Part 23 : (Distance) Max & Blacky

MAX mendudukkan dirinya sembari menunduk dengan tangan bersangga di lutut.

Dirinya bersama dengan Robbert, Chris, dan Hans baru saja diomeli oleh petugas polisi yang memiliki mata berwarna biru es yang mengintrogasinya beberapa saat yang lalu.

Max benci ini,
padahal dia berpikir pak tua Robbert itulah yang salah karena membuat emosinya tersulut, tapi gara-gara dirinya akan memukul wajah pria tua itu, polisi langsung membuka sel mereka dan melerai keduanya dengan kasar.
Sedangkan Chris dan Hans yang juga melerai, sudah tak mempan baginya dan juga Robbert.

Seharusnya ia tak berada di sini.
Ya,
jika saja kekasihnya----Kelly tak mengungkapkan perbuatannya ketika gadis itu ditunjuk menjadi saksi, maka dia sekarang akan merebahkan diri di kasurnya yang empuk seraya bermain-main bersama Blacky.

Tunggu dulu,

Blacky...

Max langsung mengangkat kepalanya dan bergegas bangkit dari duduknya, pemuda itu kelihatan gelisah dan kini dirinya sedang menepuk-nepuk jeruji besi yang menghalangi dirinya untuk keluar.

"Petugas! Petugas!"
Teriak Max cukup kencang, yang berhasil membuat Robbert, Chris, dan juga Hans ikutan menghampiri pemuda bermata hazel tersebut.

"Ada apa? Apa kau baik-baik saja?"
Tanya Chris memegang sebelah pundak Max, namun Max kelihatan tak menggubris pertanyaan lelaki blonde di sebelahnya.

"Petugas! Petugas! Cepatlah!"

Seorang petugas polisi bergegas berlari kecil menghampiri sel Max dengan wajah kusut, seperti habis bangun tidur.

"Kucingku! Kucingku! Bawa kucingku kemari!"

Robbert, Chris, dan Hans sontak saling berpandangan satu sama lain mendengar penuturan dari Max.
Sedangkan si petugas tadi langsung melongo disertai dengan alisnya yang bertaut.

"Apa maksudmu?"
Polisi itu mengatupkan mulutnya, kemudian mengucek matanya pelan.

"Dasar bodoh! Kau tak dengar?! Kubilang cepat bawa kucingku ke sini! Dia bisa mati kelaparan karena tak ada yang memberinya makan!"

"Berani-beraninya kau menggertakku?! Kau pikir kau siapa, hah?! Memangnya ini kantor polisi milik ayahmu dan kau bisa menyuruhku seenaknya? Sialan! Kau merepotkan saja!"
Gerutu si polisi dan akan beranjak dari posisinya, namun dengan secepat kilat Max menahannya dengan menarik lengan seragam polisi itu lewat celah jeruji penjara tersebut.

"CEPAT BAWA KUCINGKU! DIA BISA MATI KELAPARAN JIKA DIBIARKAN!"

"DIAM KAU! TUTUP MULUTMU DASAR PEMBUNUH!"
Teriak polisi yang memiliki rambut coklat tak mau kalah, tiba-tiba saja seorang polisi lainnya datang, polisi yang mengintrogasi Max.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

"Garrison, dia merengek ingin kita membawakan kucingnya di sini."
Adu polisi yang bertengkar bersama Max, kepada Garrison.

Garrison memandang Max, "Dengar, kau itu tahanan di sini, kau baru masuk ke sini tapi sudah membuat keributan sebanyak dua kali. Sekarang diamlah dan kembali duduk Max Maxwell, tak akan ada yang mengambilkan kucingmu itu, jika kau membuat keributan lagi kami tak akan segan-segan memberimu pelajaran."
Ucap Garrison dengan tegas, kemudian mengajak temannya yang tadi segera meninggalkan sel itu.

"Sialan! Blacky-ku, dia pasti kelaparan sekarang, jam 3 siang adalah jam makannya..."
Max terduduk bersandar pada dinding, pemuda itu benar-benar kelihatan gelisah dan khawatir.

