Part Empatbelas
Cinta memang tak tahu kapan datangnya, dan berlabuh pada siapa. Cinta juga bisa menyakitkan, bisa juga membuat berdebar tak karuan.
Apa arti cinta? Dan di mana sosoknya? Apakah cinta itu terlihat di mata, apakah cinta itu bisa digenggam. Atau hanya khayalan semata?
Sebenarnya Lavina tak tahu, apa itu defisini cinta yang sesungguhnya. Lavina tak mengerti makna cinta itu seperti apa.
Jika berdebar dan salah tingkah bisa diartikan cinta, mungkinkah saat ini ia mencintainya?
Lavina termenung di dekat jendela, di mana hujan terlihat jatuh dari atas sana dengan derasnya. Ia menghela napasnya pelan saat menyadari bahwa ia sudah jatuh cinta pada Leon. Pria yang statusnya adalah suaminya.
"Jika dada ini terus berdebar karenanya, dan bisa disebut cinta? Bisakah dia mencintaiku juga?" Lavina bertanya-tanya dalam keheningan. Memikirkan, apakah Leon akan mencintainya, seperti ia mencintai Leon.
Tak ada yang menjawab pertanyaannya. Selain hujan terus berjatuhan dan Lavina menikmati angin malam membelai wajahnya.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka membuat atensi Lavina beralih ke arah pintu. Di sana ia melihat seseorang yang masuk dengan pakaian basah dan juga rambutnya.
"Lo sapa? Masuk ke kamar orang." Lavina berdiri dan menatap tajam ke arah orang itu.
Tapi tunggu, kenapa pakaiannya terlihat familiar ya? Kening Lavina mengerut kala orang itu mendongakkan kepalanya setelah mengibaskan rambut pendeknya.
Wajah itu juga terlihat familiar di matanya.
"Apa sih, Vin. Orang basah ya kasih handuk dong," kesalnya.
"Kenapa gue kasih handuk ke lo. Emang lo sapa," ketusnya. Ogah mengambil handuk.
"Istri durkaha."
Mengerjapkan matanya. Lavina sadar suara itu tak asing baginya. Mendekatinya, mata Lavina membulat saat mengetahui kalau pria di depannya adalah suaminya.
Kok beda ya.
"Leon?"
"Kamu kira sapa? Hantu?" ketus Leon. Dengan malas mengambil handuk sendiri.
"Aku kira orang lain," ringisnya. Ya gimana lagi, Leon 'kan rambutnya gondrong. Dan ini? Rambutnya pendek, rapi, dan errr terlihat beda sekali.
Leon tak menjawab karena dia masuk ke kamar mandi. Apalagi kalau bukan mandi karena kena air hujan. Tak lama kemudian Leon keluar dan mengganti pakaiannya di depan Lavina tanpa rasa malu. Memang Leon punya urat malu?
Leon hanya celana pendek tanpa atasan. Pria itu mendekati Lavina yang sudah di ranjang.
"Kamu potong rambut?" tanya Lavina ketika Leon naik ke ranjang. Ia menatap penampilan Leon berubah.
"Iya, gimana? Tambah ganteng, 'kan?" Alis Leon naik turun. Menunggu Lavina memujinya.
"Iya, ganteng," jawab Lavina jujur. Setelah mengetahui perasaannya yang awalnya bimbang lalu tersadar, Lavina ingin membuat Leon mencintainya.
Tapi, apakah bisa?
Apakah bisa membuat pria di depannya ini mencintainya?
Leon terkekeh, dengan gemas mengecup bibir Lavina. Awalnya hanya sebuah kecupan saja, sebelum berganti ciuman membara. Apalagi cuacanya begitu mendukung untuk mencari kehangatan khusus yang berpasangan.
Seperti Lavina dan Leon saat ini.
Leon mencumbu istrinya, sedangkan Lavina mengikutinya. Tangannya mengalung ke leher Leon dan memperdalamnya.
"Vin, boleh?" Leon menatap mata Lavina di sela-sela suasana yang panas. Meminta persetujuan dari Lavina.
"Iya." Lavina mengangguk, memberi lampu hijau pada Leon. Levina memejamkan matanya ketika Leon mencumbunya lagi.
****
"Kenapa potong rambut?" tanya Lavina penasaran. Karena menurutnya, rambut gondorong Leon sudah sebahu dan pastinya lama, 'kan ketika memanjangkannya.
Lavina pikir, Leon suka rambut panjang.
