You 8: Scar

"Sssh.. ah!"

"Tahan. Sebentar lagi sampai. Uh."

"Sssh.. aw! Jennie pelan-pelan!"

"Maaf."

Jisoo menahan rasa sakit di area itu. Jennie terlalu cepat.

Mereka akhirnya berjalan perlahan menuju sofa ruang tamu, area kaki Jisoo yang terkilir.

"Tahan."

Jennie melepas sepatu Jisoo.

"Aaaah..." Jisoo menahan rasa sakit yang menyiksa di sekitar kakinya.

Jennie berdiri dan beranjak ke kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali, membawa sebotol minyak urut. Tanpa banyak bicara Jennie duduk di lantai, menghadap kearah Jisoo. Jennie membuka tutup botol minyak itu, lalu menyentuh kaki Jisoo dengan lembut. Ia mulai mengurutnya perlahan. Jisoo meringis menahan sakit, ia memeluk bantal sofa disampingnya erat-erat.

"Sakit?" tanya Jennie tanpa melihat Jisoo, ia hanya terus mengurut kaki Jisoo.

"Sedikit." cicit Jisoo.

Keduanya kemudian terdiam cukup lama.

"Kau belajar urut dimana? Ahli sekali." Jisoo mencoba membuka percakapan, sejujurnya ia benar-benar penasaran dengan kemampuan Jennie ini.

"Eomma."

"Dimana dia sekarang?" 

"Bukan urusanmu. Diamlah." Jawab Jennie, dingin.

Melihat mood Jennie yang sepertinya tidak terlalu baik, Jisoo berhenti bertanya.

"Sudah." Jennie berdiri dan masuk kembali ke kamarnya, ia menguncinya rapat.

***

"Dasar perempuan tidak tahu malu!" suara Appa Jennie menggema di ruangan itu.

"Kau pria tidak tahu diri! Masih saja mencari istri dan anakmu!"

Pagi itu Jennie mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Ia baru bangun tidur, padahal ini hari minggu.

"Pergi saja kau dengan selingkuhanmu itu dasar wanita j****g!"

"Baik jika itu maumu!" teriak Eomma Jennie.

 Jennie berjalan mendekat kearah pintu kamar kedua orangtuanya. Terdengar suara barang-barang dibanting ke lantai. Apa yang terjadi di dalam?

Tak lama kemudian Eomma Jennie membuka pintu dengan air mata di pipinya. Ia menyeret koper.

"Eomma? Mau kemana?"

Kedua orangtua Jennie hanya diam saja, saling menatap penuh kebencian.

"Dia bukan anakku, kan? Kau, Kim Jennie, kau bukan anakku!" Bentak Appa-nya. Jennie yang tidak tahu apa-apa hanya terpaku, ia menatap Appa-nya tidak percaya.

"Appa? Apa maksudnya?" Satu kalimat dari mulut Appa-nya tadi meluluhlantahkan isi hatinya dan mengacaukan isi pikirannya. 

"Iya! Dia bukan anakmu! Puas?!" teriak Eomma Jennie tak kalah kencangnya. 

"Appa?" Jennie mendekat, ia menyentuh lengan Appa-nya, tapi Appa-nya mendorongnya hingga Jennie terjatuh ke lantai. 

"Appa.." tangisan Jennie pecah, ia tidak dapat menahan rasa perih di hatinya kali ini.

"Eomma bohong kan?" Jennie merangkak, menyentuh kaki ayahnya.

"Enyah! Kau bukan anakku! Anakku hanyak Kim Jisoo seorang!" Appa Jennie mendorong bahu Jennie hingga ia tersungkur di lantai lalu kembali ke kamarnya dan mengunci diri.

"Eomma!" Jennie meneriaki eomma-nya yang sudah hendak membuka pintu rumah.

"Jaga dirimu, Jennie, anakku. Rumah ini milikmu." Eomma Jennie yang sedang diliputi kegelapan batin meninggalkan Jennie di rumah itu sendirian. Rumah yang terasa sangat dingin karena sudah tidak ada cinta di dalamnya.

"Huaaah!" Jennie terbangun dari mimpi buruknya. 

"Sial mimpi buruk itu lagi!" Ia memegang kepalanya.

Tak lama kemudian Jennie melangkah keluar kamar, ia hendak mengambil air minum di dapur.