"Astaga, kau benar-benar pecinta kucing ya, Max?"
Tanya Chris kemudian ikut duduk di sebelah Max, namun Max tak menjawab pertanyaan pria itu dan menundukkan kepalanya.

Hans juga melakukan hal yang sama dengan Chris, yaitu ikut duduk di sebelah Max, tangan Hans bergerak menepuk pundak pemuda bermata hazel tersebut.

"Tenanglah Max, tak ada yang bisa kau lakukan sekarang. Aku percaya Blacky--kucingmu itu akan baik-baik saja."

"Bagaimana bisa baik-baik saja?! Tak ada yang memberinya makan, dia bisa mati!"
Bentak Max, matanya sudah berair siap mengeluarkan air mata, membuat Chris dan Hans tertegun sesaat.

"Aku tau, tapi apa kau tau jika kucing adalah binatang pintar, dia bisa mencari makanan di mana saja jika kelaparan."
Tambah Hans berusaha membujuk pemuda berambut hitam itu, dia seperti membujuk seorang anak kecil yang sedang merengek ingin dibelikan mainan.

"Apa benar begitu?"
Tanya Max memastikan, setetes air mata sudah jatuh di pipinya.

"Ya, tentu saja!"
Kini giliran Chris yang menjawab, pria blonde itu tersenyum hingga menampakkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Dasar cengeng!"
Olok Robbert yang kini juga sudah mendudukkan dirinya agak jauh dari Max, Chris, dan Hans.

Max menatap tajam Robbert, membuat Chris dan Hans paham akan situasi yang terjadi di antara dua pemuda itu, langsung saja Chris dan Hans memeluk Max secara bersamaan dan mengelus puncak kepala dan punggung pemuda berambut hitam tersebut, "Sudah Max, jangan pedulikan dia, dia hanya pria tua yang berlagak ketus, padahal sebenarnya dia lembut kok."

"Ya, itu benar, sekarang tenanglah, kami semua akan menjadi temanmu mulai sekarang, hm?"
Sambung Chris melanjutkan perkataan Hans sembari terus mengelus punggung Max, sedangkan Hans tak henti-hentinya mengusap kepala Max.

Robbert yang bisa mendengar itu dengan jelas, hanya bisa merasa jengkel dan menahan emosinya, "Kalian keterlaluan!"

|•|

"Blacky, kenapa kau tak mau makan? Biasanya saat aku tinggal bersama Max, aku juga yang memberimu makan, bukan?"
Tanya Kelly masih terus berusaha menyodorkan piring kecil berisi dua ekor ikan matang pada Blacky, berharap kucing itu memakannya, tapi tidak, kucing tersebut kelihatan menolak dan tak ingin makan apapun.

"Apa kau merindukan Max?"

"Meong~"
Balas Blacky membuat Kelly mengelus kepala kucing hitam itu, dan mendesah.

"Max meninggalkanmu karena ulahku, apa kau marah padaku?"

Blacky hanya menggoyang-goyangkan ekornya. Kucing itu kelihatan lesu dan langsung membaringkan tubuhnya.

"Maafkan aku Blacky, sekarang makanlah kumohon. Jika kau tak makan, Max akan memarahiku."
Ucap Kelly lagi, namun Blacky tetap saja masih baring tak mempedulikan gadis manis itu.

Kelly menatap Blacky nanar.
'Jujur Blacky, aku juga tak mengerti kenapa aku melakukan hal itu terhadap Max.'

"Kelly?"
Sebuah suara berhasil membuat Kelly tersentak, dan mendapati Varel yang kini sudah di sampingnya.

Kelly menaikkan sebelah alisnya, Varel lalu menggendong Blacky, dan mengusap kucing besar itu.

"Dia tak mau makan ya? Aku yang akan memberinya makan, pasti dia mau, kau tenang saja."
Ujar Varel lalu mengarahkan piring tadi di mulut Blacky, namun kucing itu tetap saja menggerakkan kepalanya ke arah lain, membuat Varel meletakkan kembali piring tersebut lalu mengangkat kucing itu menghadapnya.

"Kau kenapa, hm?"

