You 56: Take You
Lisa menatapku dengan tatapan tajam. Lidahku kelu, udara dingin dini hari ini membuatku semakin beku. Sejak kapan dia disini? Apa dia mengikutiku? Lisa masih berdiri sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Tak lama kemudian ia menyeberangi jalan, mendekat kearahku.
"Kau bilang mau pulang, ternyata kau berjam-jam di dalam rumah ini?"
Kalimatnya menusuk.
"Aku sudah curiga melihat gelagatmu. Ternyata benar. Kau malah disini bersama Jisoo."
Lisa menekan-nekan bahuku dengan jari telunjuknya.
"Bagus sekali, Chaeyoung. Aku memang pengganggu."
Lisa menolehkan wajahnya, matanya sudah merah.
"Lisa, ini tidak seperti-"
"Apa?!" Lisa membentakku. Sorot matanya terluka.
"Aku bisa jelaskan." Aku menahan tangannya.
"Kau seharusnya bersama Jisoo saja! Kenapa kau malah memintaku? Minta saja Jisoo yang menjadi tunanganmu!"
Lisa menghempas tanganku.
"Dengarkan dulu!"
"Berhenti bersikap baik dan manis kepadaku!"
"Kau ini kenapa?!"
"Aku tidak akan begini kalau aku tidak mencintaimu, Chaeyoung!"
"...dengan sangat."
Air matanya jatuh setelah mengatakan itu.
"Lisa!"
Lisa tidak berhenti, ia tidak menoleh. Terus berjalan meninggalkanku. Ia masuk ke mobilnya dan pergi begitu saja.
Ah sial, kenapa jadi rumit begini.
***
Pak Guru Gong Yoo memasuki ruang kelas.
"Selamat pagi murid-murid madesu!"
"Ih guru kok gitu."
"Apa-apaan dia."
Cibir beberapa siswa.
"Madesu. Masa depan sukses. Makanya jangan negative thinking."
Candaannya sama sekali tidak membuat mood-ku membaik. Pak guru mulai menjelaskan pelajaran tapi apa yang dijelaskannya di depan sana sama sekali tidak bisa kumengerti bahkan sampai ia selesai menjelaskan. Pikiranku melayang pada perkataan Lisa semalam. Pagi ini bahkan dia tidak mau menemuiku.
"Hari ini Lisa tidak masuk. Ada yang mau mengantarkan catatan ke rumahnya?"
"Aku." Aku dan Jennie menjawab bersamaan.
Aku menoleh kearahnya, dia juga refleks menoleh kearahku.
"Aku saja." Ujarku.
"Tidak, biar aku saja." Jennie mengeras.
"Sebaiknya kalian berdua saja. Sudah ya. Selamat siang."
Sela Pak Guru sebelum ia beranjak meninggalkan kelas.
"Kau ini kenapa?"
"Kau yang kenapa." Jennie menatapku dengan sinis.
"Sudah kuperingatkan tapi kau malah seenakmu sendiri. Sekarang lihat kau menyakiti Lisa."
"Apa maksudmu?"
"Lisa sudah menceritakan padaku semuanya. Awas saja kalau sampai masalah ini menyeret Jisoo. Tidak akan kubiarkan lagi kau mendekati Jisoo-ku."
"Apa maksudnya Jisoo-mu? Dia bukan milikmu. Kau itu hanya adik. Adik tiri."
Siapa Jennie berani melarangku?
Sedetik kemudian perbuatan gilanya membuatku terkejut.
Ia menendang mejaku. Menarik kerah bajuku dan menyeretku. Murid-murid lain datang mendekat, ada yang berteriak, ada yang hanya menonton. Setelahnya aku hanya bisa menahan pukulan-pukulan yang Jennie berikan.
"Hentikan! Kalian berdua hentikan! Hentikan sekarang juga!"