Ia menghela napasnya berat, kejadian beberapa tahun silam itu menyusup kealam mimpinya dan mengingatkannya kembali pada kejadian hari itu. Kejadian yang meluluhlantahkan keluarganya. 

Tak lama kemudian ponsel Jennie bergetar. 

"Ya? Iya. Baik. Awas saja kalau tidak bayar besok."

Jennie duduk di meja ruang tamunya, mengambil beberapa kertas putih yang menganggur disana, ia mencatat beberapa hal seputar tugas yang akan dibuatnya. Tak lama kemudian wajah murungnya kembali, ia mencoret-coret selembar kertas putih yang tak terpakai. 

-I just feel like.... I'm unwanted child.-

                                       Kim Jennie

Lalu ia merobek kertas itu dan kembali ke kamarnya sambil membawa kertas-kertas lain yang sudah ia nodai dengan pena.

Seseorang muncul dan memungut sobekan kertas itu. Ia menyatukannya kembali.

"Hmmm..."

Jisoo berhasil menyatukan dan membacanya.

***
"Bagi jawabannya." Jimin dan Chanyeol mengerubungi meja Lee Dong Wook.

"Enak saja kau, bayar dulu."

"Bayar, bodoh!" Jimin menjitak kepala Chanyeol.

"Jangan panggil aku bodoh!" Teriak Chanyeol.

"Goblok!" Teriak Chaeyoung yang lewat tepat disamping Chanyeol.

"Sial! Hahaha!" Jimin tertawa puas.

"Hush! Chaeyoung!" Lisa menepuk bahu Chaeyoung, yang ditepuk hanya memberikan cengiran jahilnya.

"Kemarin dia mengataiku bodoh." Jelas Chaeyoung.

"Jadi kau membalasnya? Kekanakan sekali." Protes Lisa.

"Memang kita masih anak-anak, kan?"

"Ya iya sih tapi kan..." Lisa bingung harus menjawab apa.

"Eh itu Jisoo!" Mata Chaeyoung menangkap sosok Jisoo yang sedang berjalan sendirian.

Ia menghampirinya.

"Jisoo!"

"Chaeyoung?" Jisoo tersenyum ramah.

Deg.

Ada yang tidak beres dengan senyumnya. Kenapa senyumnya membuat detak jantung Chaeyoung berdetak dua kali lebih cepat?

"Kau..."

"Iya?"

"Kau..."

"Iya?"

Jisoo sedikit ragu mendengar pertanyaan ketiga Chaeyoung, kalau sekali lagi Chaeyoung mengucapkan kata "kau" apa ia harus memberinya payung atau piring.

"Aniya. Lupakan."

Chaeyoung hendak berjalan memutar arah. Tapi...

"Hey!" Jisoo menahan tangannya.

"Aduh jangan dipegang donk! Kan jantungku jadi tambah tidak karuan!" Jerit Chaeyoung dalam hati.

"Ada apa?" Tanya Jisoo.

"Tidak ada apa-ap-"

"Kami ingin tahu apakah benar kau tinggal bersama Jennie?"

Sebuah suara lantang dan tegas terdengar dari arah belakang Jisoo.

"Lisa?" Jisoo menatap Lisa.

"Apa benar?" Tanya Lisa.

Jisoo menunduk, ia teringat kata-kata Jennie dulu.

"Tidak. Tidak benar."

Jisoo menggeleng.

"Sudah dulu ya, aku harus kembali ke kelas."

Jisoo berpamitan pada Chaeyoung dan Lisa.

"Dia tidak akan suka jika orang-orang tahu sebenarnya kami tinggal serumah, dan... Mengetahui bahwa dia saudaraku."

Renung Jisoo dalam hatinya.

"Sepertinya satu-satunya jalan hanya mendesak Jennie." Usul Lisa.

"Kau sih, jadi dia pergi kan." Rengek Chaeyoung, meratapi kepergian Jisoo.

"Hmm?" Lisa memandang Chaeyoung dengan tatapan heran.

"Jangan bilang kau menyukainya, Chaeyoung." Ucap Lisa dalam hati.

"Ayo, kembali ke kelas. Kajja!"

Lisa menarik tangan Chaeyoung.

"Yak! Lepas!" Chaeyoung meronta-ronta, niatnya masih ingin mengejar Jisoo ke kelasnya tapi ia menurut juga pada Lisa.






 




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top