua putrinya. Tapi yang ia ajak bicara hanya Jisoo seorang.

"Pelipismu kenapa?"

"Ah, tadi siang terbentur lemari, Appa."

"Dimana?"

"Di sekolah."

"Tidak ada masalah kan? Bagaimana satu bulan ini?"

"Semuanya baik."

Jisoo tersenyum, menutupi sesuatu. Ia tidak menatap Appa nya.

"Baguslah. Makan yang banyak."

"Greeek"

Jennie berdiri dari kursinya, membereskan piringnya, setelahnya ia bergegas menuju kamarnya. Jisoo hanya meliriknya, lalu kembali menatap Appanya.

"Kenapa?"

"Haha. Tidak."

Jisoo tersenyum kecil.

"Dia tidak memukulmu kan?"

Min Joon menatap Jisoo, menyelidik.

"Ah tidak, tentu saja bukan karena Jennie!"

"Baguslah."

***

Jennie membuka pintu kamarnya, ia bergegas menuju dapur untuk mengisi tumbler minumnya. Tatapannya beralih saat melihat piring berisi roti dan segelas susu diatas meja makan.

"Jangan lupa dimakan."

Isi dari selembar sticky note yang menempel di meja.

"Ngapain sih dia repot-repot terus sejak pindah ke sini!! Menyusahkan saja!"

Jennie berteriak kesal, tapi ia meraup rotinya dan menghabiskan susu di gelas itu. Jisoo sudah berangkat lebih dulu setiap pagi.

"Dan kenapa anak itu harus satu sekolah denganku! Menyebalkan!"

Omel Jennie sambil membanting pintu rumahnya dengan kasar kemudian menguncinya.

Jennie melirik jam tangannya.

"Oh shit, aku harus pergi sekarang sebelum Chanyeol terlambat menjemput tugasnya!"

***




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top