Part 56 : Choose Me or Your Father?

Sorry atas keterlambatan upnya. Karena MMP udah mau tamat makanya aku jarang up.
Memang melenceng dari janji ak waktu itu buat up sering², so aku mau bilang sorry aja karena udah buat kalian menunggu terlalu lama🙏

Aku harap kalian tetap setia dengan MMP^^
LoveyouuReaders²kecew-ku❤

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

BELUM hilang sepenuhnya kepanikan atas kabar buruk yang dibawa Eddie barusan, Gabriella sudah dibuat hampir jantungan tatkala ayahnya kini sudah berdiri tepat di hadapannya sembari memandang tajam dirinya dan juga Max secara bergantian.

"APA-APAAN INI?!"
Seperti suara petir yang menyambar, teriakan Charlie barusan berhasil membuat semuanya menundukkan pandangan kecuali Max yang kini tampak kebingungan, karena tak tahu menahu siapa pria yang mengenakan jaket kulit di hadapannya tersebut.

"JELASKAN PADA AYAH, APA-APAAN INI GABRIELLA?!"

"Ayah aku bisa---"

"KENAPA BOCAH SIALAN INI ADA DI APARTEMENMU?!"
Charlie berjalan maju mendekati Max yang masih kebingungan menatapnya, setelah itu tinjuan cukup kuat dilayangkan Charlie tepat di wajah Max, membuat pemuda ber-iris hazel tersebut ambruk cukup jauh.

"AYAH, HENTIKAN!"
Teriak Gabriella histeris ketika melihat Max yang terkapar dengan sudut bibir berdarah.
Sedangkan Kelly segera membantu pemuda itu untuk bangun, "Max, kau tak apa?"

Max menatap Kelly yang kini terlihat sangat cemas, "Aku tak apa. Siapa dia? Kenapa dia kelihatan marah besar padaku?"
Max menyeka sedikit darah dari ujung bibirnya seraya memandangi Charlie lekat-lekat.

Kelly hanya bungkam sembari juga memandangi Charlie.
Gabriella serta kedua bodyguardnya yang kini menahan tubuh Charlie untuk kembali mendekati Max, melepaskan penahan mereka tatkala Charlie sudah tampak tenang.

"Kelly, bawa Max ke kamar dan ayah, ayo kita bicara berdua sebentar. Ada yang ingin kujelaskan."
Setelah mengucapkan sederet kalimat itu, Gabriella dengan tak menunggu jawaban dari ayahnya lagi langsung menarik paksa lengan Charlie dan membawanya ke kamarnya.

Diikuti dengan Kelly yang membawa Max ke kamar yang ditempati Kelly.

***

"Biar aku saja."
Pinta Max sembari berusaha mengambil alih kapas di tangan Kelly.
Mereka kini sudah berada di kamar yang ditempati Kelly, dan sedang duduk di tepian ranjang, dengan Kelly yang mengobati luka bibir Max akibat tinjuan Charlie.

Kelly berdecak pelan, dan berusaha tak mempedulikan permintaan Max barusan, alhasil gadis tersebut tetap melakukan tugasnya.

"Kelly biar aku---"

"Diamlah Max, aku bisa---"

"Argh! Kau terlalu kuat menekan bibirku, rasanya sakit."

Kelly terkekeh lalu menjauhkan kapas yang dipegangnya pada bibir Max.

Gadis manis itu kemudian mengganti kapas tadi dengan ibu jarinya, untuk menghapus jejak darah Max yang masih tertinggal.

Kelly mengulum senyumnya kala mendapati pipi Max menampilkan rona samar, "Astaga, kau manis sekali!"
Karena Kelly terlalu gemas melihat reaksi Max barusan, ia langsung saja mencubit kedua pipi pemuda berkulit pucat tersebut.

"Hentikan tanganmu! Bibirku masih sakit!"
Max menepis kasar tangan Kelly di kedua pipinya, lalu membuang muka karena pipinya masih saja merona.

"Jangan kasar-kasar padaku Max, ingatlah, aku ini calon istrimu. Jika kau terus bersikap seperti ini, aku bisa saja meninggalkanmu karena tak tahan dengan sikapmu."
Kelly memegangi dagu Max, membuat pemuda itu kini kembali bertemu pandang dengannya.

"Omong kosong!"

"Ya, kau benar, itu hanya omong kosong. Karena kau tau mengapa? Karena aku tak mungkin meninggalkanmu Max. Tak akan pernah, itu janjiku."
Kelly kembali tersenyum hangat, sebelah tangannya kini menelusuri wajah Max dari dahi hingga berhenti di bibir Max.

