TEN

WARNING : MATURE CONTENT (21+)

Cieee... yang kesenengan dapet peringatan diatas 😏

Ketika Darren melihat bagaimana Patricia terlihat kecewa dan begitu terluka, hatinya berdenyut nyeri. Dia tidak ingin melihat wanita itu kembali menangis seperti waktu itu. Dia bahkan tidak menginginkan hal itu terjadi lagi karena kali ini, Darren akan mempertahankan dirinya. Apapun yang terjadi.

Meski dia sudah memberitahukan alasan yang sebenarnya, dia paham betul kalau Patricia tidak akan serta merta menerima alasannya begitu saja. Wanita itu memiliki kecerdasan diatas rata-rata dan Darren harus mengadu kelicikan dengannya.

Tapi itu bisa menunggu. Itu tidak menjadi masalah untuk sementara waktu. Karena saat ini, Darren ingin menikmati kebersamaan dengan Patricia yang sedang menguasai permainan liar diatasnya.

“Oh, baby,” erang Darren sambil menggeram ketika Patricia sudah meliukkan lidahnya pada kulit tubuhnya.

Patricia tampak begitu menggairahkan hingga tangan Darren tidak henti-hentinya bergerak dengan tidak sabar. Bahkan Darren dengan penuh hasrat membelai setiap senti tubuh telanjang Patricia dengan telapak tangannya. Lekuk tubuh Patricia begitu mulus, tanpa cela, dan Darren sudah mulai merunduk untuk mengisap bahunya, meremas payudaranya, dan menjalankan sentuhan liar di sekujur tubuh molek itu.

Seakan tidak mau kalah, Patricia menjauh dari cumbuan Darren, dan mulai turun untuk berlutut di hadapan Darren sambil menggenggam tubuhnya yang sudah menegang sempurna. Crap! Darren bernapas dalam hembusan yang menyesakkan, ketika Patricia sudah bekerja untuk mengisapnya.

Sorot mata Patricia berkilat tajam dan penuh hasrat, tangannya menggenggam erat, lidahnya bergerak lincah di kepala kejantanannya, lalu dia membuka mulutnya untuk mengulum ketegangan Darren dengan begitu ketat. Wanita itu benar-benar mampu untuk menguasai dirinya dengan memberikan rasa puas yang diinginkannya.

“Kenapa kau malah asik sendiri di bawah sana, Petal?” tanya Darren parau.

“Karena kau terasa begitu nikmat di lidahku, baby.” jawab Patricia dengan mata berkilat nakal dan mulut yang masih bekerja untuk mengisapnya.

Shit! Jawaban itu membuat gairah Darren melesak naik hingga ke kepalanya, mendesak untuk diluapkan sekarang juga. Tapi Darren masih bisa menahannya.

Kini tatapannya mengarah pada cermin panjang yang ada di sudut kamar, dengan pantulan yang memperlihatkan secara jelas posisi mereka berdua saat ini. Darren yang duduk di sofa besar dengan Patricia yang berlutut di hadapannya, memberikannya satu penglihatan seolah wanita itu tunduk padanya dan Darren yang berkuasa atas dirinya. Menyenangkan, pikirnya.

Dengan satu gerakan cepat, Darren menarik Patricia sampai berdiri dan menunduk untuk menyambut mulutnya, membukanya, merasakannya. Lidah Patricia begitu mungil dan manis di mulutnya, saling mengeksplorasi dalam kebutuhan yang mendesak.

Tangan rampingnya tiba-tiba menekan dada Darren dengan kuat, mendorongnya ke atas kursi. Lalu Patricia kembali naik ke atas pangkuan Darren dan meremas rambut Darren sambil menciumnya dengan liar.

Patricia mengerang kasar ketika tangan Darren mulai menyusuri pangkal pahanya, lalu berhenti di titik sensitifnya yang lembut dan rapuh. Bahkan Patricia meliukkan pinggangnya mengikuti gerakan jari Darren yang mulai bermain pada klitorisnya. Darren menyeringai puas melihat bagaimana Patricia tenggelam dalam permainannya, seakan dirinya haus akan sentuhannya, merintih untuk dipuaskan, dan memohon Darren agar memberikannya lebih dari apa yang dia lakukan saat ini.

