You 6: Fortune Teller and Black Shadow
Mereka melewati banyak stan di lapangan tapi Jisoo tidak berminat untuk membeli makanan apapun, membuat Chaeyoung sedikit tersiksa karena Jisoo menolak berbagai makanan yang ia tawarkan. Chaeyoung jadi tidak bisa makan karena dia tidak mau makan semuanya sendirian. Seseorang menepuk pundaknya.
"Kau kemana saja?!"
"Lisa?"
"Kami mencarimu daritadi tau! Malah pergi tanpa bilang-bilang, dasar bodoh."
"Kan di chat bisa? Telepon?"
"Ponselmu mati." Lisa melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ah masa sih?" Chaeyoung merogoh saku rok seragamnya, mengambil sebuah benda yang sudah menjadi separuh nyawanya itu.
"Eh iya, hehe. Maaf."
"Bodoh." Lisa memutar matanya malas.
"Eh iya, Jisoo ini-" Chaeyoung menoleh ke belakang, ia mencari sosok Jisoo yang sekarang entah dimana.
"Jisoo?"
Chaeyoung menyebut namanya lagi, matanya masih mencari sosok Jisoo ditengah kerumunan sebelum sesuatu menggeplak kepalanya dari belakang. Benda itu lebar: telapak tangan Lisa.
"Kau cari apa sih?"
"LISAAAA!!" Chaeyoung kesal, ia meneriaki Lisa sambil meringis memegangi kepalanya.
"Lupakan! Mana Jennie? Ayo pergi!" Chaeyoung menarik tangan Lisa dan pergi dari sana.
Di tempat lain, Jisoo berjalan semakin keujung. Ia merasa tidak enak ketika melihat Lisa mencari Chaeyoung. Tak ingin mengganggu keduanya, ia pergi menjauh darisana. Tak tahu mau kemana, tanpa sadar ia sudah berjalan sampai diujung.
"Itu apa ya? Sepertinya bukan stan makanan."
Jisoo menyipitkan matanya melihat sebuah stan di bawah pohon dengan kain penutup tenda berwarna ungu tua.
"Apa stan barang antik ya?"
Jisoo berjalan mendekati sebuah stan yang berdiri sendirian dibawah pohon.
Tidak ada orang di stan itu. Jisoo melihat barang-barang di meja. Sebuah bejana keramik berisi air, bejana cokelat kecil yang terbuat dari tanah liat, sebuah bola kaca dengan penyangganya, kartu-kartu di meja, tengkorang di rak belakang, dan-
"Selamat datang, anak muda. hihihi" seorang nenek tua menyapa Jisoo. Nenek itu muncul dari bawah meja.
Dari pakaiannya tidak ada yang aneh, sosoknya biasa saja tidak seperti penyihir yang memakai jubah dan topi, namun Jisoo merasakan pakaian nenek ini terlalu kolot untuk orang-orang tua di jaman sekarang ini.
"Nenek jualan apa?" tanya Jisoo polos.
"Ini fortune teller. Ingin melihat nasibmu?" Nenek itu tersenyum miring, sedikit menyeramkan.
"Eh? Uh?" Jisoo sedikit ragu, ia ingin lari saja dari situ rasanya.
"Kau!" nenek itu menunjuk Jisoo tiba-tiba.
"Kuncup bunga yang sepi dalam diam akhirnya mekar. Yang kuat akan bertahan. Duri akan melukai pada waktunya. Ribuan buah simalakama jatuh dari pohonnya, anjing langit akan mengusir petaka." ucapnya, dengan cepat, lebih cepat dari Eminem.
"Maksudnya nek?"
"Temukan sendiri jawabannya. Jangan sia-siakan orang yang peduli padamu." Nenek itu berjalan ke balik tenda.
Jisoo yang kebingungan melangkah menjauh. Ia tidak mengerti kata-kata nenek itu.
"Jisoo!" seseorang menarik tangannya dari belakang.
"Chaeyoung?" Jisoo sedikit terkejut, tapi ia senang Chaeyoung menemuinya.
"Darimana?" Chaeyoung menatapnya sedikit cemas.
"Tadi aku dari stan nenek-nenek diujung situ." Jisoo menunjuk tempat dibawah pohon besar yang tadi ia datangi.
"Yang mana? Batas stan cuma sampai sini. Disana cuma ada pohon-pohon bukit belakang sekolah." Chaeyoung terlihat bingung.
"Itu, tadi? Loh kok?" Jisoo menoleh ke belakang, ia tidak menemui stan yang tadi ada di belakangnya.
