Part 42 : Missed

Do you miss me?

MAX merasa risih pada teman-teman satu selnya, Hans, Chris, dan Robbert.

Tiga orang pria yang menurut Max bisa dikategorikan sebagai 'gay' itu kini sedang mengomelinya panjang lebar dengan suara yang cukup untuk memekakkan telinga bagi siapapun yang mendengarnya tak terkecuali Max.

Maka dari itu, untuk menjaga keamanan telinganya dari suara-suara lantang teman-temannya, Max terus menyumbati kedua telinganya dengan jari telunjuk.

Padahal dirinya baru saja memasuki sel, sudah mendapat sambutan seheboh ini dari teman-temannya.

Kembali ke penjara sepertinya memang bukan ide yang bagus, tapi tinggal bersama Gabriella dan didekati dua orang perempuan sekaligus juga bukan ide yang bagus.

Lalu Max harus ke mana?

"Max, astaga aku benar-benar tak menyangka akhirnya kau kembali bersama kami di sini. Aku sudah tau kau pasti sangat merindukan kami maka dari itu kau kembali lagi ke penjara 'kan?!"
Chris berucap sambil menggoyangkan kedua bahu Max, membuat Max berdecak kesal.

"Kau tau Max? Kami di sini juga sangat merindukanmu. Syukurlah kau sudah kembali dan menemui kami lagi, apa kau tau, aku sampai tak selera makan selama kau meninggalkanku."
Timpal Hans dengan raut berlebihan, Chris yang mendengar itu cepat-cepat memicingkan matanya terhadap Hans, lalu mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Hans, "Dia berbohong! Mana ada dia tak selera makan, malah dia selalu meminta tambahan makananku dan juga Robbert, benar 'kan Robb?!"

Robbert mengangguk mantap, membuat Hans segera menepis jari telunjuk Chris di depan wajahnya, "Astaga kalian memang bodoh! Maksudku aku melakukan itu karena aku depresi ditinggal oleh Max, makanya porsi makanku menjadi tak terkontrol!"

Chris memajukan bibirnya, "Alasan saja!"

"Aku tak mencari alasan tau!"

"Itu alasan Hans!"

"Tidak!"

"Iya!"

"Tidak tetap tidak!"

"Iya, dasar sialan!"

Dan detik selanjutnya Hans dan Chris bergumul saling mencoba memenangkan pendapat masing-masing.

Robbert yang melihat itu kini menepuk pundak Max cukup keras, "Jelaskan padaku Max, kenapa kau kabur dari sini? Bagaimana kau bisa kabur? Apa ada yang membantumu? Lalu siapa yang membantumu kabur?"

Max mendengus kesal, "Aku seperti diwawancara saja!"

"Kenapa? Apa ada yang salah? Astaga Max, apa kau mendengarku? Turunkanlah jarimu pada telingamu, kau tak ingin mendengar kami?!"

"Robbert bukan begitu-..."

"Astaga Hans, Chris! Lihatlah! Max tak merindukan kita, dia bahkan menutup telinganya sedari tadi karena terganggu dengan kita!"
Teriakan Robbert sontak saja membuat Hans dan Chris yang bergumul langsung berhenti dan dengan cepatan kilat menghampiri Max.

"Max, jadi tadi kau tak mendengarkanku daritadi?!!!"
Tanya Chris sembari mengguncang bahu Max, Hans kini juga memelototkan matanya, "Kau serius Max?!!! Kenapa kau tega sekali pada kami?!"

Max langsung menurunkan jarinya kemudian mengusap wajahnya kasar, "Uh astaga! Kalian benar-benar menyusahkan! Kalian berisik sekali daritadi, makanya aku menutup telingaku karena suara kalian memenuhi sel ini! Bukan berarti aku tak ingin mendengarkan kalian, aku juga merindukan kalian, tapi kita bisa bicarakan ini dengan tenang 'kan? Jadi, tolonglah kecilkan volume suara kalian. Kalian tak ingin dimarahi petugas bukan?"

Hans, Chris, dan Robbert tertegun dengan mulut membentuk huruf 'o' mendengar penjelasan panjang dari Max, pada detik selanjutnya mereka bertiga bersorak dengan senyuman lebar lalu memeluk Max bersamaan.

"Astaga Max, akhirnya kau bersuara juga! Kami senang sekali kau masih menganggap kami dan merindukan kami! Kami menyayangimu Max! Jangan tinggalkan kami lagi ya!"
Kata Chris dan mendapat anggukan mantap dari Hans serta Robbert.

Max yang sudah terkepung dalam pelukan erat ketiga temannya hanya bisa mengangguk, "Baiklah, bisakah kalian melepaskan pelukan ini? Aku ingin istirahat aku lelah sekali."

Chris, Hans, dan Robbert dengan sigap langsung berlari menjauhi Max dan bekerja sama menyiapkan kursi panjang yang ada di sel untuk Max tiduri.

"Ayo Max, tidurlah!"
Perintah Hans, Chris, dan Robbert hampir bersamaan.

