You 49: Astral II
"Jelas-jelas ini karena ulah anakmu kan? Pokoknya aku tidak mau tahu! Penjarakan!"
Appa Chaeyoung membentak Cha Seung-Won. Teman lamanya yang dibentak itu hanya bisa menghela napas.
"Tapi kan anakku masih dibawah umur. Kau sendiri pasti akan membela Chaeyoung kalau dia jadi pelakunya."
Cha Seung-Won tentu saja membela Krystal.
"Anakmu itu keji. Kau gagal jadi ayah."
Appa Chaeyoung menunjuk Cha Seung-Won.
Kalimatnya membuat Cha Seung-Won sangat merasa sedih. Air mukanya berubah seketika.
"Begini jadinya kalau kau gagal mendidik anak. Perbuatannya mencoreng mukamu."
Cha Seung-Won diam. Ia sedikit tersentak, menutup mulutnya.
"Kudengar, seharusnya bukan Chaeyoung yang tertusuk. Salah anakmu juga kenapa maju."
Cha Seung-Won membalas ucapan Appa Chaeyoung yang membuatnya sakit hati itu.
"Siapa? Siapa yang seharusnya tertusuk?"
Appa Chaeyoung menatap Cha Seung-Won dengan tatapan tajam.
"Pacar putrimu yang bernama Jisoo."
Cha Seung-Won tersenyum licik.
"Pokoknya aku tidak mau tahu. Krystal pelakunya. Dia harus menerima hukuman yang setimpal. Atau kututup sekolahan ini."
Appa Chaeyoung menatap Cha Seung-Won dengan tajam, ia menunjuk-nunjuk meja kerja Cha Seung-Won dengan aura mengintimidasi dan setelahnya berjalan keluar.
"Ha Jung Woo sialan kau!"
Cha Seung-Won melempar gelas di mejanya, menghempasnya hingga mengenai pintu yang sudah tertutup itu.
***
Tap. Tap. Tap.
Suara langkah kaki tengah malam di lorong rumah sakit itu terdengar jelas.
Ha Jung Woo memasuki ruangan putri semata wayangnya.
"Mwo?"
Ia berhenti di depan pintu, memicingkan matanya ketika melihat seseorang tertidur di samping putrinya sambil menggenggam tangan putrinya pula.
Ia melangkah masuk.
Chaeyoung terkejut ketika melihat Appa nya berjalan masuk ke dalam. Wajah Appa nya tertekuk dan kerutan di keningnya bertambah.
"Appa. Jangan ganggu dia. Dia baru saja tertidur."
Tentu saja Ha Jung Woo tidak bisa mendengar Chaeyoung yang masih tak kasat mata.
Ha Jung Woo memperhatikan Chaeyoung lalu beralih melihat gadis yang tidak dikenalinya itu.
"Hei. Bangun."
Ia menepuk-nepuk bahu anak itu dengan pelan.
Jisoo bangun dengan terkejut.
"Siapa kau?"
Ha Jung Woo menatap Jisoo dengan tatapan tajam.
Jisoo terlalu terkejut untuk menjawab, Ha Jung Woo membuat suasana mencekam.
"Jangan bilang kau Jisoo?"
Terkanya, tepat sasaran.
Jisoo mengangguk pelan.
"Ah, kebetulan. Nak, aku ingin bicara sebentar."
Ha Jung Woo mendekat. Ia tersenyum menatap Jisoo.
"Tolong jangan dekati anakku lagi. Bisa?"
Tanyanya.
"Appa!"
Chaeyoung tidak menduga ini.
"Kalau sampai kau masih bersama anakku, aku akan memindahkan kau, atau Chaeyoung dari sekolah itu. Mengerti?"
Jisoo menelan ludahnya. Ia mengangguk.
"Putuskan anakku. Dia pantas mendapatkan yang lebih darimu. Kau penyebab musibah ini."
"Tapi kami tidak berpacaran, ahjussi."
Jisoo tersenyum, ia berusaha menenangkan Appa Chaeyoung.
"Lalu kenapa Chaeyoung melakukan ini untukmu?"