"Aku mencintaimu Max."
Kelly semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Max, hingga jarak di antara mereka terhapus, dan bibir gadis tersebut sudah mengecup lembut bibir Max.

Max yang diperlakukan seperti itu oleh Kelly yang menurutnya orang asing baginya, menjadi menegang dan seolah membeku di tempat kala bibir lembut Kelly kini sudah melumat bibirnya membuatnya terhanyut.

Bahkan saat lidah Kelly menyeruak masuk ke dalam mulutnya, dia tetap diam tak melakukan reaksi apapun.

Kelly yang merasa ciumannya yang tak dibalas, langsung menghentikan aksinya itu dan menatap wajah Max dengan lekat seraya mengatur nafasnya.

"Kenapa kau melakukan itu?!"
Tanya Max dingin, berhasil membuat Kelly memiringkan kepalanya dan tersenyum.

"Kau masih bertanya? Tentu saja karena aku mencintaimu."

Max mendelik Kelly dengan tajam kemudian bangkit dari duduknya, "KAU GILA!"
setelah mengatakan itu, Max langsung pergi meninggalkan Kelly sendirian di kamar.

Kelly memandang sendu ke pintu kamar yang tadi dilewati Max, "Ternyata dengan ciuman tak berhasil."

***

"Ayah harap kau punya alasan yang bagus mengapa bocah sialan itu berada di sini."

Gabriella menyilangkan tangannya di depan dada sembari menghela nafas lelah, sekarang ia dan ayahnya tengah berada dalam kamar miliknya. Sebenarnya dia tak suka ketika ada orang yang berani menghina 'kekasihnya', namun karena sang ayah yang berkata demikian, Gabriella mau tak mau hanya mengumpat dalam hati apalagi situasinya saat ini Charlie sedang dalam keadaan marah besar tentu dia tak ingin mengambil resiko.

"Ayah dengarkan aku baik-baik, sebelumnya aku ingin minta maaf karena tak memberitahu ayah tentang hal ini."
Gabriella menghela nafas panjang sebelum kembali melanjutkan penjelasannya.

"Aku dan Max sudah saling kenal sebelumnya karena dia menyelamatkanku waktu aku diserang oleh preman waktu itu."

Charlie menaikkan sebelah alisnya, "Jadi, orang yang menyelamatkanmu waktu diserang preman itu, adalah bocah itu?!"

Gabriella mengangguk, "Ya, dia adalah orang yang telah menyelamatkan nyawaku waktu itu---"

"Tapi Gabriella, dia juga yang telah menghabisi nyawa adikmu."
Sela Charlie memperingati Gabriella, karena nampaknya  Gabriella terlalu peduli dengan Max.

"Aku tau ayah. Tapi biar bagaimana pun di lain sisi dia telah menyelamatkan nyawaku, dan karena hal itu waktu aku berkunjung ke kantor polisi ayah, aku melihatnya sedang berada dalam sel. Waktu itu aku belum tau jika dia adalah pembunuh Walter, makanya aku membawanya kabur dari penjara."

"APA?! Jadi kau yang membawanya kabur saat itu?!"

Gabriella meringis mendapat teriakan dari Charlie barusan, alhasil dia hanya mengangguk sebelum melanjutkan ceritanya, "Maafkan aku ayah, aku tau itu sungguh membuatmu marah, tapi aku mengetahui Max adalah pembunuh Walter saat dia sudah berada di apartemenku waktu pelarian diri itu. Dan sekarang jika ayah ingin memarahiku habis-habisan silahkan, tapi kumohon jangan marah pada Max, kondisinya tak tepat, dia sedang amnesia."

Charlie memicingkan matanya, "Apa kau sedang bilang jika bocah itu sedang amnesia? Kau berbohong kan', karena ingin menyelamatkannya lagi?"

Gabriella menggelengkan kepalanya cepat, "Aku bersumpah ayah, Max amnesia, dan aku-lah yang membuatnya hilang ingatan."

"Apa yang kau lakukan sampai dia amnesia? Dan apa alasanmu melakukannya?"

"Kemarin, Max akan menikahi Kelly, gadis pirang yang ada di dekat Max tadi. Dan aku tak suka jika Max akan menikahi gadis lain, makanya aku berniat ingin membunuh Kelly dengan menembaknya, tapi Eddie yang kuperintahkan untuk menembak salah sasaran dan pelurunya malah mengenai Max, maka dari itulah Max jadi amnesia."