“You’re so beautiful, Petal.” Darren menunduk, dan mencium lehernya selagi tangannya bergerak ke bokong Patricia dan mendorong lebih dekat lagi.

Darren menekan titik hangat dan licin tubuh Patricia ke kejantanannya, dan pinggul Patricia pun bergerak memutar lalu sedikit terangkat. Darren mengatur deru nafasnya yang memburu ketika mengangkat pinggulnya, dan mengerang parau saat dia sudah menghunjam masuk ke dalam tubuh Patricia.

Tatapan keduanya bertemu ketika penyatuan itu terjadi, tersimpan banyak keinginan di dalam sana. Kepuasan, ingin bercinta, bebas melakukan semua itu tanpa hambatan, lalu saling mencintai. Ya. Rasa cinta Darren semakin bertambah kepada wanita itu.

Mata Patricia pun terpejam dan dia mengeluarkan rintihan serak yang terdengar menyenangkan di setiap gerakan yang mulai dilakukannya, tubuhnya menegang saat mencengkeram Darren, desahannya terputus-putus, dan tangannya mendorong kepala Darren ke dadanya.

Gerakan Patricia dilakukan dalam lingkaran kecil yang sempurna dan membuat Darren tergila-gila, payudaranya tertekan di wajah Darren, dan wanita itu terus mendesah dengan bisikan yang terpatah-patah.

Patricia naik lebih tinggi ke dalam setiap gerakan, dan menurunkan tubuhnya lebih keras sebagai gantinya. Gesekan dan cengkeramannya di sepanjang kejantanan Darren, terasa mengetat di setiap hunjamannya yang semakin liar dan tergesa.

Kenikmatan yang dirasakan Darren begitu sempurna, terlebih lagi ekspresi kenikmatan yang ditunjukkan Patricia yang begitu jujur dan tajam tepat di telinganya. Suara desahan Patricia pun terdengar semakin indah dan parau, nyaris tercekat oleh rintihan-rintihan yang terdengar seperti memohon padanya.

Darren menarik puncak payudara Patricia ke dalam mulutnya, mengisap dan menangkup satu payudaranya yang lain untuk diremas. Wanita itu pun mencondongkan tubuhnya ke depan, dan membawanya jauh lebih lagi ke dalamnya. Shit! Darren hampir kehilangan kendali.

Gerakan Patricia semakin tidak beraturan dan dia merengkuh mulut Darren, bibirnya membuka dan menekan bibir Darren, bergerak cepat untuk menjilat, menyesap, dan menguasai ciuman itu.

Ketika pinggul Patricia melemah, tangannya mencengkeram bahu Darren dengan sangat kuat, dia menjerit saat gelombang hasrat mulai menenggelamkannya. Tubuhnya mengejang dan Darren memejamkan matanya untuk menikmati denyutan klimaks yang kuat saat kepuasannya sudah mencapai puncak. Disitu, Darren kembali menunduk untuk menekan giginya di puncak payudara Patricia, dan mengisapnya dengan bernapsu.

Patricia terkulai dan dalam sekejap Darren mengangkat tubuhnya, membaringkannya diatas ranjang, lalu menarik pinggulnya, dan menghunjamnya dengan mengentakkan pinggul dalam gerakan lama dan kasar.

Darren nyaris hilang akal lewat desakan gairah yang menekannya dan dilampiaskannya dengan terus memompa tubuh Patricia. Napas Patricia tertahan sambil meremas kuat seprai di ranjang untuk menahan Darren yang begitu liar.

“You’re so wet and so warm, Petal.” geram Darren dengan rahang mengetat.