Dan suara Pak Guru Gong Yoo membuatnya berhenti. Jennie memang berhenti tapi dapat kupastikan sudut bibirku berdarah disertai beberapa luka lebam lainnya di tubuhku.
Setelah ini dapat kupastikan kabar miring "Jennie berkelahi dengan Chaeyoung karena berebut mengantarkan buku catatan ke rumah Lisa" akan segera menyebar di sekolah.
***
Elusan lembut di sudut bibirku mengembalikan kesadaranku sepenuhnya. Mataku terbuka.
"Jisoo?"
Apa ini mimpi? Jisoo menatapku sambil tersenyum, tangan kirinya menggenggam tangan kiriku dan tangan kanannya di sudut bibirku.
Ini pasti mimpi.
Aku menatap wajah di depanku, menyentuh pipi mulusnya dengan tangan kananku.
Ini pasti mimpi kan?
Aku menarik kepalanya mendekat dan memajukan tubuhku perlahan. Menariknya ke dalam ciumanku.
Benar kan aku, ini hanya mimpi. Jisoo tidak melawan.
Tidak apalah walau ini hanya mimpi, biarkan aku menikmati mimpi ini dulu.
Aku melumat bibirnya, merasakan sensasi memabukkan ketika bibirku menempel di bibirnya. Dan bibirnya bergerak pelan menyapu bibirku.
Lumatan kecil yang ia berikan, jilatan dan hisapan lidahnya diatas lidahku, air liurnya yang bercampur dengan air liurku.
Serta debaran jantungku dan sensasi kupu-kupu yang terbang di dalam perutku. Kenapa aku bisa mimpi seindah ini? Aku tidak mau bangun rasanya. Jisoo, rasanya aku ingin memasukimu sekarang juga.
Mimpi ini begitu indah sampai saat aku menggigit kecil sembari menarik bibir bawahnya.
"Ah-ssh-"
Aku berhenti. Menarik jarak dan menatap Jisoo lekat-lekat.
"Jisoo?"
Aku menatapnya lagi. Ia diam saja.
"Mwo?! Jadi ini bukan mimpi?!"
"Sssh... Chaeyoung, pelankan suaramu ini di ruang kesehatan!"
Bagaimana ini??! Aku menciumnya! Astaga Jisoo pasti benci padaku!
"Jisoo... Maaf."
"Gwenchanayo."
"Kau tidak marah?" Aku menatapnya lagi.
Jisoo menggeleng pelan.
"Maafkan Jennie, ya. Aku mohon maafkan dia."
"Jadi kau datang untuk meminta maaf karena Jennie?"
Hatiku sedikit kecewa mendengarnya.
"Aku juga sekalian datang melihatmu." Jisoo mengelus kepalaku.
"Kau tidak apa-apa kan? Lukamu sudah kuobati." Jisoo berdiri, sepertinya hendak beranjak.
"Kajima."
Jisoo terdiam, ia berbalik nenatapku.
"Jisoo, kajima."
"Aku sudah meninggalkan 2 mata pelajaran, Chaeyoung."
"Tanggung. Sisa satu mata pelajaran lagi. Disini saja."
"Chaeyoung-"
"Atau aku tidak akan memaafkan Jennie."
Raut wajah Jisoo berubah sedih.
"Baiklah. Kumaafkan tapi kau disini saja. Jebal. Aku pasti memaafkan Jennie."
Jisoo kembali mendekat, ia duduk lagi di kursinya tepat disampingku.
"Kenapa kau diam saja tadi?"
Jisoo yang sedang menunduk, memberanikan dirinya menatapku.
"Aku tidak tahu."
"Kau harusnya marah jangan diam saja."
"Aku tidak bisa."
Jisoo menggeleng pelan.
"Kau tahu Jisoo, aku kira tadi itu mimpi." Aku menatap jendela disampingku.
"Mimpi yang sangat indah sampai aku tidak mau bangun." Lanjutku.