"Meong~"
Balas Blacky lalu dengan cepat mencakar pipi milik Varel dan segera beranjak pergi ketika Varel refleks melepaskannya.

"Sial! Apa-apaan ini!"
Varel menyentuh pipinya yang tergores dan berdarah sedikit, begitu juga dengan Kelly yang langsung menghampiri pemuda itu.

"Varel, kau tak apa?"

"Aku ingin kau buang kucing itu, sekarang aku yang dicakar, besok-besok mungkin saja kau yang akan jadi korbannya."

"Blacky bukan kucing pemarah seperti itu, selama ini saat dia bersamaku juga tak apa-apa, malah dia terlihat menurut. Mungkin dia hanya merindukan Max."

"Aku tak peduli, dia bisa saja melukaimu Kelly!"

"Blacky tak akan melakukan itu! Aku juga tak mengerti kenapa hanya padamu dia kesal."

Varel menghela nafasnya, "Baiklah, terserah, aku hanya takut kau terluka, sayang."

Varel tersenyum tipis lalu bergerak memeluk kekasihnya itu, "Aku mencintaimu Kelly, apa kau juga masih mencintaiku?"

"Ya."

"Bagus, tunggu dulu, aku punya sesuatu untukmu."
Varel melepaskan pelukannya dan merogoh sebuah kotak kecil berbentuk hati dan berwarna merah di saku celananya.

"Aku ingin kau menjadi tunanganku, selama ini aku hanya mencintaimu Kelly, maukah kau menerimaku?"
Varel membuka kotak tersebut dan memperlihatkan dua buah cincin perak yang terkesan sederhana.

"Varel, a-aku..."

"Ada apa? Apa kau tak ingin menerimaku, dan membawa hubungan kita ke jenjang yang lebih serius?"

"Bukan begitu, jujur, aku juga masih mencintaimu, tapi...apa ini tak terlalu cepat?"

"Cepat apanya? Kelly percayalah padaku, aku tak akan mengecewakanmu lagi."

"Ya, baiklah, aku mau."
Jawab Kelly sembari tersenyum tipis, membuat Varel bersorak dan langsung memasangkan cincin tadi di jari manis Kelly, begitu juga sebaliknya.

"Aku mencintaimu."
Pemuda tampan berambut pirang itu langsung mengecup kening Kelly lama, kemudian menatap gadisnya itu dalam.

"Aku juga, rel."
Balas Kelly, membuat Varel tersenyum lembut dan langsung memagut bibir merah milik Kelly dengan cepat dan agresif.

Kelly mendorong dada bidang milik Varel, membuat ciuman agresif itu terlepas.

Varel mengernyitkan dahinya, "Ada apa sayang?"

"K-kau...kau terlalu kasar rel."

"Kasar?,
Varel terkekeh,

...jangan menggodaku sayang, biasanya ciumanku juga seperti itu."
Lanjut Varel dan segera menciumi bibir Kelly dengan ganas lagi, dan tangan pemuda itu kini bergerak meremas bokong milik gadis bermata emerald itu.

Kelly sontak saja mendorong Varel lagi, namun kali ini cukup kuat, "Hentikan!"

"Kelly..."

"Maaf, aku hanya ingin kau mengontrol nafsumu, rel. Sekarang pulanglah, sudah sore."

"Maaf Kelly aku-..."

Kelly berusaha tersenyum, "Aku baik-baik saja. Tenanglah, sekarang pulanglah."

Varel mengangguk dengan perasaan kecewa, "Baiklah, aku pamit ya."

Dan setelah mengatakan itu, Varel menghilang dari kamar Kelly.

'Apa ini? Kenapa aku merasa asing dan tertekan terhadap ciumannya? Varel tak seperti Max, saat bersama Max aku malah menikmatinya. Astaga! Apa lagi ini?!'

Tbc...

Kasian Varel udah dicakar Blacky eehh taunya malah diusir Kelly juga, huehehehe :3

Max dan Blacky sama-sama galau kasian 😢

Siapa yang seneng Kelly tunangan sama Varel?

Atau...
malah gak ada yang seneng, tapi sedih sama kaya aku?😭

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹

Regards,
MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top