Kepuasan mengalir di punggung Darren, merangkak keluar begitu saja ketika Patricia mengulurkan tangannya di tengah-tengah tubuh mereka, menyentuh Darren selagi penyatuan itu masih berlangsung. Patricia tampak memohon dengan tatapannya untuk Darren membebaskan diri, untuk menunjukkan kepadanya betapa semua ini terasa sangat hebat.

Gerakan Darren semakin kasar, desahan napasnya pun semakin tajam dan keras, bahkan menarik geraman penuh tenaga dari tenggorokannya. Dan saat itu juga, Darren menyerah dalam gelombang gairah  dan kehilangan ritme gerakannya. Darren mengerang keras di dalam kamar yang sunyi dan tenang itu saat mencapai klimaksnya.

Tubuh Darren bergeming, dadanya berkeringat dan naik turun selagi dia menunduk menatap Patricia. Payudaranya memerah dan basah, pipinya merona dan bibirnya terbuka saat dia berusaha mengendalikan napas.

Keduanya bercinta habis-habisan dan tidak ada yang berbicara selain deru napas mereka yang memburu kasar. Tatapan mereka seakan memberi arti yang menyiratkan perasaan yang begitu mendalam.

I love you, Petal.” ucap Darren dengan suara tercekat.

Patricia memberikan senyum setengahnya seakan mengejek dirinya. “Aku bukan anak remaja yang mudah terharu dengan ungkapan klasik setelah bercinta, Darren.”

Darren mengerjap kaget. Ungkapan cinta yang dilakukan Darren barusan memang selalu diucapkannya setiap kali mereka usai bercinta dulu. Dan Patricia akan terharu dengan sinar kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Tapi sekarang? Apakah Patricia berpikir bahwa barusan tadi mereka hanya sekedar melakukan seks, dan bukan bercinta?

“Kau masih meragukanku rupanya,” ucap Darren tanpa ekspresi.

“Aku hanya merasa kalau aku belum terlalu mengenalmu, Darren. Tolong pahami aku yang masih belum bisa melupakan kejadian masa lalu,” balas Patricia dengan sorot mata penuh pengertian disitu.

“Kalau begitu kau masih mencintaiku. Akui saja sih, kenapa harus berbelit seperti itu?” desak Darren jengah.

Patricia terkekeh lalu menarik diri untuk melepaskan penyatuan mereka, Darren mengerang pelan ketika tubuh Patricia terangkat  dan memberikan sensasi yang menggelitik perutnya, membebaskan kejantanannya yang masih sedikit menegang.

“Aku masih belum bisa menerima dirimu yang main memutuskanku begitu saja. Aku takut untuk kembali percaya padamu. Kau tahu jelas kalau kepercayaan yang sudah hilang itu tidak akan mudah untuk kembali,” ujar Patricia sambil berjalan untuk mengenakan jubah mandi yang teronggok di sofa.

Darren beranjak berdiri dan menarik Patricia dalam pelukannya. Dia bahkan tidak mempedulikan dirinya yang masih telanjang dan mengabaikan hawa dingin yang terasa saat ini.

“Aku sudah menyampaikan alasanku yang sebenarnya. Pada intinya aku terpaksa melakukannya.”

“Dan kau baru menyampaikannya setelah bertahun-tahun?” sahut Patricia dengan alis terangkat menantang.

“Karena aku tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskannya padamu. Kau selalu menghindar dan menganggapku tak ada,” balas Darren dengan nada hambar.

“Memangnya apa yang bisa kulakukan terhadap mantan kekasih yang sudah mencampakkanku dan mengabaikan perasaanku? Apa kau berharap aku akan berseru ‘Hai, mantan! Apa kabarmu?’ begitu?” seru Patricia sambil melepas pelukan Darren dan berjalan menuju ke kamar mandi.

Tidak berapa lama kemudian, wanita itu kembali dengan jubah mandi untuk Darren.

“Kau bisa sakit jika terus kedinginan seperti ini,” ujar Patricia sambil memakaikan jubah mandi itu pada Darren.

“Jangan memberi perhatian jika kau tidak berminat untuk penawaran yang kuberikan,” tukas Darren tegas.