Melihat hal itu membuat Max tersenyum tulus, "Kalian memang aneh."

•••

Garrison tampak menghela nafas panjang kala menyudahi pembicaraan lewat telepon dengan Chiefnya.

Dia baru saja sampai ke kantor polisi dan langsung mendapat panggilan telepon dari Charlie.
Pembicaraan mereka tentu saja membahas narapidana yang baru saja ditemukan, Max Maxwell.

Dari nada bicara Charlie tadi, Garrison sudah bisa menyimpulkan ketuanya itu emosi dan mendesaknya untuk segera melakukan hukuman mati pada Max.

Garrison bersyukur dirinya dilarang Gabriella untuk tak memberitahukan percobaan pembunuhan pada gadis blonde itu oleh Max.
Jika Garrison memberitahu hal itu pada Charlie, tak dapat ia bayangkan apa yang akan dilakukan Chiefnya itu pada Max.
Mungkin dia akan langsung menyuruh Garrison melakukan hukuman mati sekarang juga, atau lebih parah, Charlie sendiri yang akan membunuh Max dengan tangannya.

Garrison masih bingung kenapa Max mencoba membunuh Gabriella?
Lelaki bermata hazel itu sudah menghabisi nyawa Walter, dan sekarang ia ingin membunuh kakak dari Walter juga?

Garrison mulai mengira mungkin Max punya dendam yang begitu dalam pada Walter hingga menyebabkannya membunuh adik dari Gabriella itu, mungkin tak puas dengan hanya membunuh Walter, Max kini mengincar keluarga Brown dan sasarannya kali ini adalah Gabriella.

Entahlah, Garrison terlalu pusing untuk memikirkan semua ini.
Daripada memikirkan itu, lebih baik ia mengingat kejadian menyenangkan saat Gabriella mengecup pipinya tadi.

Mengingat hal itu, membuat Garrison kini memegangi pipi kanannya yang bersemu.
Tanpa sadar dirinya melengkungkan sebuah senyuman yang ia rasa tak bisa dilepaskan.

Ah, dia memang benar-benar jatuh cinta pada Gabriella.

***

"Kelly? Kaukah itu? K-kau membesukku?"
Max mengerjapkan matanya berulang kali menatap Kelly yang kini bangkit dari duduknya.

Kelly tersenyum, mata emeraldnya terlihat berkaca-kaca, langsung saja gadis itu menghambur memeluk Max, "Ya, aku sangat merindukanmu Max!"

Max membalas pelukan erat Kelly, "Aku tak menyangka kau akan berkata begitu sayang."

Kelly melepas pelukannya, kemudian mengerucutkan bibirnya membuat Max gemas, "Kenapa berkata begitu? Kau tak suka dengan kedatanganku?!"

Max menggeleng cepat, lalu menciumi puncak kepala Kelly lama, "Tentu saja aku suka, karena aku juga sangat merindukan kekasihku yang manis ini."

Kelly terkekeh, "Dasar! Ah ya! Aku juga membawa Blacky, itu dia!" Max mengikuti arah telunjuk Kelly dan mendapati kucing hitamnya itu sedang berbaring sambil terus menatap ke arah Max, seolah mengerti sebentar lagi akan bertemu dengan pemiliknya.

Namun, saat Max akan beranjak menghampiri Blacky, kucing hitam berbadan besar itu langsung berlari menjauhi Max.

"Blacky?! Hei, tunggulah!"
Max yang melihat itu langsung ikut berlari mengejar Blacky.

"Blacky! Blacky!"

"BLACKY!"
Teriakan Max barusan berhasil membuat Hans, Chris, dan juga Robbert langsung menghampiri pemuda bermata hazel tersebut.

"Ada apa Max? Apa kau memimpikan kucingmu?"
Tanya Robbert, namun tak dijawab oleh Max yang kini memposisikan tubuhnya menjadi duduk.

Max mengusap wajahnya, "Sial! Ternyata hanya mimpi."

"Max? Kau baik-baik saja 'kan? Kenapa kau terlihat marah?"
Tanya Chris sembari memiringkan kepalanya.
Max menghela nafas kemudian tersenyum tipis, "Aku tak apa, kalian tenanglah."

Hans, Chris, dan Robbert saling berpandangan sejenak kemudian menganggukkan kepala mereka, setelah itu kembali pada tempat mereka masing-masing seperti sedia kala.

"Kelly merindukanku?," Max tergelak kecil, "mana mungkin ia merindukanku. Yang ada hanya akulah yang merindukannya dan juga Blacky."

Max kembali mengusap wajahnya, mata hazel Max tiba-tiba saja menangkap ada sesuatu di tangannya.

Sebuah bulu mata.

Max mengusap bulu mata yang ada di tangannya itu.
Bulu mata itu Max yakini berasal dari matanya sendiri.

"Katanya, jika bulu mata seseorang jatuh, maka ada yang merindukannya."
Gumam Max pelan, sambil terus memperhatikan bulu mata di tangannya.

"Mungkinkah kau juga merindukanku, Kelly?"

Tbc...

Pendek ya?

Maafdeh😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top