"Bukan urusan Appa!"
Chaeyoung berteriak di depan wajah Appa-nya.
"Karena dia terlalu baik."
Kali ini Jisoo menatap Ha Jung Woo.
"Sekarang pulanglah. Ini."
Ha Jung Woo mengeluarkan beberapa won dari dompetnya.
"Maaf, ahjussi. Terima kasih tapi tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Permisi."
Jisoo memberi salam sambil menunduk, kemudian ia melangkah keluar. Sebelum menutup pintu ia melihat kearah Chaeyoung.
"Kau harus cepat bangun. Dengar tidak?"
Ujar Jisoo dengan pelan.
"Aku dengar."
Jawab Chaeyoung yang berdiri disampingnya.
"Dia bilang apa?"
Jennie sudah berdiri menyender disamping tembok ruangan Chaeyoung ketika Jisoo keluar.
"Dia menyuruhku pulang."
"Bukan menyuruhmu untuk menjauhi Chaeyoung, kan?"
Jennie memastikan. Ia tahu watak buruk orangtua sahabat-sahabatnya.
Jisoo tersenyum tipis.
"Ini salahku. Kalau bukan karenaku Chaeyoung tidak mungkin begini."
"Tidak, ini bukan salahmu."
Jennie merangkul bahu Jisoo dan mengusapnya, menenangkan.
"Ini jaketmu."
Ia mengembalikan jaket biru Jisoo yang tadi dititipnya.
"Dipakai. Kita akan pulang ke rumah dan diluar dingin."
"Iya, eonnie."
Sahut Jisoo sambil tersenyum. Ia mengenakan jaketnya.
"Lebih tua kau."
Jennie menjitak pelan kepala Jisoo.
"Aw sakit! Kau mau aku dirawat disini ya?!"
Jisoo meninju lengan Jennie.
"Boleh saja. Akan kurawat dengan senang hati."
Jennie tersenyum.
"Tidak jadi kalau begitu."
Jisoo membuang muka. Pura-pura sebal.
"Kita pulang, ya?"
Jennie menggenggam tangan Jisoo erat-erat dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya.
"Kenapa harus masuk ke saku jaketmu?"
Tanya Jisoo.
"Karena kau tidak ada inisiatif memasukkannya ke dalam saku jaketmu."
Jennie tertawa.
"Menyebalkan."
Jisoo tertawa sambil memukul pundak Jennie. Mereka menuju pintu keluar rumah sakit.
"Menyebalkan."
Ulang Chaeyoung yang melihat Jisoo dan Jennie dari belakang.
***
"Kau belajar memijat dimana? Enak sekali."
Tanya Jennie yang sedang tengkurap. Jisoo sedang duduk diatasnya sambil memijat punggung Jennie.
Rasa lelahnya terangkat seketika setelah dipijit Jisoo daritadi.
Jisoo maju sedikit, berbisik di telinga Jennie.
"Di rumah sakit." Jisoo tertawa kecil.
"Memijat Chaeyoung?" Tanya Jennie, memastikan.
"Ya, tapi hanya tangan dan kaki."
"Wah, kalau begitu aku beruntung."
Jennie tersenyum.
"Gantian ya, kau juga pasti lelah."
"Tidak mau. Kau berat." Jisoo menolak.
"Hei, aku tidak akan mendudukimu seperti ini."
Jennie tertawa.
"Dan aku tidak seberat babi sampai kau merasa keberatan seperti itu!"
Protes Jennie.
Jisoo hanya tertawa.
"Kemari kau!"
"Andwae!" Jisoo memekik.
Jennie berbalik. Sekarang ia dapat melihat wajah Jisoo, yang masih duduk diatasnya.
Jisoo bergerak ingin berdiri tapi Jennie menahannya. Jisoo masih bergerak maju mundur tidak mau diam. Ia malah tertawa melihat Jennie kesal dibawahnya.
"Hei, ah, jangan banyak bergerak!"
Jennie menahan tangan Jisoo.
"Kenapa?" Jisoo yang polos ini malah bertanya.