Dia menepis tangan Patricia yang hendak memakaikannya jubah mandi itu, dan berlalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

“Jangan marah padaku! Aku seperti ini juga karena dirimu,” seru Patricia sambil mengikutinya.

Darren berbalik dan menatap Patricia dengan ekspresi dingin. “Aku bingung denganmu. Kau yang bertanya dan bilang akan menerimaku, tapi setelah kita bercinta dengan panas seperti barusan, kau kembali menolakku dan meremehkan pernyataan cintaku.”

“Karena kau terlalu misterius dan aku takut kalau kau akan menyakitiku lagi.”

“Aku sudah bilang kalau aku tidak akan melepasmu kali ini.”

Patricia bungkam. Mereka berdua bertatapan dalam diam lalu sama-sama menghelakan napas secara bersamaan.

“Aku sudah lelah dengan bertengkar seperti ini, Petal. Kupikir dengan penjelasanku soal masa lalu bisa membuatmu tenang dan menerimaku kembali,” ucap Darren kemudian.

Patricia melepas jubah mandinya dalam diam dan menarik tangan Darren untuk bergabung dengannya di bawah pancuran air hangat. Tidak ada pembicaraan selama mereka saling membersihkan diri.

Darren mengusapkan sabun cair pada kulit mulus Patricia, dan wanita itu juga melakukan hal yang sama. Apakah tidak aneh jika mulutnya menolak dirinya, tapi yang dilakukannya justru sebaliknya? Darren benar-benar heran dengan pikiran wanita yang selalu berkompromi.

“Aku akan menikahimu sekembalinya kita dari sini,” ucap Darren ketika dia sudah bekerja untuk mengeringkan tubuh Patricia.

“Kau pikir ayahku akan menerimamu begitu saja?” balas Patricia sambil mengusap kepalanya dengan handuk.

“Mau tidak mau, dia harus menerimaku. Aku sudah menodai putrinya, dan aku ingin bertanggung jawab.” sahut Darren langsung.

“Ayahku tidak sekuno itu. Dia akan menertawaimu jika alasanmu seperti itu,” ujar Patricia sambil berlari kecil menuju ke koper untuk mengambil pakaian.

Darren menerima uluran pakaian bersih yang diberikan Patricia dan segera memakainya.

“Terserah kau saja. Aku tidak mau berkata apa-apa lagi denganmu, karena percuma saja. Kau akan selalu melawanku dan mengelak.” balas Darren datar.

Darren berbalik dan melihat Patricia sudah memakai pakaiannya. Wanita itu hanya tersenyum geli melihatnya sambil mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut. Spontan, Darren mengambil alih pengering itu dan membantu Patricia untuk mengeringkannya.

“Aku suka kalau kau memanjakanku seperti ini,” ucap Patricia setelah Darren sudah selesai mengeringkan rambutnya, dan mematikan pengering itu.

“Percuma saja jika kau masih sok menolakku,” balas Darren sambil memeluk Patricia dari belakang ketika wanita itu sedang menyisir rambutnya.

“Aku sama sekali tidak menolakmu. Aku masih takut untuk percaya padamu dan ragu kalau apa yang kau katakan itu benar,” koreksi Patricia.

“Apa bedanya?”

“Tentu saja berbeda. Kita jalani saja hubungan kita yang seperti ini selama kita bersama,” ujar Patricia sambil menaruh sisirnya lalu berbalik untuk menghadap Darren, “Aku lapar.”

Darren tersenyum dan mencium puncak kepala Patricia dengan dalam.  “Mau makan diluar?”

“Ide yang menarik, tapi aku sedang malas.”

“Apa kau ingin memasak?”

Patricia menggeleng.

Alis Darren terangkat setengah. “Apa kau ingin aku memasak untukmu?”

Senyum Patricia mengembang dan dia menganggukkan kepalanya dengan mantap.

Darren berdecak pelan sambil merangkul bahu Patricia untuk keluar dari kamar, dan bersama-sama menuju ke dapur.

