You 74: Her Feeling
"Jaga dirimu."
Jennie mencium kening Jisoo sebelum berpisah dengannya di stasiun.
Ia melihat Irene yang sudah tiba disana menggandeng tangan Jisoo.
"Hah... menyedihkan sekali harus rela melihat kekasihmu digandeng orang lain seperti ini. Apa ada yang sama denganku? Aigoo."
Irene merangkul pundak Jisoo. Dari kejauhan Jennie berteriak, tidak terima melihat perlakuan Irene.
"Yak! Irene! Lepas! Siapa yang suru kau rangkul-rangkul Jisoo!"
Teriak Jennie.
Irene dan Jisoo hanya tertawa di tengah kerumunan orang-orang yang ramai pagi itu di stasiun, bersiap kembali ke Seoul.
"Ayo."
Irene menggandeng tangan Jisoo dan memegangnya erat-erat. Jisoo balas mengeratkan gandengan tangannya. Tangan kirinya menarik lengan jaket merah yang dikenakan Irene.
Kerumunan cukup ramai pagi ini. Keduanya mencari tempat duduk mereka.
"Kenapa Jennie pindah ke Daegu?"
Mendengar itu, Jisoo pun menoleh kearah Irene.
"Ceritanya panjang."
"Dan kenapa kalian kucing-kucingan begini?"
Irene hanya bisa bingung ketika ia diminta Jennie untuk menjemput Jisoo pagi-pagi.
"Nanti akan kuceritakan dari awal."
Jisoo tersenyum tipis, ia mengusap jemari tangan Irene yang masih digenggamnya.
Entah kenapa namun perasaan Irene berubah menjadi tidak enak setelah mendengar respon Jisoo. Ia merasa akan sakit jika mendengar penjelasannya. Namun Irene tidak dapat menahannya.
"Ceritakan sekarang saja bisa?"
***
"Eomma. apa kabar?"
Tidak ada jawaban.
"Aku mau menyerah saja. Aku lelah. Aku ingin menyusul Eomma saja. Apa boleh?"
Krystal masih terdiam cukup lama di depan makam itu.
"Sejak eomma pergi dan appa menikah lagi dengan perempuan itu, aku merasa lebih kehilangan segalanya..."
Krystal melihat ke hamparan langit biru diatasnya.
"Aku tahu tidak mungkin semudah itu mendapatkan Jennie kembali. Dan aku sudah mengira kemungkinan ini akan terjadi. Tidak mungkin semudah itu. Tapi... Dia orang kedua setelah Eomma, orang yang penting dalam hidupku."
"Sama seperti Appa. Orang pertama yang terpenting baginya adalah eomma, orang kedua, wanita itu."
"Tapi aku sama seperti Appa. Melakukan apapun untuk orang yang ia puja."
Krystal tertawa.
"Lihat bagaimana Appa dimanfaatkan Eomma Jennie? Dan lihat bagaimana aku dimanfaatkan Jennie demi Jisoo?"
Seulgi yang sedang duduk diatas pohon dekat makam Eomma Krystal pun tertegun mendengarnya.
"Siapa yang taro nasi goreng disini."
Gumamnya.
"Bawang. Dasar bodoh."
"Diam kau. Mau kusebut lagi namamu tiga kali?"
Seulgi menegur arwah cantik di depannya. Arwah itu langsung menghilang.
"Ah, sudah saatnya."
Seulgi menutup buku yang sedang dibacanya. Buku siksa alam kubur. Setelahnya ia segera bergegas menuju tempat penjemputan arwah selanjutnya.
***
"Aku sudah merasa ada yang aneh, tapi tidak menyangka akan seperti ini."
Irene menunduk memandang permukaan lantai kereta yang ia naiki sekarang. Ia merasa sedih mengetahui fakta hubungan Jisoo dan Jennie yang sudah cukup jauh.
"Lalu bagaimana nantinya dengan Jennie?"
"Aku tidak tahu. Tapi aku pasti akan menyusulnya."
"Tentu saja. Kalian sudah sejauh itu."
Irene tersenyum miris.
"Tak apa jika kau membenciku. Aku tahu hubungan kami memang terlarang."
Jisoo mengusap telapak tangan Irene yang masih digenggamnya.
"Tidak. Aku hanya masih kaget saja. Bagus kau memberitahuku, Jisoo. Aku hanya merasa tidak adil saja baru mengetahui ini sekarang. Mana mungkin aku membencimu."