"Tadi ada di sebelah sana, mungkin kita harus keujung sedikit."
"Sudah, tidak usah. Kita harus siap-siap." Chaeyoung menahan tangan Jisoo.
"Untuk?"
"Kepala sekolah mengumumkan kegiatan jurid malam untuk siswa, semuanya harus ikut."
"Hah?! Tidak, aku-"
"Boleh berpasangan kok. Nanti kutemani, ya." Chaeyoung menggenggam kedua tangan Jisoo erat. Ia tersenyum.
"Aku, itu, anu-"
"Tidak ada alasan, ayo siap-siap. Hari sudah semakin sore. Cepat kita ambil perlengkapan dan bersiap-siap." Chaeyoung menarik Jisoo untuk segera berkumpul di aula.
Setelah satu jam bersiap-siap, semua siswa berkumpul di lapangan.
"Ayo cowo dengan cowo, cewe dengan cewe! Tidak boleh cowo dan cewe pergi berduaan!"
"Huuuuu!"
"Payah ah!"
Pengarahan dari Pak Guru Gong Yoo membuat beberapa pasang siswanya yang berpacaran menyorakinya.
"Guru jomblo yang mengenaskan." bisik Lisa.
"Dasar bocah gila. Kau tau dia bisa menghukummu jika mendengarnya." Jennie tertawa.
"Dia tidak dengar. Ayo." Lisa menarik tangan Jennie erat.
Di sisi lain...
"Chaeyoung, aku takut. Disini gelap sekali."
Jisoo merinding melihat pemandangan di sekitarnya yang gelap, mereka hanya membawa satu senter. Bukit belakang sekolah itu menyeramkan jika malam.
"Tidak apa-apa, Jisoo. Tenang. Ada aku. Ayo kita teruskan, kita sudah di tengah ini. Sedikit lagi."
Mereka melewati jalur sempit, dengan pohon-pohon rimbun di samping kiri dan kanan mereka.
"Krek..."
"Eommaya!" Jisoo terperanjat.
"Huuuuhuuuuu"
Sebuah suara muncul.
"Kau dengar itu?"
Wajah Chaeyoung berubah pucat.
"Jii, ayo percepat jalannya."
Chaeyoung menarik tangan Jisoo, mengajaknya berjalan lebih cepat untuk menghindari suasana mencekam.
Sebuah tangan muncul dan memegang kaki Chaeyoung dari balik semak.
"Huwaaaa!!"
Chaeyoung yang terkejut lari terbirit-birit ke dalam bukit, meninggalkan Jisoo sendirian.
"Chaeyoung! Tunggu!"
Jisoo panik ditinggal sendirian. Ia berlari mengejar Chaeyoung.
"Wah, sepertinya aku sudah keterlaluan menjahilinya."
Lee Dong Wook yang sedang menyumput dibawah semak keluar dari tempat persembunyiannya.
"Mereka kemana ya? Sepertinya aku harus lapor pada Pak Guru."
***
"Hiks...hiks... Aku takut."
Chaeyoung berjalan sendirian diantara pohon-pohon, jalan setapak yang ia lalui sekarang tampak berbeda dari yang tadi ia lalui.
"Jisoo! Kau dimana?"
Chaeyoung masih meneriaki nama Jisoo, ia berusaha berjalan pulang sambil mencarinya.
"Ini dimana?"
Chaeyoung benar-benar merasa kehilangan arah. Ia ingin menyerah rasanya.
"Siapa saja tolooooong!"
Ia berteriak sambil menghapus air matanya.
Tak lama kemudian ia melihat cahaya kunang-kunang tak jauh dari tempatnya duduk.
Chaeyoung berdiri, mengikuti kunang-kunang yang terbang di semak-semak. Ia melihat seseorang duduk disana.
"Hei, nak. Kenapa kau disini?"
Chaeyoung menyapa seorang anak kecil yang hanya memakai kaos dan celana pendek, sedang bermain kunang-kunang.
Anak itu hanya tersenyum.
"Nanti ibumu mencarimu. Kenapa masih di luar jam segini? Pulang sana!"
"Kakak yang harus pulang, tempat kakak bukan disini. Hahaha."
Anak laki-laki itu tertawa kecil.
"Huft, kau benar. Aku harus kembali ke sekolah. Tapi tidak bisaaaa." Chaeyoung tanpa sadar merengek.
"Kalo itu gampang, kakak hanya perlu berjalan lurus saja darisini dan beloklah kearah kanan, setelahnya belok kiri." Jelas anak kecil itu.