“Aku tidak pernah memasak untuk oranglain. Biasanya aku akan memesan delivery atau menyuruh orang yang memasak untukku,” ujar Darren, “Aku lebih memilih untuk mengeluarkan uang daripada tenaga untuk oranglain.”

Patricia mengangkat bahunya dengan acuh. “Bukankah kau senang mengeluarkan tenaga?”

Darren menyeringai. “Dirimu adalah pengecualian.”

“Kalau begitu tidak usah memberikan pemberitahuan seperti tadi. Masaklah untukku karena aku lapar. Aku sudah memuaskanmu,” ujar Patricia santai.

Darren memandang Patricia takjub. Sangat jarang jika wanita bisa berkata sesantai ini, biasanya wanita lain akan beraksi dengan sikap cemberut yang tidak diperlukan. 

Darren menarik kursi untuk Patricia tepat di depan meja pantry, dia pun bergerak untuk menuju ke lemari pendingin ketika wanita itu sudah duduk.

“Aku ingin makan Poronkaristys,” ucap Patricia langsung.

Alis Darren terangkat saat mendengar Patricia menyebut nama makanan autentik dari negara itu. Hidangan yang disajikan dengan tumis daging rusa dan kentang tumbuk, dilengkapi dengan selai lingonberry yang menyehatkan.

“Aku tidak memiliki stok daging rusa,” sahut Darren sambil mengeluarkan sekotak daging sapi, sekantong kentang, dan berbagai macam bumbu masakan.

Patricia menopangkan dagu untuk memperhatikan bagaimana Darren bekerja untuk mengolah bahan masakan itu menjadi hidangan yang diinginkannya.

“Apakah ini adalah pertama kalinya kau kesini, Darren?” tanya Patricia tiba-tiba.

Darren melirik singkat kearah Patricia dan kembali melanjutkan kesibukannya dengan ekspresi sedatar mungkin. “Aku pernah kesini sebelumnya.”

“Oh yah? Kapan? Dengan Eagle Eye atau ada urusan lain? Kupikir daerah Utara bukanlah jangkauan ayahku atau para kakakku,” balas Patricia dengan nada menyelidik.

“Memangnya kalau mengunjungi satu negara itu tidak boleh, jika tidak dengan Eagle Eye atau urusan pekerjaan? Aku senang berpetualang dan mengunjungi negara-negara lain, seperti disini misalnya,” ujar Darren.

“Oh. Pantas saja kau terbiasa dengan keadaan negara ini dan tidak membutuhkan petunjuk arah saat menyetir. Juga lingkungan yang terkesan mengenalmu dengan baik,” sahut Patricia dengan nada yang jelas-jelas terdengar penuh sindiran.

Darren langsung mengangkat wajahnya dan menatap Patricia dengan mata menyipit tajam. “Apa kau berniat untuk menginterogasiku?”

Senyum Patricia yang licik mengembang. Ekspresi dinginnya terlihat menusuk dan seakan menantangnya. “Aku hanya mengobrol ringan, jika kau merasa itu terdengar seperti interogasi, mungkin ada yang salah disini.”

Darren melepas kesibukannya dan beralih untuk membungkuk dengan kedua tangan yang mencengkeram sudut meja pantry, menyamakan tatapan tajamnya kearah wanita itu.

Yeah. Yang salah disini adalah kau yang mencurigaiku,” ucap Darren dengan dingin. “Dan ironisnya adalah kau baru saja bercinta dengan orang yang kau curigai itu.”

Alis Patricia terangkat. “Sudah hal yang biasa untuk kulakukan ketika melihat ada hal yang mencurigakan. Kata orang, pria itu lemah jika dihadapkan oleh seorang wanita.”

“Karena wanita adalah jelmaan penyihir jahat yang memiliki mantra untuk membunuh atau ular berkepala dua yang licik? Aku setuju soal itu,” balas Darren sambil menyeringai tajam.

