You 63: Castiel is Back
Pagi ini cuaca sungguh cerah, sinar matahari masuk melalui jendela kamar Irene, meraba tubuhnya dengan kehangatan yang terpancar.
"Aigoo jam berapa ini?"
Irene duduk lalu mengusap matanya.
"Mmmhh... Jam 6."
Ia menoleh ke sebelah kanannya.
"Jennie, palli ireona! Sudah jam 6 pabbo!"
Irene terdiam melihat kasur disampingnya sungguh rapi, tidak ada Jennie disana, hanya ada bantal, selimut, dan guling.
"Heeeh?"
Irene bangkit, ia berjalan keluar kamar. Ia berjalan ke dapur dengan gaya yang sedikit sempoyongan dan mengambil segelas air putih lalu meneguknya setengah. Ia mengamati dapur, tadi ia melewati ruang tamu.
"Eomma."
"Hmm? Mwo? Mau minta uang jajan? Belum jam 7."
Jawab Eomma Irene yang sedang menumis sayur tanpa menoleh kearah Irene.
"Aish jinjja! Bukan itu! Aku tidak melihat Jennie."
"Mwo? Benarkah? Mungkin dia di kamar mandi?"
Eomma Irene langsung berbalik melihat Irene.
"Tidak ada!"
Irene yang masih duduk di kursi meja makan menarik gelasnya lagi dan meneguk habis airnya.
"Sudah kau cari? Sini Eomma cari."
Eomma Irene mematikan kompornya.
"Eomma! Kenapa seperti ingin mencari barang begitu!"
"Palli!"
Eomma Irene melewatinya begitu saja.
"Aish jinjja!"
Irene hanya membuntuti Eommanya dengan kesal.
Mereka sudah mencari ke semua ruangan di dalam rumah namun Jennie tidak ada.
"Mungkin Jennie sudah berangkat ke sekolah?"
Tebak Eomma Irene.
"Masa dia pergi ke sekolah tanpaku!"
"Memang kau siapanya? Mungkin dia bosan pergi bersamamu."
"Eomma!"
Irene melotot kesal.
Eomma Irene tertawa setelah menjahili anaknya.
Irene kembali ke kamarnya. Ia merasa ada yang tidak beres. Bukan, bukan eommanya yang tidak beres, tapi Jennie.
Irene mengamati sekeliling kamar.
"Chakkaman, dimana tas dia?!"
Irene membongkar lemari baju. Ia menutup mulutnya karena terkejut melihat seluruh baju Jennie lenyap.
"Jennie kabur? Tidak. Ini tidak mungkin. Apa dia kembali? Tapi tidak mungkin. Bagaimana ini."
Irene berpikir sambil keliling kamar, memikirkan semua kemungkinan yang terjadi atas menghilangnya Jennie pagi ini. Sebelumnya ia sudah mengetahui penyebab Jennie pergi dari rumahnya.
"Jisoo."
Irene menjentikkan jarinya.
"Aku harus ke sekolah."
Ia bergegas bersiap-siap. Tepat ketika ia ingin mengambil ponselnya diatas nakas, ia melihat beberapa carik kertas diatas meja.
"Apa ini?"
Irene penasaran melihat kertas-kertas itu ditambah ia tak merasa pernah menulis sebelumnya dan ia tidak mengenali gurat coretan di halamannya. Bukan gaya tulisannya.
"Irene, tolong jaga Jisoo.
Kupercayakan dia kepadamu.
Jangan biarkan dia didekati Chaeyoung.
Kau tahu sendiri kan dia sudah bertunangan?
Aku tidak bisa tinggal disini.
Krystal tidak akan mengganggunya lagi, tenang saja.
Pihak sekolah sudah tahu tentang kepergianku dan akan dirahasiakan.
Tapi kau harus selalu didekatnya untuk berjaga-jaga.
Jangan biarkan Jisoo sendirian.
Berikan jaketmu kalau dia kedinginan.
Kalau jalan berdua dengannya tolong biarkan dia di sisi yang aman. Aku tidak mau dia tertabrak atau tersenggol."
Irene berhenti sejenak membacanya.
"Jadi maksudmu tidak apa-apa aku yang ditabrak?"
Ia melanjutkan membaca surat itu dengan wajah sebal.
"Mungkin setelah ini kau akan sedikit kerepotan.
Tapi tolong tenangkan dia.
Buat dia melupakanku.
Kau bisa kan?
Maaf aku merepotkanmu lagi.
Aku tidak tahu kapan aku akan kembali.
Aku tidak bisa menjelaskan keadaanku saat ini.
Tapi tolong tetap berada di sisinya.
Jangan biarkan dia melakukan hal yang bisa merugikan dirinya sendiri.
Kau paham kan?
Kalian akan satu kelas tahun depan. Aku sudah minta tolong Krystal.
Duduklah bersamanya saat itu.
Aku tidak tahu apakah aku memberimu kesempatan atau apa
Terserah, tapi tolong jaga dia.
Aku tidak tahu harus mengandalkan siapa.
Kau menyayanginya kan?
Dia selalu bercerita tentangmu atau tentang Chaeyoung kepadaku.
Tapi jujur saja aku lebih percaya padamu daripada Chaeyoung.
Jadi tolong jaga dia selama aku pergi.
Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa minta tolong pada anak buahku.
Mereka semua akan membantumu.
Jangan biarkan Jisoo sakit atau kelaparan.
Rawat dia. Paham kan?
Hubungan kalian selama aku pergi, bukan urusanku.
Kuserahkan sepenuhnya pada Jisoo.
Jadi tolong jaga dia dan tetaplah bersamanya."