Charlie mengernyit, "Tunggu dulu, kau bilang tak suka melihat Max akan menikahi gadis lain? Jangan bilang kau menyukainya Gabriella?!"

Gabriella menundukkan pandangannya tak berani menatap ke iris mata Charlie, "Aku memang menyukai Max, ayah. Ah tidak, aku mencintainya."

Charlie refleks memegang kedua bahu Gabriella agar gadis itu memandangnya, "APA-APAAN INI GABRIELLA?! SADARLAH, DIA SUDAH MEMBUNUH ADIKMU, KENAPA KAU BISA MENCINTAI PEMBUNUH DARI ADIKMU?!"

"Aku tak tau ayah, perasaan itu kurasakan hanya pada Max, aku benar-benar mencintainya dan aku tak bisa mengelaknya lagi. Maafkan aku ayah, aku tau ini salah, tapi aku---"

"Ayah benar-benar tak mengerti denganmu Gabriella! Ayah tak akan peduli dengan perasaanmu dan juga kondisi bocah sialan itu sekarang, ayah akan tetap membawanya ke penjara!"
Baru saja Charlie akan segera beranjak, namun Gabriella dengan cepat berlari dan menghadang Charlie tepat di depannya.

Gabriella menggeleng dan menangis, "Kumohon ayah, jangan bawa Max. Dia sedang amnesia dan tak mengenal siapapun selain aku, jika ayah membawanya ke kantor maka dia akan kebingungan nanti. Kumohon ayah, jangan bawa Max, okay?"

Rahang Charlie mengetat melihat betapa gigihnya Gabriella berusaha menahan Max, "KAU BENAR-BENAR SUDAH DIBUTAKAN OLEH CINTA GABRIELLA! BAGAIMANA PUN AYAH TAK AKAN SETUJU JIKA KAU MENCINTAI BOCAH SIALAN ITU! INGATLAH, DIA YANG TELAH MENGHILANGKAN NYAWA ADIK KESAYANGANMU, WALTER! JANGAN SAMPAI KAU MELUPAKAN PERBUATANNYA HANYA GARA-GARA KAU MENCINTAINYA!"
Setelah mengatakan itu, Charlie dengan cepat melangkahkan kakinya dan mendorong pelan tubuh Gabriella agar tak menghalangi jalannya kemudian keluar dari kamar putrinya tersebut, meninggalkan Gabriella dengan kondisi masih menangis.

Drrtt drrtt

Gabriella melirik ke atas tempat tidur, di mana terdapat ponselnya yang sedang bergetar menandakan ada panggilan masuk.

Gabriella berdeham cukup keras setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya lalu mengangkatnya, "Apa?"

"Ella, kenapa ponselmu tak aktif sejak kemarin sehabis aku meneleponmu sih?! Bagaimana? Apa kau berhasil membunuh Kelly?"

"Ponselku sengaja kumatikan dan baru diaktifkan sekarang. Tentang Kelly, aku tak berhasil membunuhnya."

"APA?! BAGAIMANA BISA?!"

Gabriella meringis dan dengan cepat menjauhkan ponselnya dari telinga, dia hanya bisa mengumpat tanpa suara mendapati teriakan kencang dari sahabatnya itu.

"Corra, kau bisa membuat telingaku tuli. Berhentilah berteriak seperti itu lagi, jika kau ingin tau lebih detail kejadiannya datang saja ke apartemenku, Max juga ada di sini bersama dengan Kelly."

"Hah? Okay, jika Max ada di apartemenmu aku tak merasa heran lagi, tapi Kelly? Kenapa gadis itu juga ada? Tunggu dulu Ella, ini perasaanku saja, atau memang benar suaramu kedengaran seperti orang habis menangis?"

Gabriella memutar kedua bola matanya dan berdecak kesal, sahabatnya itu benar-benar suka sekali bertanya sampai ke akar permasalahan, "Aku memang habis menangis, dasar menyebalkan! Sudahlah, sebaiknya ke sini saja jika ingin tau lebih jelas."

Tut tut tut

Lagi, Gabriella lagi-lagi memutus panggilan secara sepihak dengan Corra.
Well, kondisi gadis itu sedang dalam keadaan sedih sekarang, bagaimana bisa dia menghadapi tingkah menyebalkan dari Corra yang menurutnya sangat mengganggu?

"Gabriella?"
Suara Max yang tiba-tiba saja terdengar, berhasil membuat gadis blonde tersebut tersentak, alhasil membuatnya langsung mengalihkan pandangan ke pintu kamar yang kini ada Max berdiri di sana.

