You 50: Miserable

"Kamu memiliki hak untuk diam.
Apapun yang kamu katakan dapat dan akan digunakan untuk melawanmu di pengadilan."

"Kamu memiliki hak untuk bicara kepada penasehat hukum dan dihadiri penasehat hukum selama interogasi."

"Apabila kamu tidak mampu menyewa penasehat hukum, maka akan disediakan satu untukmu yang ditanggung oleh Pemerintah."

Petugas polisi itu mengucapkan Miranda warning-nya di hadapan Krystal sebelum membawanya keluar dari halaman rumahnya.

Cha Seung Won hanya menatap Krystal dengan pandangan iba. Di depan rumahnya berbaris banyak kerumunan orang dari yang tua, orang dewasa, hingga remaja, bahkan orang-orang yang bukan tetangganya juga berkumpul.

Beberapa wali murid yang menuntut tanggung jawab dewan sekolah juga berkumpul sambil protes dan berseru melontarkan kata-kata makian dan meminta keadilan atas kelakuan Krystal.

Krystal hanya menunduk, ia dilindungi dua orang polisi yang mengawalnya. Dikawal menuju mobil yang akan segera membawanya menuju kantor polisi di distrik Gangnam.

"Kajja. Bersiap-siaplah Krystal. Kau akan menghadapi banyak hal. Kau harus kuat dan bertanggung jawab, ya."

Ujar Kang Daniel, sang polisi pengawal yang sudah dibayar Cha Seung-Won untuk melindungi Krystal selama dirinya tidak bisa mendekat.

Krystal tidak menjawab, ia diam saja, melempar tatapan dingin pada jalanan di depannya. Berusaha mengabaikan teriakan orang-orang yang meneriakinya.

Lemparan-lemparan telur busuk entah dari siapa mulai mengotori baju Krystal.

Krystal terhenyak, ia merasa sakit yang amat sangat.

"Perasaan terhina macam apa ini?"

Pikirnya.

"Dasar pembunuh!"

"Tidak punya malu!"

"Penjahat gila!"

Semua teriakan itu semakin menjadi-jadi. Krystal menunduk, menjadi takut melihat tatapan orang-orang. Ia lebih memilih melihat tangannya yang di borgol.

Polisi di sebelah kiri dan kanan Krystal juga terkena lemparan telur-telur oleh massa yang berkumpul disana.

Park Joo-Mi mengusap punggung suaminya yang terpaku menatap Krystal dibawa ke mobil polisi. Sebelah tangannya menggenggam tangan suaminya.

"Bersiap-siaplah. Kita harus menyusul Krystal."

Bisiknya.

Cha Seung Won mendengarkan kata isterinya dan masuk ke dalam rumah.

"Beginilah, tidak enaknya menjadi seorang pemimpin. Kau tidak bebas, dan akan selalu disalahkan apapun yang kau lakukan."

Cha Seung Won menatap langit-langit kamarnya. Ia berbaring sebentar sebelum beranjak mandi.

"Jangan terlalu menyalahkan dirimu. Orang-orang tidak tahu apa yang sudah kau lalui."

Park Joo-Mi yang duduk di tepi ranjang mencoba menenangkan sahabatnya yang sekarang sudah menjadi suaminya itu.

"Sekarang, demi kepentingan banyak orang, aku harus menghukum putriku sendiri."

Cha Seung Won membuka kancing kemejanya. Masih dalam posisi berbaring dan menatap langit-langit.

"Kita masih bisa menyiasatinya, bukan? Tenanglah, kita bisa melewati ini. Kau tidak sendiri. Kita lalui bersama."

Cha Seung Won tersenyum getir. Ia duduk, mengusap wajahnya, dan berdiri.

"Terima kasih. Aku beruntung."

Ia menunjuk Park Joo Mi sambil tersenyum sekilas dan berjalan menuju kamar mandi.

***

Koridor rumah sakit itu sepi.

Di mata manusia awam.

Tapi tidak di mata Chaeyoung. Ia sedang melihat berbagai aktivitas roh yang tidak dapat dilihat orang biasa.

"Huwaaaa... Jisoo!"

Chaeyoung menjerit ketika sepotong tangan bergerak maju di lantai melewati kakinya.

"Cari siapa?"

Sebuah suara di samping kanannya membuat Chaeyoung terkejut. Sosok suster tanpa kepala itu membuatnya hampir pingsan.