"Tergesek. Dan itu enak."
Jelas Jennie secara gamblang. Membuat semburat merah muncul di wajah Jisoo.
Jennie tersenyum. Ia duduk, masih memangku Jisoo diatasnya yang jadi tidak bergerak sama sekali.
"Kau juga merasakannya kan?"
Jennie menyelipkan anak rambut Jisoo kebalik telinganya.
Jisoo menyentuh wajah Jennie dengan kedua tangannya, menatap matanya dalam-dalam dan mengangguk pelan.
Jennie tersenyum, ia terbawa suasana, memegang tengkuk Jisoo dan mencium bibirnya. Ciuman pelan itu berubah menjadi lumatan lembut. Jisoo membalas setiap lumatan Jennie di bibirnya. Keduanya terpejam. Semakin lama ciuman itu berubah menjadi semakin panas.
Tangan Jennie menelusuri punggung Jisoo, berhenti pada ujung bajunya.
"Boleh kubuka?"
Jennie meminta izin.
Jisoo mengangguk. Tatapan matanya yang sayu itu lurus menatap Jennie.
Jennie menarik kaos Jisoo, membukanya. Tangan Jisoo beralih, menarik kaos Jennie dan membukanya juga.
"Kau mulai nakal ya sekarang."
Jennie tertawa.
Ia membalik badan Jisoo dan menindihnya. Mencium bibir Jisoo lagi, kali ini lebih intim.
Ciuman Jennie beralih ke leher jenjang Jisoo.
"Nggh..."
Jennie menghisapnya pelan dan beralih ke belahan dadanya.
Jennie menarik turun celana pendek yang dipakai Jisoo, tangannya masuk ke sela-sela selangkangan Jisoo dan jemarinya bergerak-gerak disana.
"Aah... Jen.." Jisoo mengerang ketika Jennie memainkan jarinya dengan cepat.
Ciuman Jennie lalu turun ke perut rata Jisoo, hingga ke belahan pahanya.
"Boleh?"
Jennie menatap Jisoo sejenak.
Jisoo mengangguk.
Jennie melanjutkan perlakuannya yang memabukkan Jisoo.
Ia semakin menjadi. Mencium, menghisap, meremas, menjilat dan lain-lainnya yang bisa membuat Jisoo merasa nyaman dan menikmati kebersamaan mereka.
Udara malam yang dingin membuat mereka semakin asik di dalam selimut.
***
"Kapan sih kau tidak bertindak bodoh?"
Lisa bergumam di depan Chaeyoung yang masih belum sadar juga.
"Dasar bodoh."
Ia mengumpati Chaeyoung.
Chaeyoung hanya diam saja memperhatikan Lisa. Mata Lisa masih basah. Chaeyoung tahu Lisa menangis terus menerus setiap melihatnya.
"Na neun Bogoshipo."
Lisa terisak saat mengucapkan kalimat itu. Ia mengusap hidungnya.
"Palli ireona."
Air matanya tumpah lagi.
Chaeyoung menatap Lisa, ia ikut sedih.
"Sasil noel saranghaeyo" Ucap Lisa di sela-sela tangisnya.
"Mwo?" Chaeyoung terkejut mendengar kata-kata itu.
"Apa aku tidak salah dengar? Apa katanya? Sejujurnya aku mencintaimu?"
Ia memperhatikan Lisa.
"Kau ini. Haaaah."
Chaeyoung berbalik. Ia berjalan mendekat, mengusap kepala Lisa yang menangis sambil menunduk disampingnya.
Chaeyoung menunduk dan berbisik di sebelah telinga kiri Lisa.
"Uljimarayo."
Setelahnya ia menembus tembok disampingnya.
Lisa terdiam.
"Chaeyoung?"
Ia mengitari matanya ke sekeliling ruangan.
"Kenapa tadi aku seperti mendengar suaranya ya?"
Lisa bingung.
"Aish. Jinjja. Palli ireona babo!"
***
Hei readers,
Pakabar?
Hehehe
Apa ide kalian buat bikin chaeyoung bisa balik lagi ke badannya? Wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top