"Kau harus bangun, Chaeyoung."
"Iya aku tahu, aku harus bangun."
Jisoo diam lagi.
"Maaf."
"Kau tidak salah." Jisoo menenangkanku.
"Maaf aku menciummu."
"Tidak masalah."
"Jangan begitu, nanti aku lakukan lagi." Godaku sambil tertawa.
"Kau bisa babak belur kalau Jennie tahu."
"Ya jangan beritahu Jennie dan Lisa." Aku menatapnya dengan tatapan menggoda.
"Mwo?! Tidak boleh!" Jisoo mencubit perutku.
"Aduduh! Appo!"
***
Aku terbangun saat sebuah tangan lembut mengelus kepalaku.
"Mmh? Jisoo?"
Aku baru tiba di rumah tadi siang dan sore ini aku terbangun lagi di kamarku, dan sudah ada Jisoo lagi disini? Aku menoleh ke sampingku.
O-ow.
"Maaf, kukira Jisoo." Cicitku, begitu melihat sosok Lisa.
Dia sangat peduli padaku ya sampai datang kesini?
"Kenapa tidak jadi mengantar bukunya ke rumah? Dan lihat kau luka karena berkelahi dengan Jennie. Sungguh bodoh."
"Kukira kau membenciku, dan ingin memutuskanku." Jawabku, sesuai dugaanku.
"Maaf." Lisa menunduk. Ia diam.
"Hei, bukan salahmu." Aku memegang dagunya, lagi-lagi genangan air mata siap tumpah dari sarangnya.
"Ini salahku. Kita ahiri saja." Ucapku, pelan.
"Tidak! Aku tidak mau!" Lisa mencengkeram kedua bahuku dengan erat.
"Lisa..." Aku menyentuh pipinya, berniat menenangkannya dulu.
"Hei, kau panas. Kau sedang demam?"
Dia demam dan dia datang kemari?
"Kau sebaiknya pulang, Lisa. Kau butuh istirahat."
"Dan membiarkanmu bersama Jisoo?" Ia menatapku tajam.
"Aku kan sendirian. Kau lihat sendiri ini aku sedang sendirian."
"Aku tidak perduli kau cinta pada siapa, tapi aku tidak akan melepaskanmu begitu saja Chaeyoung!"
"Mwo?! Neo michyeosseo?!"
Lisa mendorongku dan duduk diatasku.
"Lisa, kau sedang sakit, jangan begini."
"Jadi aku harus bagaimana, hm? Begini?" Lisa menggoyang badannya diatasku. Ia memejamkan mata dan meraba tubuhnya. Kemudian mendekatkan tubuhnya kearahku, menarik rambutnya keatas dan menatapku dengan tatapan seduktif dari dekat.
"Lisa demi apa astaga! Turun!"
Aku menahan badannya, berusaha membuatnya turun dari atasku dan berhenti bergerak liar seperti itu dan menyiksaku.
"Tidak akan."
Ia menahan kedua tanganku, ia menarik dasi disamping bantalku dan menggunakannya untuk mengikat tanganku.
"Lisa, jangan! Hentikan!"
"Belum selesai, Chaeyoung. Akan kubuat kau meneriaki namaku."
"Ini aku kan sudah meneriaki namamu daritadi!"
"Diam dan nikmati saja!"
Lisa berdiri setelah mengikat kedua tanganku dan memastikan aku tidak dapat kabur.
Lisa berdiri, dan mencari sesuatu di lemariku.
Penutup mata. Sial. Dia ini mau main BDSM atau apa.
"Lisa, jangan. Jebal."
Aku menatapnya dengan tatapan memohon sebelum ia menutup mataku dengan penutup mata itu.
"Tenanglah, Chaeyoung. Tidak sakit kok." Bisiknya. Ia memainkan telingaku, meniupnya, menciumnya dan mengulum daun telingaku dengan lembut.
"Ah.."