Irene menyenderkan kepalanya di bahu Jisoo. Tangannya masih menggenggam tangan Jisoo.
"Wow. Bagaimana kalau pacarnya yang di Daegu melihat ini ya."
Seulgi tersenyum sambil menyender di tiang dekat Jisoo. Ia melipat tangannya. Tak ada yang bisa melihatnya saat ini, seharusnya.
"..."
Namun Irene yang tidak sengaja mengedarkan pandangannya, menatap Seulgi.
"Dia...tidak melihatku kan?"
Seulgi menggerakkan kepalanya ke kiri lalu ke kanan, lalu ke kiri lagi, mengamati pandangan Irene. Lalu Irene menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa kau lihat-lihat!"
Irene yang sedang kesal karena kecewa baru mengetahui fakta hubungan Jisoo dan Jennie, tambah kesal melihat Seulgi disana. Ia pikir Seulgi tengah menggodanya, padahal Seulgi heran kenapa ia bisa terlihat oleh Irene.
Seulgi tersentak, ia segera berbalik dan pergi darisitu.
Jisoo yang sedang termenung pun terkejut.
"Irene, kau berteriak pada siapa?"
"Itu, gadis pegawai baru di supermarket dekat rumahku. Tadi itu yang jalan kesana. Dengan setelan hitamnya."
"Siapa?"
Jisoo mengedarkan pandangannya namun tidak melihat orang yang dimaksud Irene.
Setelah kabur cukup jauh, Seulgi berusaha menetralkan nafas dan detak jantungnya.
"Ba..ba..ba..bagaimana dia bisa... MELIHATKU!"
"Bagaimana bisa?!" Seulgi berbalik ke kanan.
"Aku belum pernah merasa terkejut selama 599 tahun ini!" lalu ia beralih ke kiri.
Seulgi berlari bolak balik sambil memegang kepalanya.
"Jinjja!"
***
"Aku mau bicara."
Ujar Chaeyoung yang datang ke kelas Jisoo pagi ini. Ia sendiri.
"Lisa mana?"
Jisoo tampak mencemaskan Lisa.
"Di kelas."
Chaeyoung masih tersenyum padanya.
"Tapi-"
"Tenang saja, dia tidak akan salah paham. Kalaupun itu terjadi, aku akan meyakinkannya."
"Nggg..."
Jisoo tampak ragu.
"Yasudah, tidak usah. Nanti saja."
Chaeyoung yang merasa dihindari pun berniat pamit undur diri dari hadapan Jisoo.
"Tunggu!"
Jisoo menahan pergelangan tangan Chaeyoung.
"Aku cuma tidak mau hubunganmu dan Lisa menjadi sulit karenaku, Chaeyoung."
"Aku tau. Tenang saja ya. Aku akan menyelesaikan semuanya."
Chaeyoung tersenyum, ia menepuk pundak Jisoo.
"Jadi, masih tidak mau bicara denganku?"
"Mau."
Jisoo berubah pikiran.
"Jadi mau bicara dimana?"
"Tempat biasa. Tempat yang sering kita datangi berdua."
"Oh, maksudmu diatas?"
Jisoo tertawa kecil, mengingat bagaimana dulu dia sangat dekat dengan Chaeyoung.
Chaeyoung mengangguk.
"Ayo."
Chaeyoung berjalan mendahului Jisoo.
"Iya."
Jisoo menggenggam tangan Chaeyoung ketika ia berhasil menyejajarkan langkahnya disamping Chaeyoung.
Chaeyoung menoleh pelan kearah tangannya yang sekarang sedang digenggam Jisoo dengan erat. Kemudian ia menoleh menatap Jisoo.
"Kenapa?"
Jisoo bingung dilihat seperti itu. Chaeyoung menatapnya lama.
"Tidak. Hanya sudah lama saja rasanya tidak melihatmu."
Chaeyoung tertawa kecil.
"Ya bagus. Itu artinya kau menghabiskan waktu bersama Lisa."
"Bukan menghabiskan waktu bersama Lisa, tapi menghabiskan waktu berusaha mengejar-ngejar dan meyakinkan Lisa agar dia mau kembali padaku."
Jawab Chaeyoung dalam hati.
Keduanya berbincang santai dan bersenda gurau setelah tiba di rooftop sekolah yang sepi itu. Memandang hamparan langit biru di depan mereka dan pemandangan ramai dibawah rooftop.
"Aku sebenarnya masih trauma dengan tempat ini."