"Huwaaa Lisa! Tolong aku!"

Chaeyoung berlari menuju kamarnya.

Ini sudah lewat tengah malam. Orangtuanya juga pasti tidak ada.

Mengingat itu, Chaeyoung mengurungkan niatnya. Ia berlari kencang menuju pintu keluar rumah sakit.

"Haaah... Haaaah..."

Ia memegang lututnya, menarik napas.

"Bagaimana ini?" Chaeyoung menoleh ke kanan dan kiri, melihat jalanan yang ramai di depan rumah sakit.

Matanya tertuju pada taxi yang berhenti di pinggir jalan.

"Benar juga."

Chaeyoung tersenyum. Ia mendekati penumpang yang sedang mencari taxi.

Seorang pemuda menghentikan taxi. Chaeyoung menyelinap masuk dan duduk di dalamnya.

"Eh tunggu. Aku tidak tahu dia mau kemana."

Pikir Chaeyoung.

"Ke toko kue di depan sana, ahjussi."

Titah pemuda itu pada driver taxi.

"Mwo?! Toko kue?"

Chaeyoung mengusap-usap kedua tangannya. Matanya berbinar, senang. Walau masih memakai baju pasien rumah sakit.

"Aku seperti pelarian saja." Pikirnya.

Chaeyoung ikut turun ketika pemuda itu memasuki toko kue.

"Wuaaaah. Banyak sekali."

Chaeyoung memegang muffin, cheese cake, dan bolu gulung di tangannya. Ia mulai memakan kue-kue disana satu persatu.

"Enak!"

Chaeyoung berseru senang.

***

"Aku dengar begitu. Bagaimana ini?"

Irene yang panik sedang berbicara dengan Lisa di seberang sana. Ia menelepon Lisa untuk meminta pendapatnya.

"Kita tidak bisa apa-apa, kan?"

Jawab Lisa yang sedang berbaring di sofanya sambil menonton film Bad Moms, ia mengetuk-ngetukkan jarinya ke dagu.

"Dia sudah berbuat begitu pada Jisoo, ditambah dia salah sasaran dan dengan sengaja menusuk Chaeyoung. Setidaknya dia harus bertanggungjawablah."

Lanjut Lisa.

"Kau tidak cemas dengan masa depan Krystal jika ia dipenjara?"

Tanya Irene.

Lisa tidak langsung menjawab. Ia tampak berpikir.

"Kau tahu, Lisa, hanya kau yang bisa menyelamatkan Krystal."

Suara Irene memelan. Lisa tahu benar maksudnya.

"Appa Chaeyoung bukan orang yang mudah dibujuk, Irene."

Lisa menghela napasnya.

"Jadi bagaimana?"

Irene masih bertanya.

"Sebaiknya kita lihat dulu saja bagaimana perkembangannya. Satu satu hal yang aku pikirkan saat ini adalah keselamatan Chaeyoung."

Lisa memberitahu Irene secara langsung tentang perasaannya.

"Bagaimana dengan Jisoo?"

Pertanyaan Irene membuat Lisa tersenyum.

"Jisoo akan baik-baik saja. Ada Jennie. Kau tidak perlu cemas."

Satu jawaban Lisa membuat Irene berhenti bicara di seberang sana.

"Baiklah. Aku matikan teleponnya ya."

Irene tertohok mendengar jawaban Lisa.

"Hei, jangan sedih begitu karena tidak dapat Jisoo."

Lisa tertawa terbahak-bahak.

***

"Jennie sialan! Dimana kau! Keluar!"

Appa Jennie berteriak di ruang tamu.

Jennie diam saja diatas kasurnya, tak berkutik.

Wajahnya sedikit pucat karena panik.

Cklek.

Pintu kamar Jennie terbuka.

Tampak sesosok bayangan ramping memasuki kamar.

"Ayo, cepat."

Jisoo menarik tangan Jennie dan membawanya keluar.

"Cepat, kesini."

Jisoo menggenggam tangan Jennie dan membawanya ke kamarnya, lalu mengunci pintunya dari dalam kamar.

"Appa baru pulang. Dia mabuk."

Jelas Jisoo.

"Aku tahu."

Jawab Jennie, wajahnya masih pucat. Tapi ia mencoba menunjukkan wajah datarnya saja pada Jisoo.