"Kau tau benar? Kau tinggal disekitar sini ya?"
"Aku disini terus kok." Jawab anak itu.
"Hmm? Yasudahlah, aku kembali dulu ya. Ini ada permen. Terima kasih sudah menunjukkan jalan pulang."
Chaeyoung memberikan permen cokelat di kantongnya pada anak itu.
"Yeeeey trick or treat." Anak itu menyeringai.
"Tentu saja treat. Hei kau jangan menyeringai begitu, seram tahu. Seperti hantu saja. Pulang sana! Wajahmu pucat terkena angin malam."
Chaeyoung pergi, mengikuti petunjuk anak tadi. Ia berniat segera kembali dan melapor pada guru bahwa ia kehilangan Jisoo.
Anak kecil tanpa kaki itu tersenyum melihat Chaeyoung, ia terbang kembali kedalam pohon bersama kunang-kunangnya.
***
"Kau ini bagaimana? Kan tidak perlu sampai dipegang! Tugas para hantu hanya menakut-nakuti!"
Pak Guru Gong Yoo memarahi Lee Dong Wook karena ia bertindak terlalu jauh dari yang seharusnya.
"Maaf Pak. Sekarang bagaimana?"
Jennie yang kebetulan lewat setelah mengambil gelas kertas berisi air minum memperhatikan Pak Guru dan Dong Wook.
"Kita harus mencari Jisoo dan Chaeyoung sekarang juga. Umumkan pada teman-temanmu untuk pergi berombongan. Aku akan memberitahu guru-guru."
"Baik, Pak."
Jennie membuang gelas kertasnya, ia segera berlari ke dalam bukit.
Sepuluh menit kemudian siswa-siswa yang masih menunggu di halaman sekolah berteriak.
"Itu Chaeyoung! Itu Chaeyoung!"
Lisa berlari kearah Chaeyoung.
"Bodoh! Kau kemana saja! Anak bodoh!" Ia memeluknya.
"Maaf." Chaeyoung hampir menangis.
"Kami semua mencarimu dan si anak baru, oh iya siapa namanya?"
"Jisoo." Lanjut Chaeyoung.
"Kenapa kalian bisa tau?" Chaeyoung bingung.
"Hantu bodoh bernama Lee Dong Wook mengakui perbuatannya memegang kakimu."
Jelas Chanyeol yang memakai kostum drakula.
"Ayo kita cari Jisoo!"
Chaeyoung mengajak orang-orang yang mengerumuninya.
"Tidak, sebagian harus menunggu disini."
Jelas Jimin.
"Sebaiknya kau minum dulu."
Lisa mengajak Chaeyoung duduk.
***
"Hiks... Hiks..."
Jisoo memeluk lututnya, ketakutan. Tidak tahu harus kemana, ia kehilangan senternya saat mengejar Chaeyoung tadi.
"Kresek!"
"Huweee..."
Jisoo menangis tambah keras tapi tidak bisa berdiri, kakinya lemas. Ia takut.
"Kresek!"
Suara itu lagi. Jisoo takut sesuatu akan muncul.
Dibawah cahaya bulan, Jisoo bisa melihat bayangan hitam berdiri di depannya.
Perlahan ia mendongak keatas.
"Pakai."
Jennie melempar jaketnya pada Jisoo.
"Jennie?"
Jisoo menatap Jennie, tak percaya.
"Ayo cepat. Kita harus pulang."
Jisoo tidak menjawab, ia memeluk kedua kaki Jennie sambil menangis cukup keras, menumpahkan semua ketakutannya.
"Aku takut."
Jisoo akhirnya bisa berbicara. Ia berdiri perlahan-lahan.
Jennie mengulurkan tangan kanannya dengan malas.
"Pegang." Titahnya.
"Boleh?" Tanya Jisoo.
"Tentu saja!" Teriak Jennie, kesal.
Jisoo menggenggam telapak tangan kanan Jennie dengan kedua tangannya. Erat. Ia takut.
Mereka berjalan pelan-pelan.
"Jen."
"Hmm?" Jennie menjawab dengan malas.
"Terima kasih sudah datang."
"Aku hanya tidak mau dibunuh ayahmu karena kau hilang."
"Dia ayahmu juga."
"Aku bukan anaknya."
Jisoo berhenti berjalan, dia menatap Jennie.
"Apa? Ayo cepat! Kau mau kutinggal hah?"
Jisoo menurut, mereka kembali dengan selamat.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top