Pemuda berambut hitam itu menutup pintu kamar, kemudian melangkah mendekati Gabriella.

Max menatap intens gadis sexy di hadapannya itu, ia mengernyit dan sontak menggerakkan tangannya ke pipi mulus Gabriella, "Kau habis menangis? Ada apa?"

Gabriella berusaha tersenyum dan menggeleng, "Aku baik saja Max, tak ada apa-apa."

"Tentu ada apa-apa, karena aku melihat pria tadi setelah keluar dari kamarmu, dia kelihatan sangat marah. Sebenarnya, siapa dia Gabriella?"

"Dia ayahku Max, maafkan ayah karena telah menyerangmu tadi."
Kali ini giliran tangan Gabriella yang berada di sudut bibir Max yang terkena tinjuan Charlie tadi.

Max menggeleng, "Tak apa, hanya saja aku benar-benar tak mengerti kenapa dia menyerangku? Apa aku pernah membuat kesalahan padanya?"

Gabriella meneguk salivanya dengan susah payah, gadis itu langsung gelagapan menerima pertanyaan dari Max barusan.

Dia harus menjawab apa?
Tentu Max tak ingat dengan perbuatan membunuhnya terhadap Walter.

"Ehm, ayahku hanya...ayahku tak menyetujui hubungan kita Max."
Gabriella menggaruk pelipisnya, dan tersenyum kikuk, dia mencoba mencerna ekspresi apa yang akan ditunjukkan Max kala dia berkata seperti itu.

Setidaknya alasannya barusan bukan sebuah bualan, karena memang Charlie tadi baru saja mengatakan jika dia tak setuju jika putrinya itu mencintai Max.

Max menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa? Apa alasannya?"

"Entahlah, tapi Max, kau jangan khawatir, kita bisa meyakinkan ayah soal hubungan kita, hm?"

Max mengangguk, "Kau benar. Tapi, apa ayahmu sudah tak merestui hubungan kita sejak awal?"

Gabriella terlihat berpikir sejenak, "Y-ya begitulah."

Max menarik nafas panjang, kemudian merentangkan tangannya, "Kemarilah."
Titahnya mengisyaratkan Gabriella untuk memeluknya.

Dengan tak menunggu waktu lama, Gabriella langsung menurut dan kini sudah berada dalam dekapan hangat Max.

"Gabriella, hubungan kita akan sulit jika tanpa restu dari ayahmu, padahal aku berniat ingin segera menikahimu sayang, tapi---"

Gabriella melepas pelukannya dan menatap Max dengan mata berbinar, "K-kau, apa yang kau katakan? Kau ingin menikahiku?!"

Max terkekeh dan mengangguk, "Ya, tapi sepertinya ayahmu tak menyukaiku dan mungkin sudah memilihkan pasangan untukmu? Makanya dia sampai bersikeras menentang hubungan kita."

Gabriella menggeleng cepat, "Tidak Max, maksudku ayah tak pernah berniat untuk mencarikanku pasangan, dia hanya terserah padaku."

"Benarkah? Tapi dia sepertinya tak menyukaiku Gabriella. Bagaimana denganmu? Jika ayahmu tetap menentang hubungan kita, dan aku ingin menikahimu, siapa yang akan kau pilih? Aku atau ayahmu?"

Gabriella tersentak, namun ketegangannya tak bertahan lama dan segera tergantikan dengan senyum sumringahnya, "Tentu saja aku memilih menikah denganmu, Max!"

Max menarik satu sudut bibirnya, "Kau yakin?"

Gabriella mengangguk antusias, "Menikah denganmu adalah impianku Max. Aku sangat yakin!"

"Kalau begitu, ayo kita melarikan diri ke rumahku dan bersiap untuk segera menikah!"

"Kenapa harus ke rumahmu?"

Max mengacak rambut Gabriella dan tersenyum hangat, "Jika kita tetap di sini, ayahmu bisa datang kapan saja dan dua orang pria bernama Eddie dan Fred itu akan mengawasimu. Bagaimana caranya kita bisa menikah dengan kehadiran mereka?"

Gabriella terkekeh, "Kau benar Max, baiklah, aku akan mengemasi pakaianku dulu untuk tinggal di rumahmu nanti!"

"Silahkan sayang."

Tbc...

Jangan tiru Gabriella yaa atas kebodohannya lebih memilih pacar dibanding orangtua😂

Tapi tapi, gimana menurut kalian? Apa pilihan kalian jika berada di posisi Gabriella?

Jawab yaa...

Btw, vommentnya yang banyak dong readers² kecew😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top