Sakit
Felix menatap jam di atas nakas, sudah pukul dua pagi. Setelah membahas beberapa hal tentang saham bersama Velova, ia sekarang paham harus berbuat apa selain menyelidiki Candra. Ia bisa saja memanfaatkan Velova untuk menaikkan sahamnya dan berada lebih unggul dari ayahnya.
Ayahnya sebentar lagi akan mencalonkan diri sebagai presiden, akan sangat dibutuhkan jika ia mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan besar untuk memihak partai ayahnya. Ia akan mendapat nama baik, dan pada saat itu ia bisa masuk ke dalam keluarganya dan diakui oleh ibunya.
Felix melihat wajah Velova yang terlihat pucat, bibirnya mengering dan sesekali bergetar pelan, kemudian ia berinisiatif mengulurkan tangannya untuk memegang dahi Velova.
"Panas sekali suhu tubuhnya," gumam Felix.
Pria itu bangkit seraya memakai pakaian lengkapnya untuk mengambil kompres. Meskipun ia ada rasa sedikit senang melihat Velova terbaring lemah kesakitan, hati nuraninya menolak untuk membiarkan wanita itu begitu saja. Ia perlu membantunya agar dapat memanfaatkannya nanti. Jika wanita itu mati, siapa yang akan ia andalkan nanti.
Setelah beberapa menit, Felix sampai di kamar kembali dengan sebuah baskom dan handuk kecil. Sejujurnya, mendengar cerita Velova membuat rasa bencinya sedikit berkurang. Ia merasa kasihan dengan wanita itu tanpa sebab.
Felix mengangkat sedikit tubuh Velova, mengompres tubuh wanita itu yang sedikit telanjang, lalu memakaikan baju. Berulang kali Felix mengganti kompres di kening Velova sebab panasnya tidak turun-turun. Ia sempat bertanya kepada Tara yang masih di perjalanan dari acara di hotel lewat telepon perihal obat Velova. Namun, kata pelayan itu Velova tidak meminum obat apa pun. Hanya mengompresnya sedikit saja hingga panasnya turun itu sudah cukup.
Selama dua jam, Felix mengurus Velova. Untung saja ia pernah mengurus Daniel saat pria itu sakit. Jadi, ia ada sedikit pengetahuan untuk menurunkan demam.
***
Velova mengerjapkan matanya ketika merasakan terik matahari yang kini menerpa wajahnya. Ia menoleh untuk melihat jam, sudah pukul 11 siang. Mengapa ia masih berada di ruangan itu?
Velova menunduk, melihat Felix yang kini tertidur di atas lengan kananya. Tubuh pria itu sedikit membungkuk sebab hanya duduk di kursi kecil di samping ranjang.
Setelah menemukan beberapa handuk basah yang tergeletak di sampingnya, Velova baru mengingat jika semalam ia masuk angin. Sepertinya karena ia sudah lama tidak naik motor dan terkena angin malam. Jadi tubuhnya sedikit lemah.
"Hei," panggil Velova seraya menepuk pelan pipi Felix. "Apa kau benar-benar tidur? Aku haus, tolong ambilkan minum."
Felix membuka matanya, dan langsung terduduk. "Ada apa?"
"Minum," rengek Velova, satu tangannya menunjuk gelas berisi air putih di atas nakas.
Felix menghela napasnya, ia benar-benar terkejut. Sejak kapan ia tertidur di sana?
"Apa itu balasanmu setelah semalaman aku mengurusmu? Tidak ada kata terima kasih?" tanya Felix setelah memberikan segelas air kepada wanita di depannya.
"Iya, makasih," sahut Velova. "Apa perlu aku bayar?"
Felix menatap datar Velova. Apakah wanita itu berpikir uang segalanya? "Tak usah, tepati saja janjimu yang semalam."
Velova berpikir sebentar tentang janji yang ia berikan kepada Felix atas waktu yang pria itu habiskan dengannya. "Iya nanti ku urus."
Velova berjanji akan membantu Felix ikut berinvestasi di perusahaan ayahnya dengan memberikan pria itu 2% sahamnya. Setelah itu, ia akan membiarkan Felix menjalankan trading agar sahamnya semakin banyak.
"Oke, kalau begitu aku pergi dulu," ucap Felix seraya bangkit dari duduknya. Namun, langkahnya langsung terhenti tatkala tangan Velova kini menarik lengannya.
"Tunggulah sampai Tara datang, aku tidak mau sendirian," ujar Velova, setelah itu memanggil pelayannya lewat telepon.
"Kenapa? Takut?" tanya Felix seraya menundukkan kepalanya agar menatap wajah Velova. "Aku harus bekerja."
Velova menggeleng, ia tidak takut. Hanya saja, tubuhnya masih terasa sedikit pusing. Ia tidak mau pingsan dan ditinggal sendirian. "Candra pasti belum pulang, tetaplah di sini sebentar."
"Iya, iya." Felix kembali mendudukkan bokongnya di atas ranjang. Tanganya merogoh ponsel di saku celananya untuk membaca beberapa pesan yang masuk.
***
Richard menatap Felix yang baru saja masuk ke kamar setelah semalaman menghilang di tengah pesta. Meskipun ia tahu jika teman sekamarnya itu bersama nyonyanya, tetap saja ia merasa heran. Apa yang mereka lakukan hingga siang bolong begini?
Felix yang merasa risi ditatap mengintimidasi dari Richard. Ia kemudian datang ke depan cermin untuk melihat pantulan dirinya.
"Ah, iya. Aku lupa menutupinya," gumam Felix dalam hati setelah melihat tanda kecupan Velova di lehernya. Namun, alih-alih segera menutupinya, Felix malah membuka kaosnya dan memperlihatkan seluruh tanda yang diberikan Velova semalam sebelum wanita itu demam. Lagi pula, Richard sudah tahu tentang hubungannya dengan Velova. Akan baik-baik saja jika pria itu melihatnya.
Awalnya, Richard ingin menegur perihal sikap Felix yang terlalu tidak sopan itu, akan tetapi ia urungkan. Velova sudah menyuruhnya agar pura-pura tidak tahu saja tentang hubungan mereka.
"Hari ini kita ada tugas?" tanya Felix seraya memgambil handuk di cantolan.
Richard berpura-pura membaca buku agar tidak terlihat masih memperhatikan Felix. "Ada, nanti jam 3 sore," ujarnya.
"Oke," sahut Felix lalu segera masum ke dalam bilik kamar mandi.
Felix menyiram tubuhnya di pancuran air hangat, rasanya sangat nyaman seakan tengah dipijit setelah semalaman terjaga untuk merawat Velova. Bahkan kata terima kasih saja wanita itu perlu di sindir terlebih dahulu. Mungkin saja sedari kecil Velova tidak pernah belajar attitude yang baik.
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top