You 58: Only You

"Appa jangan!"

Jisoo sudah susah payah daritadi menahan tangan Appa nya agar berhenti menyeret Jennie keluar rumah namun nampaknya sia-sia.

"Pergi darisini! Jangan tinggal disini lagi!"

Jennie tersungkur di depan rumahnya setelah dihempas oleh Appa-nya.

"Appa jangan! Hentikan!"

Jisoo berlari memeluk Jennie yang hanya diam saja terduduk seperti itu di depan rumahnya.

Tak ada yang dapat mendeskripsikan wajah murka Appa mereka saat ini. Wajah merah penuh amarah dan kebenciannya pada Jennie membuat raut wajahnya sangat tak enak dipandang.

Masa bodoh wajah itu bertambah buruk, Jisoo tidak perduli. Hanya Jennie yang ia perdulikan.

"Berengsek!"

Appa Jisoo masuk kembali ke dalam rumah.

"Jisoo, dengar... Apapun yang terjadi padaku, jangan melawan. Aku pasti akan kembali."

Jennie menggenggam tangan Jisoo yang sedang memegang pipinya.

"Kau... Apa maksudmu?"

Kening Jisoo berkerut, ia panik dan cemas saat ini.

"Jangan menangis ya? Dan jangan sedih. Kita tidak akan berpisah. Walau mungkin aku akan jarang menemuimu."

"Apa maksudmu?!"

Jisoo gusar, matanya berkaca-kaca.

"Tidak, Jennie. Jangan sekarang. Aku tidak bisa kehilanganmu. Setelah ini kau pikir bagaimana aku bisa hidup?!"

"Kau harus hidup dengan baik. Ya?"

"Hentikan omong kosongmu Jennie! Aku akan ikut bersamamu!"

"Kau masih punya nomorku. Hubungi aku nanti."

"Tapi-"

Jennie memotong ucapan Jisoo dengan sebuah kecupan di bibirnya.

Beberapa detik terasa lama.

"Bolehkah momen ini tidak usah berakhir? Aku ingin terus seperti ini bersamamu, Jennie."

"Maaf, tapi biarkan aku seperti ini dulu sebelum aku pergi meninggalkanmu tuk sementara, wahai pemilik seluruh hati. Jisoo-ku."

Jennie mengakhiri ciumannya, ia menatap Jisoo.

"Saranghae. Jeongmal Saranghae, Kim Jisoo. Tolong jaga dirimu. Sampai jumpa."

"Aniya... Jangan bicara seperti kau mau meninggalkanku."

Jisoo memeluk Jennie erat-erat.

Jennie tersenyum, sebaliknya air mata Jisoo sudah turun. Jennie menatap kearah rumahnya, ia melihat Appa-nya datang.

"Jisoo, berdiri sekarang. Appa-mu datang, sayang."

Jennie berusaha melepaskan pelukan Jisoo sebelum Appa-nya tambah murka.

"Bawa semua barang-barangmu! Enyah kau! Pergi darisini!"

Semua baju kaos dan celana pendek milik Jennie dilemparnya ke jalanan. Ia benar-benar membuang Jennie.

Jennie berdiri. Ia memungut baju-bajunya. Jangan tanya Jisoo bagaimana, ia sudah menangis tersedu-sedu sekarang melihat Jennie diusir seperti itu.

"Maaf, tapi aku perlu baju dalamku dan beberapa barang-barangku. Permisi. Setelah ini aku tidak akan kembali lagi."

Jennie mencoba memohon pada Appa-nya. Namun pria itu menoleh pada Jennie sedikitpun saja tidak.

Jisoo berdiri, ia berlari memeluk Jennie yang baru berjalan beberapa langkah melewati Appa mereka.

Jennie mengelus tangan Jisoo yang melingkar di perutnya.

"Jisoo, sudahlah."

Ia mencoba menenangkan Jisoo yang menangis sesenggukan dibalik punggungnya.

