✎ᝰ Will Expire? ⍜'ˎ-

[🥀]

Terduduk di tanah berlapis salju. Darah mengalir membasahi putihnya salju. Asap mengepul dari mulut setiap ia bernapas. Irisnya sudah mulai meredup. Apa ini akan jadi akhir hidupnya?

Insiden seminggu yang lalu itu masih berbekas di ingatannya. Sekarang ia hidup berkat pertolongan musuh.

"Kenapa kau menolong ku?"

"Wajah mu mengatakannya."

[🥀]━━━━━━━━━━━━━━━

Vampir!Fyodor × Shania
Written ©Ryou_Mars
Event ©Halu_Project
Fyodor ©Kafka Asagiri & Sango Harukawa
Shania ©Shaniasukamto

━━━━━━━━━━━━━━━[🥀]

Kakinya melangkah hati-hati takut cangkir yang ia bawa jatuh dan menumpahkan isi lantas membasahi lantai. Itu akan merepotkan untuknya yang pemalas.

Diletakan cangkir putih berukir eksentrik di atas meja, di hadapan Mars. Ia mengulas senyum dengan bangga. "Ini kopinya Kak."

Disinggung senyum kecil. "Terima kasih Nia," Di angkat cangkir ke hadapan indra pencium, menghirup aroma harum pekat sebelum di seruput. "Kopi buatan Nia memang yang terbaik di dunia."

Shania menyeringai kuda, senyum lebarnya menandakan kebanggaan dan menutupi rasa malu. "Makasih Kak Mars. Oh ya! Apa aku boleh pergi sebentar?"

"Tentu, hati-hati di jalan saat menyebrang pastikan jalan sudah kosong."

Shania mengangguk riang. "Tentu Kak!"

Shania melenggang pergi, menghilang di balik pintu dapur. Mars menatap diam isi cangkirnya. Tak biasanya Shania pergi keluar di celah istirahat. Kemana ia pergi? Mana saya tau cari tau saja sendiri.

Kaki pemilik mahkota pirang cerah ini melangkah ringan menaiki ratusan anak tangga menuju daerah yang cukup jauh dari kota. Ada rumah tua berdiri, cukup angker dan tak layar di huni.

Didorongnya pintu kayu lapuk, decitannya menyakitkan telingat. Hati-hati dirinya melangkah masuk.

"Nia."

Shania berteriak kaget, suaranya menggema ke seluruh rumah. Ia berbalik mendapatkan pria tinggi yang mengejutkan dirinya.

Shania, "JANGAN NGAGETIN."

"Maaf, ku kira orang lain."

Shania, "iya iya, nih aku bawa cemilan."

"....Tapi aku nggak bisa makan makanan manusia."

"Ya udah liatin aku makan aja."

Ada satu ruangan yang masih layak pakai di dalam rumah itu. Barang yang masih layak pun di letakan di dalam sana seperti, ranjang usang, meja dan kursi yang masih bisa di duduki.

"Oh ya Fyo kenapa nggak balik ke dunia mu aja?" tanya Shania, tangannya mengeluarkan isi kantong plastik indom*ret.

"Kau udah sembuh dan nggak ada urusan di sini," lanjut Shania. Ia menyantap keripik kentang. "Mau?"

"Aku gak lapar cuman haus."

"Nih ku bawakan botol air," Shania sodorkan a*ua.

Fyodor, "Bukan itu, kau tidak lupakan kalo aku vampir."

Shania tau siapa Fyodor. Vampir yang di selamatkan saat musim salju, jelas ia tau. Dan dia mencoba untuk lari dari fakta itu. Karna Shania bertugas membunuh kaum Fyodor. Seharusnya ia tidak menolong mangsanya, berkat simpati dan empati Shania menyelamatkan Fyodor dari maut.

"Oh iya," Cengir Shania, ia menggulung lengan baju mengekspos lengan. Ini bukan paksaan.

Fyodor, "Ngapain?"

Shania, "Katanya haus."

Fyodor mendekat, iris merahnya menatap lengan Shania sejenak lalu beralih ke parah ayu.

"Tutup mata."

"...Ok."

Di balik kelopak mata ia meraba-raba apa yang dilakukan sang pria. Terasa tangan melewati daun telinganya, sepertinya menyingkirkan anak rambut yang jatuh. Dia berjengit merasakan sesuatu yang menggelitik ceruk leher. Seperti hembusan, ada sentuhan halus juga. Dan tangannya pegal.

"Anj—"

Merasakan sakit dilehernya, seperti jarum suntik yang menacam lalu menyedot darahnya. Menggeliat di tempat merasakan rasa sakit itu. Shania meremas tangan sekuat yang ia bisa. Ia akan menangis jika rasa sakit ini masih berlanjut.

"Gochisou sama deshita." Fyodor menjilat bibir.