"Apa jelek?" tanya balik Leon sambil mengaca dilayar ponselnya. Tapi tidak kok, Leon malah merasa ketampanannya bertambah berkali-kali lipat. Bahkan, wajahnya lebih muda dari pada saat rambutnya ia panjangkan.
"Gak kok kalo jelek." Lavina menggelengkan kepalanya. Lavina ingat, kapan terakhir kali ia melihat rambut Leon yang pendek seperti ini. Saat mereka masih menengah atas. Setelah lulus, Leon memanjangkannya.
"Iya sih, aku lihat malah makin ganteng," narsis Leon dan Lavina pura-pura muntah mendengarnya. Meski tak bisa dipungkiri itulah kenyataannya. Leon makin bertambah tampan.
Lavina takut akan banyak yang menyukai suaminya ini.
Bolehkah ia merasakan ketakutan?
Meski awal menikah dengan Leon karena terpaksa. Dan juga ia meminta cerai agar jadi janda. Nyatanya sekarang Lavina tidak mau begitu lagi. Lavina tidak ingin jadi janda muda. Mana sudah dibobol lagi.
"Yaelah, Vin. Puji suami juga pahala loh," ujar Leon saat melihat Lavina mengejeknya. Gemas rasanya Leon pada Lavina, jadinya tangan Leon menarik hidung mancung Lavina.
"Iya-iya, yang ganteng. Suami siapa sih ini." Lavina menangkup kedua pipi Leon dan menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan. Bahkan sesekali menarik kedua pipi tersebut dan tertawa melihat wajah konyol Leon.
"Suami Lavina Puspita Prakasa," sahut Leon melepas tangan Lavina dari kedua pipinya lalu menggenggamnya.
Wajah Lavina merona mendengar ucapan Leon. Astaga, kenapa jantungnya bertalu-talu. Lavina takut Leon mendengar detak jantungnya yang berdetak hebat.
"Apa sih." Lavina merona dan merebahkan diri dan membelakangi Leon. Jangan sampai Leon mendengar detak jantungnya dan melihat wajahnya yang memerah. Bisa-bisa ia diledek.
Merasakan pelukan dari belakang. Lavina memejamkan mata merasakan kehangatan di sana. Pelukan Leon memang terasa nyaman. Jujur saja Lavina menyukainya.
"Leon."
"Hm?"
Lavina membalik badannya dan mereka saling menatap. Tangan Lavina mengelus rahang Leon yang terdapat bulu-bulu halus di sana. Bahkan Leon memejamkan matanya menikmati elusan tangan Lavina di rahangnya.
Mata Lavina menatap takjub jakun Leon yang terlihat seksi dan ingin mengecupnya.
Hah?
Apa?
Mengecupnya?
Lavina menggelengkan kepalanya ribut. Bagaimana bisa ia memikirkan hal seperti itu. Bisa-bisanya ia mau mesum.
"Kamu kenapa?" heran Leon melihat tingkah Lavina.
"Gak papa," jawabnya dan memilih memeluk Leon. Namun tak lama kemudian, Lavina ingin menyentuh tubuh atas Leon.
Ada apa dengannya!
"Leon," panggil Lavina pelan.
"Iya, kenapa?"
"Gak jadi."
Lavina heran dengan dirinya sendiri. Ia lebih baik memejamkan matanya dan tidur saja. Tak ingin pikiran nyelenehnya menguasai dirinya. Bisa-bisa Leon mengatainya mesum atau malah sebaliknya.
"Kenapa sih?"
"Gak kenapa-napa. Aku ngantuk aja." Memeluk Leon, Lavina mencoba untuk tidur. Sayangnya ia tak bisa, apalagi mendengar jantung Leon hampir sama sepertinya.
Leon menatap Lavina yang bersikap aneh. Ingin bicara, namun tak jadi bicara.
"Kamu kenapa, hm?" tanya Leon sambil mengelus rambut Lavina. Bahkan tangannya kini memeluk Lavina dan mengusap punggungnya.
"Gak kenapa-napa," sahut Lavina kesal.
"Ya udah kalo gitu." Leon diam tak mengajak bicara. Tak lama kemudian ia mendengar dengkuran halus di dekapannya.
"Good night my wife"
Leon mengecup pelipis Lavina, sebelum melepas dekapan mereka. Menyelimuti Lavina agar lebih nyenyak, Leon turun dari ranjang dan langsung memakai celananya. Tak lupa juga tangannya memungut pakaian di lantai lalu di masukan ke keranjang kotor.
Sepertinya malam ini hujannya sudah reda.
****
19/05/22
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top