"Jennie sialan! Keluar kau!"

BRAK

BRAK

BRAK

Suara botol bir digedor ke pintu kamar Jennie terdengar nyaring.

"Kemari."

Jisoo loncat ke kasurnya. Ia menyibak selimut birunya, menyuruh Jennie masuk ke dalam selimut bersamanya.

Jennie berubah seratus delapan puluh derajat jika sudah berurusan dengan Appa-nya.

Jisoo menatap wajah Jennie yang sudah berbaring di sampingnya.

Ia turun ke mejanya, mengambil sesuatu.

"Pakai ini."

Jisoo menyodorkan headphone pada Jennie.

"Mwo?"

Jennie menatap Jisoo dengan tatapan bingung.

"Sini."

Jisoo memasangkan headphone nya ke kepala Jennie, mencolok kabelnya ke ponsel dan menghidupkan playlist musik di ponselnya.

"Daripada kau dengar suara itu, lebih baik kau dengar suara musik."

Jisoo tersenyum.

Jennie mengangguk dan kembali berbaring.

Ia mencoba tenang walau jantungnya berdebar kencang.

BRAK

BRAK

BRAK

Jennie terkejut, badannya sedikit bergetar.

"Masih terdengar?"

Jisoo langsung terduduk dari posisinya yang sedang berbaring.

Jennie mengangguk.

Jisoo menaikkan volume suara di ponselnya, membuat Jennie tersenyum sambil memberikan jempolnya. Mulut Jennie yang tak bersuara membentuk kata "oke".

Keduanya diam berdua sampai suara Appa mereka tidak terdengar lagi. Jennie melepas headphonenya, berbalik ke kanan, menghadap Jisoo.

Jisoo yang merasakan pergerakan Jennie segera menghadap ke kiri, menatap Jennie.

"Kau tahu Jen, menatapmu seperti ini entah mengapa rasanya tenang sekali."

Jisoo dan Jennie saling pandang dalam diam.

"Wajah ini, wajah yang selalu kunanti. Kenapa aku tidak bisa jauh darimu, Jisoo?"

Suara batin mereka masing-masing.

"Tak kusangka berbicara lewat mata, bisa sejauh ini maknanya. Aku menangkap apa yang kau rasakan, Jennie."

"Jisoo, kalau kau seperti ini terus, aku akan jatuh lebih dalam."

Keduanya masih saling tatap dalam jarak yang dekat. Jennie beralih menatap bibir Jisoo. Menyadari tatapan Jennie, Jisoo mendekat. Ia mendekatkan bibirnya sedikit demi sedikit, mengikis jarak diantara mereka hingga bibirnya menempel di bibir Jennie.

Hanya menempel. Setelah itu keduanya kembali bertatapan sejenak dan berbalik arah, saling memunggungi.

***
"Hei kau, malah kabur kesini lagi."

Yang dipanggil tidak peka.

"Tidak ada yang bisa melihatku."

Pikirnya.

"Chaeyoung!"

Sebuah suara yang menyebut namanya membuat si pemilik nama terkejut dan menoleh keatas.

"Lap dulu pakai ini setelahnya ikut aku."

Seulgi memberi beberapa lembar tissue.

Chaeyoung yang sedang makan seloyang kue tart cokelat di lantai, mengambil tissue itu.

"Ikut aku."

Seulgi menatap Chaeyoung dengan tatapan dingin.

Chaeyoung mengikuti Seulgi yang malam ini juga memakai topi dan setelan kemeja serta blazer hitamnya, sang malaikat pencabut nyawa.

Suara langkah sepatu Seulgi di tengah malam ini membuat Chaeyoung sedikit takut.

"Kau ini malaikat atau pengacara sih? Tegas sekali."

Cicitnya di belakang Seulgi.

Seulgi berhenti berjalan, ia menatapi Chaeyoung dengan tatapan dingin.

"Lupakan. Ayo lanjut jalan."

Chaeyoung menarik tangan Seulgi tapi yang ditarik diam saja.

"Uh, berat!"

Rutuk Chaeyoung.

"Kau ini malaikat atau pesumo sih? Tapi kau kurus."

Komentarnya, membuat Seulgi memutar bola matanya dengan malas.

"Lagian, kenapa sih kita harus berjalan kaki sampai ke rumah sakit? Kau tidak bisa menyihir apa agar kita langsung sampai?"