"Irene sudah waktunya berangkat ke sekolah."
Suara Eommanya memanggil. Irene melipat halaman pertama surat itu.
"Aish jinjja! Bisa mati aku kalau begini ceritanya. Aigoo!"
Irene membayangkan kekacauan yang akan terjadi selanjutnya.
***
"Jisoo, kau sudah tahu Jennie pergi?"
"Mwo? Kemana?"
Jisoo mematung dengan wajah terkejutnya.
"Aku tidak tahu. Dia hanya meninggalkan surat. Tadi pagi saat aku bangun dia sudah tidak ada. Tapi sepertinya pihak sekolah sudah mengetahui-"
Jisoo segera berlari meninggalkan Irene.
"Jisoo tunggu!"
Irene gusar, ia tidak bisa menjelaskan yang terjadi pada Jisoo. Ia menyesal tidak menjelaskannya dengan baik sehingga terjadi kekacauan seperti ini.
"Kenapa kau biarkan dia pergi?!" Jisoo membentak Krystal.
"Bukan urusanmu!" balas Krystal dengan nada bentakan yang tidak kalah kuat dari Jisoo.
Irene bahkan pusing memisahkan Krystal yang sedang bersitegang dengan Jisoo.
"Maaf Jennie, aku hanya bisa membuntutinya. Dia tidak bisa ditahan."
Irene masih diam mengamati dua gadis di depannya.
"Tentu saja ini urusanku! Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Jennie diluar sana?! Kau bisa apa?!"
Jisoo menarik kerah baju Krystal, entah ia mendapat keberanian darimana.
"Kau kira hanya kau saja yang cemas?! Kau kira aku tidak cemas melihat orang yang kucintai pergi begitu saja? Dia bahkan tidak pernah membalas perasaanku!"
Krystal menarik kasar tangan Jisoo, melepas tarikan tangan Jisoo di kerah bajunya.
Murid-murid yang lewat daritadi sekarang tidak hanya lewat namun sudah berkerumun menonton.
"Aku dan Jennie sudah memiliki perjanjian resmi! Itu semua atas permintaannya sendiri! Aku hanya membantunya! Kalau kau tidak percaya ikut aku!"
Krystal menarik tangan Jisoo.
"Aduh bagaimana ini?" Irene panik.
"Krystal!"
Sebuah suara menghentikan langkah Krystal.
"Lepaskan."
Chaeyoung menatap Krystal dengan tatapan tajam.
"Minggir. ini bukan urusanmu." Krystal menatap Chaeyoung dengan dingin.
"Kubilang lepaskan ya lepaskan!"
Krystal diam sejenak. Ia memejamkan matanya lalu menghembuskan napasnya dengan berat.
Krystal beralih menatap Jisoo, melepaskan pegangan di tangan Jisoo.
"Ikut aku ke ruanganku kalau kau ingin tahu jawabannya sekarang."
Setelahnya ia bergegas pergi berjalan meninggalkan semua orang yang berdiri disana.
Jisoo langsung membuntuti Krystal tanpa berkata sepatah katapun, ia juga melewati semua orang begitu saja.
"Jisoo!"
Chaeyoung hendak menahan Jisoo namun Irene sudah menahan tangannya duluan.
"Jangan. Biarkan mereka pergi."
Chaeyoung yang masih bingung hanya dapat menatap Irene.
"Ada apa ini?"
"Kau tunggu ya. Kami akan kembali. Aku kesana dulu."
Irene menyusul Jisoo.
***
"Ini surat perjanjian yang ditandatangani Jennie. Dia menarik semua uang beasiswanya di tahun ini dan selama setahun ke depan. Sudah paham kan sekarang?"
Krystal bersandar pada sofa sambil menyilangkan kakinya. Sebelah tangannya mengurut keningnya. Jisoo hanya menatapnya datar, ia sudah membaca isi perjanjian itu dimana isinya Jennie sudah mengambil semua haknya dan semua tanggung jawab pihak sekolah sudah selesai.
"Dia pindah kemana?"
"Aku tidak tahu." Krystal menjawab acuh tak acuh.
Jisoo menatap meja di depannya, pikirannya menerawang jauh.
"Kalau kau sudah paham, kau boleh keluar sekarang." usir Krystal.
"Kau benar-benar tidak menyembunyikan sesuatu?"
"Kau kira aku bisa apa? Aku tidak bisa apa-apa, kan?" Krystal membalik perkataan Jisoo saat di koridor tadi.
Mendengar itu Jisoo bergegas keluar dari ruangan itu.
Krystal memandang keluar jendela, ia menghela napasnya dengan keras.
"Maaf aku harus berbohong padamu."
Tentu saja Krystal tahu segalanya, ia mengorek habis Jennie dengan berbagai pertanyaan sebelum mereka menandatangani kesepakatan itu. Tentang kepergiannya, rencananya, masalahnya, dan tentang cintanya yang tak pernah terbalaskan oleh Jennie.
***
Jisoo menatap selembar kertas yang diberikan Irene dengan wajah datar.
Ia sedang di sendirian di rumah sekarang, namun mengetahui bahwa Jennie mengilang setelah di malam sebelumnya mereka menghabiskan waktu berdua tanpa membahas ini cukup membuat Jisoo terpukul.
"Apa kubuang saja."
Jisoo hendak membuang kertas itu. Dia benar-benar tidak dalam keadaan mood yang bagus.
***
"Maaf Jennie, aku hanya bisa menemaninya dan mengantarnya. Dia diam saja seharian ini."
Ujar Irene dalam hatinya. Ia sedikit merasa gagal melihat kondisi Jisoo sekarang.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top