“Sudah tahu seperti itu, tapi kau masih saja...”

“Karena aku tahu kau pun mengharapkan sentuhanku,” sela Darren langsung.

Patricia mengerjap dan membuang muka kearah lain dengan dengusan napas kasar. Dia terlihat tidak senang dan merasa kalah. Darren hanya menyunggingkan senyum setengahnya dan kembali melanjutkan aktifitasnya.

Tidak ada pembicaraan lagi saat Darren memasak, karena Patricia membantu untuk menyiapkan peralatan makan diatas meja makan. Keduanya bekerja tanpa suara, namun sorot mata dan sikap mereka penuh kewaspadaan.

Darren sudah menyelesaikan masakannya lalu menghidangkannya diatas meja. Dia melirik tajam kearah Patricia yang memberikan ekspresi sinis dengan sorot mata dingin.

Keduanya sudah duduk dan menikmati makan siang yang sudah sangat terlambat. Hening. Tidak ada suara. Sampai akhirnya, ada sesuatu yang membuat keduanya segera mengangkat wajah sambil melepas alat makan yang digenggamnya.

Tatapan mereka bertemu dengan ekspresi yang saling melempar arti yang sama. Ancaman. Shit! Keduanya langsung beranjak dari kursi dan bergegas untuk melakukan hal pertama yang harus dilakukannya. Yaitu bersiap untuk menyerang.

“Apakah aku boleh mengungkapkan pendapatku bahwa apa yang akan datang menghampiri kita saat ini, adalah kau yang memiliki peran terkutuk di negara sialan ini?” ucap Patricia dengan nada paling dingin yang pernah didengar Darren.

Darren terkekeh sinis dan segera memakaikan jaket anti peluru miliknya yang dia taruh dalam lemari pakaiannya.

“Kau benar sekali soal negara sialan, dan bukan aku yang terkutuk, melainkan tanah yang kau injak ini! Sehabis ini, kita akan segera keluar dari sini dan aku tidak menerima pemberontakan darimu!” desis Darren geram.

Dia benar-benar geram dengan kedatangan yang tidak diinginkannya saat ini. Yaitu beberapa mobil sedan berwarna hitam dengan plat nomor yang terbuat dari besi platinum, juga ada mobil traktor yang mengarah ke rumah yang ditempatinya.

Semua itu bisa terlihat dari kamera pengawas yang terpasang di atap rumah, dengan posisi yang mengarah kearah jalan panjang sejauh satu kilometer, dan bunyi alarm yang memekakkan telinga sebagai kode peringatan bahwa ada ancaman yang akan mendatangi mereka.

Inilah saatnya dia harus berhadapan dengan orang paling laknat di muka bumi ini, hari dimana dia yakin akan datang padanya, cepat atau lambat. Dan sialnya, dia sendiri yang datang dan menginjak bumi yang paling terkutuk itu, seolah menyerahkan dirinya sendiri pada hari penghakiman yang tidak diinginkannya. 

Semuanya karena wanita keras kepala yang sedang bekerja untuk mempersiapkan dirinya saat ini. Dan sudah pasti, Darren harus melindunginya apapun yang terjadi. Karena sebenarnya... ancaman itu datang untuk Patricia, bukan kepada dirinya.

It's time to kick them ass!

■■■■■

Saturday, Feb 16th 2019
22.14 PM

Terima kasih untuk kalian yang sangat baik dan repot-repot mencari babang.

Terharu aq 😭😭😭

Maaf jika babang terkesan sombong, bukan apa-apa.
Takut kalian makin menjadi nanti 😆

Babang terharu menerima hadiah dan coklat dari authormu. Sekaligus surat ucapan dengan kalimat terjulid!


But it's okay! I appreciate what she did to me.

Next part adalah jatah authormu karena itu adegan ribet.
Jadi, babang nggak bisa lanjut kalau authormu belum menulisnya.

Happy Valentine's day for all beautiful girls who read this message.
Babang mau midnight dulu dong.
Kacian deh yang jomblo 😛



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top