Ia menggigitnya pelan, membuat napasku tidak beraturan.
"Kau kenapa Chaeyoung? AC kamarmu ini dingin loh. Kenapa kau kepanasan seperti itu?"
Lisa tertawa kecil.
"Chaeyoung, katakan, apa Jisoo pernah menyentuhmu seperti ini?"
"Ah!"
Aku merasakan tangannya bergerak di selangkanganku.
"Tidak, jangan lisa!"
"Astaga Chaeyoung, jangan menjepit tanganku seperti itu. Kau membuatku semakin bersemangat saja."
Lisa membuka kancing kemeja seragamku. Selanjutnya dapat kurasakan ciuman-ciuman lembut di leherku. Gesekan tangannya dibawah sana masih belum berhenti.
"Hentikan.."
Napasku sudah sesak, badanku berkeringat dingin, kenapa ini?
"Kenapa Chaeyoung? Hm?"
Lisa menarik rok dan celana dalamku, membukanya.
"Diam dulu ya."
Lisa menindihku dan membungkam mulutku dengan ciuman lembutnya.
"Buka, Chaeyoung. Jangan nakal terus."
Aku menahan bibirku, tidak berniat membalasnya.
"Ck."
"Ah!"
Lisa menggigit bibirku dengan keras, selanjutnya ia memaksa lidahnya untuk masuk dan mendominasiku.
Ini lebih panas dari ciumanku dengan Jisoo tapi kenapa rasanya berbeda?
"Kau masih diam saja? Baiklah."
"Ngggh..."
Lisa menggerakkan tangannya lebih cepat dibawah sana. Harus kuakui daritadi aku memang menikmati sentuhannya dibawah sana.
"Lisa, hentikan, aku bisa kencing kalau seperti ini terus."
"Kencing saja, Chaeyoung. Kau memang akan kubuat kencing berkepanjangan dan tidak bisa jalan setelah ini."
Lisa berhenti menindih tubuhku.
Tak lama kemudian kurasakan sesuatu yang lembut dan kenyal bergerak diatas paha dalamku. Kemudian beralih semakin kebawah, dan kurasakan sesuatu itu menusuk masuk ke area bawahku. Lidahnya. Di dalamku. Menusuk, menjilat, dan menghisap dengan kencang.
"Lisa andwae! Ah!"
Lidah Lisa bergerak cepat dibawah sana. Aku mengerang, menahan ledakan nikmat itu tapi tidak bisa.
Aku tidak tahu lagi apa yang Lisa lakukan dibawah sana, yang jelas dia membuatku gila dengan semua perlakuannya!
***
"Kau masih marah?"
Aku tidak menjawabnya. Jelas saja, dia orang pertama yang mencicipi tubuhku.
"Maaf."
Lisa mengecup pundakku. Kami masih di dalam selimut yang sama di dalam kamarku.
"Tidurlah. Sebentar lagi pagi."
Aku lelah berjam-jam melakukan itu bersamanya. Lisa tidak berhenti setelah itu, ia terus mendesakku dan bergerak diatasku hingga ia puas.
"Aku tidak bisa tidur setelah menikmati hari ini bersamamu. Aku senang sekali."
Bisa kudengar suara tawa Lisa.
"Kau menikmati tubuhku, bukan menikmati hari ini bersamaku."
Jawabku, dingin.
"Kau sudah menjadi milikku, Chaeyoung. Sekarang aku tidak takut lagi."
Lisa memelukku dengan erat. Dapat kurasakan debaran jantungnya cukup cepat.
Apa dia senang sekali hari ini bisa melakukan itu bersamaku?
Mungkin iya.
Tentu saja.
Karena dia mencintaiku.
Apa aku juga akan senang sepertinya jika aku bisa melakukan ini bersama Jisoo?
"Saranghaeyo, Chaeyoung."
Aku harap Jisoo yang mengatakan ini padaku.
"Nado."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top