Rengek Chaeyoung.

"Ah, harusnya dewa kematian saja yang langsung menjemputmu malam ini dan bukannya aku!"

Omelan Seulgi membuat Chaeyoung bergidik ngeri.

"Ma-maksudmu?"

"Sudah. Cukup. Pegang tanganku!"

Seulgi menarik tangan Chaeyoung dan melangkah ke depan. Chaeyoung yang ditarik lantas ikut. Dan dalam satu kedipan mata, mereka berdua sudah kembali ke rumah sakit, tepat di kamar Chaeyoung.

"Masuk."

Seulgi menunjuk badan Chaeyoung dengan dagunya.

"Tidak bisa."

"Masuk sekarang!"

Seulgi mendorong bahu Chaeyoung.

"Aku tidak bisa. Aku sudah mencobanya."

Chaeyoung menghentakkan kakinya sambil menatap Seulgi dengan tatapan pasrah.

"Coba lagi sana!"

Seulgi menendang pantat Chaeyoung hingga roh Chaeyoung jatuh menimpa tubuhnya.

Secercah cahaya putih muncul, roh Chaeyoung masuk sempurna ke badannya.

"Tugasku selesai."

Seulgi tersenyum. Ia melihat kearah Chaeyoung yang terbaring.

"Sebentar lagi dia akan bangun."

"Omooo!"

Seulgi menjerit, ia memegang topinya yang hampir jatuh. Ia terkejut melihat kedatangan dewa kematian.

"Nenek! Bikin kaget saja!"

"Kau tidak lupa kan?"

Nenek tua itu memincingkan matanya menatap kearah Seulgi.

"Apa?"

Seulgi menatapnya dengan pandangan bingung.

"Ramuan penghilang ingatan?"

"Hah?!!!"

Seulgi menjerit. Kali ini topi yang sudah dipegangnya jatuh sepenuhnya ke lantai.

"Hah, dasar payah. Makanya aku benci bekerja dengan malaikat baru masuk sepertimu."

Nenek tua itu berbalik dan menghilang meninggalkan kabut asap.

"Astagaaaaa. Aku harus membuat laporan yang sangat panjang setelah ini."

Seulgi merengek, ia hampir menangis.

***

Haiii readers,

Apa kabar?

Maaf lama gak up. Ku sampai lupa tokoh-tokohnya siapa aja. Hehe

*Hampir aja ngetik Cha Eun Woo

Jadi abis obrak abrik part part sebelumnya buat nyari nama ortu para tokoh wkwkwk

Sejauh ini ada yang mau nanya gak sih? Wkwk

Ini ff rencana mau tamat dalam waktu dekat tapi kayaknya ga mungkin.

Mengingat babak konflik baru ini aja masih nyangkut, belum lagi masuk konflik utamanya hubungan jennie-jisoo.

Akhirnya Chaeyoung bisa balik ke badannya walau ga dicium Lisa, Jennie, atau Jisoo ya. Wkwkwk

Yah, walaupun lama up nya, mudah-mudahan part part yang ada di cerita ini ga membosankan dan punya nilai yang membangun ya.

Kalaupun ga bagus ya mianae wkwk author bukan penulis yang  handal wkwk cuma hobi aja.

Sorry kalo ngebosenin. Author cuma berusaha menyampaikan nilai-nilai kehidupan melalui cerita. Eaaaa *apaan sih thor, sok tua padahal masih baby wkwkwk

Oh iya, Miranda warning itu beneran ada di istilah hukum. Yang suka nonton drakor pasti tau. Hehehe.

Penjelasan di wikipedia gini:

"Peringatan Miranda merupakan amanat dari keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1966 dalam kasus Ernesto Arturo Miranda melawan negara bagian Arizona untuk melindungi hak tersangka pelaku kriminal untuk terhindar dari pemberatan diri oleh pihak kepolisian selama interogasi berdasarkan Amendemen Kelima Konstitusi Amerika Serikat"

FYI aja tentang Miranda Warning Hehe Di Indonesia sendiri gaada pakai aturan ini, tapi di Korea ada. Karena Korea dulu dibantu Amrik kan buat pasokan senjata militernya wkwk

Btw daddy-ku baru mau sembuh dari sakit, guys. Doain cepet sembuh yak biar dia semangat lagi wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top