Iris emas membuka, ada air di pelupuk matanya. "Sakit goblok! Dah ah! Mo pulang!"

Shania beranjak dari bangku. Dia pergi dengan langkah di hentakan mengatakan dirinya sedang kesal.

"Manis." Darahnya.

[🥀]

Mars, "Nia, apa kau terluka saat bertugas?"

Shania berjengit, ia spontan menyentuh leher yang berbalut kain kasa. "Iya Kak."

"Jangan sampai terluka lagi yah," Mars mengelus lembut pucuk kepala Shania. "Kau yang cantik dan rapuh tidak boleh ada goresan."

Hitam obsidian menatap intens iris emas. Shania bergidik, ia tak pernah ditatap seperti ini oleh sang Kakak. Ada sesuatu yang selama ini tersembunyi.

[🥀]

Dihari berikut-berikutnya, Shania berkunjung lagi ke rumah tua yang menjadi rumah sementara Fyodor. Entah bagaimana menjadi kesehariannya.

Ia menghela napas, tak ada yang spesial segalanya lewat seperti biasa. Hanya perasaannya mulai aneh setiap bertugas menjadi algojo para vampir.

Di dunia ini hitam dan putih seimbang. Musuh dan kawan selalu ada untuk menjaga keseimbangan itu. Sama seperti peranya untuk menjaga dunia manusia musnah. Itu tugas mulai baginya sebelum bertemu Fyodor sekarang, ia merasa seperti pembunuh setelah bertemu Fyodor,  Shania semakin lama berpikir apa pekerjaanya itu tepat?

Bagaimana pun juga, mereka, para vampir, makhluk hidup sepertinya.

Pintu rumah itu masih saja membuat ngilu kala di buka. Langkahnya berhenti setelah selesai berurusan dengan hati dan pikiran. Iris emasnya membulat dan bergetar. Shania tidak salah lihat kan? Tolong katakan padanya, apa yang harus ia lakukan.

Tangan yang bersimbah darah tersebut bergerak mencoba menggapai gadis di depan sana.

"Sha.. Nia..."

Kepala tak bisa menelan apa yang terjadi di depannya. Seperti berhadapan dengan ujian matematika membuat otaknya spontan sakit.

"Kenapa... Kak Mars?" lirihnya, getaran pada pundaknya tak kujur hilang.

Pemilik nama balik kanan. "Nia. Kita diajarkan untuk membunuh vampir bukan berteman dengan vampir. Apa kau lupa, siapa yang merebut segalanya dari mu."

Shania bergidik ngeri. Ingatan masa lalu yang sudah di bakar hangus kembali berkumpul, menyatu seakan waktu terulang. Ia menguatkan rahang, mengepal tangan lebih kuat.

Mars, "Biar ku lenyapkan yang menghancurkan dirimu."

Memang ini salah vampir yang membuat Shania menderita dan kehilangan segalanya. Namun begitu—

"Hentikan, aku kecewa pada Kakak."

—Shania tak mau Fyodor hilang juga.

"Apa yang kau katakan? Kecewa?" Iris obsidian menajam. "Padahal sudah kuberikan segalanya pada mu tapi kau malah kecewa."

"Tak ada yang meminta Kakak memberikanya dan aku juga tak memintanya. Hentikan saja main rumah-rumahannya."

"Nia, kau berniat melawan ku?"

"Ya, aku berniat."

"Sadar diri Shania, kau tidak akan menang melawan ku."

"Jika tidak dicoba tidak ada yang tau."

[🥀]

Pertarungan itu sudah berakhir cukup lama. Fyodor yang tergeletak menggerakan jemarinya. Ia yang di ujung kematian berusaha bangkit. Menyeret tubuh yang sudah mati rasa mendekat pada Shania yang tubuhnya tak bergerak.

Susah payah Fyodor untuk duduk. Menancapkan taring pada tangannya sendiri, mengumpulkan darah di dalam mulutnya mengirim lewat ciuman.

Dari garis cakrawala cahaya kemerah-merahan masuk lewat jendela-jendela yang sudah pecah. Fajar yang datang hari ini menjadi saksi kepergian gadis manis—

—sebagai manusia, dan terlahir sosok barunya.

[🥀]

"Kak Mars.
Bangun Kak."

Setelah di guncang dan di panggil berkali-kali akhirnya pemilik nama membuka mata.

Mars, "Oh Sharon? Selamat malam."

"Ini masih pagi. Kopinya kenapa gak diminum? Udah dingin tuh." Sharon mendengus. "Kakak akhir ini bersikap aneh capek aku nemani Kak Wina nugas, kali sama kakak aku bisa tenang-tenang."

"Maaf yah merepotkan kamu." Di seruputnya cairan kopi yang sudah dingin. "Pahit."

"Dah di buatkan ngelunjak."

[🥀]
.


.
.

Nggak tau nyerah dah

15 July 2022
1092 words

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top