Ujar Jisoo, ia sedikit menghela nafasnya dengan lelah.
"Lupakanlah. Kita sudah tidak apa-apa."
"Tapi aku nyaris kehilanganmu."
Jisoo menatap Chaeyoung dengan tatapan tajam.
"Wah kenapa aku senang ya mendengarnya?"
Chaeyoung tertawa, ia tengah menggoda Jisoo.
"Senang kalau aku kehilanganmu?"
Jisoo meninju bahu Chaeyoung.
"Ah sakit! Hahaha! Senang kau cemas begitu."
Chaeyoung menahan tangan Jisoo.
"Kau tidak tahu bagaimana cemasnya Lisa hari itu."
Jisoo melanjutkan ceritanya.
"Aku tau..."
Chaeyoung kembali mengingat saat Lisa menemaninya yang belum sadar selama berada di ruang ICU. Saat-saat dimana rohnya belum bisa kembali ke tubuhnya.
"Tapi, kita ini apa?"
"Maksudmu?"
Jisoo tampak tidak mengerti dengan pertanyaan Chaeyoung.
"Aku menyukaimu, Jisoo. Sangat."
Chaeyoung mengutarakan isi hatinya.
"Tapi aku tau dengan jelas, kau menganggapku seperti apa."
Jisoo terdiam, dia masih mendengarkan Chaeyoung.
"Kita teman. Tentu saja. Tapi maaf, aku mencintaimu."
"Maksudmu?"
"Maaf aku sengaja mencintaimu."
Chaeyoung tertawa jahil.
"Memang serba salah rasanya. Kau sudah punya Jennie, dan aku punya Lisa. Tapi aku juga memilikimu, dan kau memilikiku. Tentu saja sebagai teman. Ya kan? Kau tidak mencintaiku, kan?"
Chaeyoung sanggup menjabarkan semua kata-kata menyakitkan itu.
"Tapi kau teman pertamaku, Chaeyoung."
Jisoo merasa sedih, air matanya menggunung. Ia mengingat bagaimana pertama kali Chaeyoung menyapanya dan kemudian keduanya menjadi dekat.
"Uljima."
Chaeyoung mengusap tepi mata Jisoo.
"Aku hanya ingin bercerita sedikit. Kau cukup tau saja, Jisoo. Jangan merasa terbebani ya. Cintailah Jennie, dan aku juga akan mencintai Lisa. Tapi izinkan aku menyayangimu juga ya. Tetap seperti biasa. Oke?"
Chaeyoung menatap Jisoo. Ia masih bisa tersenyum sedangkan Jisoo sudah terisak.
"Aku tidak bisa membohongi hatiku. Tidak apa kan jika aku masih mencintaimu? Atau biarkan aku menyayangimu, seperti biasa. Kau tidak perlu membalasku."
"Maaf."
Chaeyoung menyentuh kedua pipi Jisoo dengan tangannya.
"Jangan minta maaf begitu. Kau juga pasti tersiksa."
Jisoo mengusap pipi kiri Chaeyoung, sedangkan tangan kirinya mengusap pundak Chaeyoung.
"Kemari."
Jisoo menarik Chaeyoung kedalam pelukannya.
"Maaf, tapi aku harus mengakui ini sebelum aku memperbaiki semuanya. Kau percaya kan aku bisa mengembalikan semuanya seperti semula? Maaf, tapi menghapus perasaanku padamu juga tidak mudah. Walau sekarang aku juga mencintai Lisa. Aku akan bertanggungjawab padanya. Kau percaya padaku, kan?"
"Sangat. Sangat percaya."
Jisoo mengeratkan pelukannya pada Chaeyoung.
"Aku menyayangimu."
Bisik Jisoo.
"Aku tahu."
Jawab Chaeyoung. Matanya mulai basah. Dia menahan tangisnya.
"Sudah ya, sebentar lagi masuk. Kita kembali ke kelas?"
Ajak Chaeyoung.
"Ayo."
Jisoo mengiyakan ajakannya. Ia menggandeng tangan Chaeyoung.
***
Her Feeling
Part ini menjabarkan:
perasaan krystal
perasaan irene
perasaan chaeyoung
dan perasaan terkejut seulgi
#seeyouagain
#seeyouagainaftercorona
hahaha gak ding, becanda. Itu tagar video youtube diatas.
Enak lagunya. Mash up lagu Jepang.
Dengerin pas part Chaeyoung deh, biar makin nyesek wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top