"Tidak apa-apa. Kemari."

Jennie berbalik, ia balik memeluk Jisoo.

"Bantu aku beres-beres, ya?"

Jisoo mengangguk dalam dekapan Jennie. Tanpa banyak kata, Jennie menarik tangan Jisoo. Keduanya berjalan ke kamar Jennie.

"Kau akan kemana?"

"Tidak tahu. Mungkin kamar kos kecil, tapi malam ini aku akan mencari penginapan. Atau tidur di bandara."

"Jangan pergi." Cicit Jisoo. Ia diam saja di pojok ranjang.

Jennie tersenyum, ia tidak menjawab Jisoo. Ia menarik dompet cadangannya dibawah bantal.

"Nah, sudah beres. Sampai jumpa besok di sekolah."

Jennie melambaikan tangannya pada Jisoo. Ia masih bisa tersenyum.

"Kau masih ke sekolah?"

Jisoo terkejut. Ia menatap Jennie. Matanya berbinar-binar.

"Tentu saja. Beasiswaku masih belum habis. Makanya, kau tidak perlu sedih ya. Tenang saja."

Jisoo berdiri, ia mengikuti Jennie, tangannya memegang ujung kemeja belakang Jennie.

"Sini. Kemarilah. Jangan di belakangku."

Jennie menggerakkan tangannya ke belakang punggungnya, mencari tangan Jisoo dan menariknya dalam genggaman.

"Sampai jumpa besok di sekolah."

Jennie mencium kening Jisoo. Ia berjalan keluar membawa tasnya. Setelah di teras depan Jennie melepas pegangan tangannya, takut Appa mereka melihat lagi.

"Jisoo, masuk ke dalam."

Suara berat Appa-nya terdengar ketika Jisoo hendak selangkah lagi melewati Appa-nya.

"Tidak!"

"Jisoo!"

Untuk pertama kalinya Appa Jisoo membentaknya dengan suara keras.

"Jisoo..."

Jennie menatap Jisoo dengan tatapan memohon.

Mata Jisoo berkaca-kaca lagi. Ia berbalik dan masuk ke dalam rumah, disusul Appa-nya yang membanting pintu dengan keras.

"Haaaah... Sekarang aku harus kemana ya?"

***

Jennie duduk di depan minimarket, baru saja menghabiskan ramen instannya.

"Aku tidak punya tujuan. Seperti anjing hilang."

Ia mendongakkan kepalanya keatas.

"Sudahlah, jalan saja. Tidur di bandara saja."

Jennie memikul tasnya lagi. Ia melanjutkan perjalanannya. Ini sudah malam. Ia berjalan terus sampai ia menemukan arah jalan yang familiar.

Seseorang mengikutinya dari belakang. Jennie tahu ia sedang dibuntuti seseorang.

"Biarkan saja dulu. Nanti kalau dia macam-macam baru serang."

Pikirnya.

Tak lama kemudian suara itu memanggilnya.

"Kau... Jennie kan?"

"Hah?"

Jennie terkejut, ia menoleh ke belakang.

"Irene?"

"Iya benar ini aku. Kau mau kemana malam-malam dingin begini?"

Jennie diam saja. Irene baru memperhatikan Jennie, ia masih memakai baju seragam, membawa dua tas, dan kondisi wajahnya berantakan, juga terlihat lelah. Sepertinya Irene bisa menduga apa yang terjadi.

"Kau habis maling tas ya?"

"Tidak. Sialan kau."

"Hmm... Ayo ke rumahku. Aku baru beli makanan."

Irene menunjukkan satu kantong plastik yang dipegangnya.

***

"Pelan-pelan donk. Dasar rakus."

"Tidak apa, kau ini! Jangan mengganggunya makan! Jennie, makan yang banyak ya. Pelan-pelan saja."

"Iya bibi. Terima kasih."

"Cih, siapa yang anaknya sih."

Malam ini Jennie terselamatkan oleh Irene.

***
















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top