You 42: Their Family

Chaeyoung sedang selonjoran di sofa ruang tamunya, memeluk seember pop corn, dan menonton spongebob. Tiba-tiba ia melihat asisten rumahnya terburu-buru berlari ke depan pintu rumahnya.

"Hei! Ada apa?" Cegat Chaeyoung dengan pertanyaannya.

"Tuan dan Nyonya Park sudah di depan, Nona."

"Mwo?!"

Asistennya malah mencuekinya dan tetap berlari ke depan untuk membuka pintu.

Wajah Chaeyoung berubah pucat. Ia segera mematikan televisinya, membereskan sofanya, dan buru-buru berlari ke loteng menuju kamarnya.

"Eh!" Chaeyoung berbalik, ia yang sudah setengah tangga itu turun lagi ke bawah.

Kembali ke sofa, menarik ember pop cornnya yang ketinggalan di meja.

Ia bergegas membuka pintu kamarnya begitu tiba di lantai tiga.

"Lisa! Lisa!"

Ia terburu-buru, meneriaki Lisa yang sedang berada di kamarnya.

Ceklek.

"Mereka datang! Bantu ak- akh!"

Namun kakinya tersandung karpet ketika ia memasuki kamarnya, sehingga kaki Chaeyoung nyangkut dan ia terjatuh ke depan. Seember pop corn yang terbang itu mengenai muka Lisa di depannya yang tidak bersalah apa-apa.

"Shit."

Gumam Lisa dengan suara kecil. Ia memasang wajah datar. Ia mengusap wajahnya yang menjadi asin.

Sekarang lantai dalam kamar Chaeyoung penuh pop corn yang ambyar berserakan.

"Aduh sial!" Chaeyoung masih terduduk dibawah lantai.

"Cepat bangun!"

Lisa menarik Chaeyoung dan membuatnya berdiri.

Keduanya menatap lantai, lalu bertatapan.

"Sapu!!"

Sambil meneriaki benda yang sama dan keduanya lari pontang-panting berusaha membereskan kekacauan di kamar Chaeyoung.

"Ambil! Ambil!"

Lisa menunguti pop corn yang jatuh itu dan memasukannya kembali ke dalam ember.

"Jangan panik! Jangan panik!"

Chaeyoung menjulurkan tangannya, berusaha menenangkan Lisa.

Tapi Chaeyoung malah berlari hendak keluar tapi masuk lagi ke dalam, dan ia berlari lagi keluar, kemudian membatalkan niatnya dan masuk lagi ke dalam.

"Heh yang panik itu siapa! Bantu aku!"

Bentak Lisa yang sudah mengumpulkan setengah pop corn yang berserakan di lantai. Lisa menarik buku tulis Chaeyoung di rak sebelah pintu masuk dan menggunakan dua buku itu untuk mengumpulkan sisa-sisa pop corn yang berserakan.

Tap. Tap.

Suara langkah kaki sepasang suami isteri menaiki tangga.

"Aaah! Aniya!" Chaeyoung berlari ke dalam kamarnya, ia melewati ruang santai di kamarnya, tempat pop corn nya terjatuh tadi, berlari lurus melewati kasurnya, dan masuk ke ruangan yang disekat kaca tepat disamping tempat tidurnya.

Ia pun duduk di meja kayu cokelat berbahan maple, membuka buku-buku pelajarannya, dan mulai mengerjakan beberapa soal matematika. Lisa yang baru selesai membereskan pop corn segera bergabung bersama Chaeyoung.

Ceklek.

Dua orang dewasa itu masuk.

Tap. Tap. Tap.

Mendekati meja Chaeyoung.

"Oh bagus sekali. Sedang belajar. Sesuai yang ayah mau."

Suara yang berat itu mendominasi. Lisa tersenyum, ia memberi salam pada kedua orangtua Chaeyoung. Sedangkan Chaeyoung masih diam saja menatap bukunya. Ia mulai menatap kedua orangtuanya.

"Selamat datang!"

Chaeyoung memaksakan senyumnya.

"Lisa, bagaimana kabarmu?"

Eomma Chaeyoung lebih tertarik dengan Lisa. Sejak awal ia senang sekali mengetahui bahwa Chaeyoung berteman dengan anak sekelasnya.

"Baik, Nyonya Park. Selamat datang kembali."

Lisa tersenyum tipis.

"Chaeyoung, nilaimu tidak turun, kan?"

Tuan Park merendahkan suaranya, ada penekanan di kata tidak turun.

"Tidak tahu, Appa."

Chaeyoung sedikit gemetar, telapak tangannya mulai dingin.

"Kau sudah belajar keras, kan? Apa kau main-main selama ini? Kau tahu apa yang akan terjadi jika nilaimu turun?"

Chaeyoung menelan ludahnya, takut mendengar kalimat Appa-nya.

"Aku sudah belajar keras, Appa. Aku tidak main-main. Tenang saja."

"Ah, kau ini. Tidak apa-apa kalau ia bermain-main dengan Lisa."

Eomma Chaeyoung berusaha menenangkan suaminya agar tidak terlalu keras pada anaknya.

"Hehehe" Lisa terkekeh, ia tanpa sadar mengambil pop corn di meja dan memakannya.

Chaeyoung terbelalak.

"Ya, benar. Baiklah. Kami harus turun sekarang. Sampai jumpa dibawah."

Appa Chaeyoung berbalik, pergi meninggalkan ruang kamar Chaeyoung.

"Fyuuuh."

Kedua anak itu bernapas lega.

"Tadi kau makan pop corn."

Chaeyoung mengingatkan. Lisa terbelalak.

"Huweeek!" Ia memasang wajah ingin muntah dan berlari ke toilet di dekat pintu depan.

***

Di ruang makan keluarga yang besar itu, tiga orang makan dengan hening. Sampai Nyonya pemilik rumah itu mengelap mulutnya dengan serbet dan memulai percakapan dengan dua orang yang sedang bersamanya.

"Jadi bagaimana, Lisa? Kau sudah melakukan yang eomma suruh, kan?"

Lisa yang sedari tadi tidak bernafsu makan, menatap eomma-nya dengan malas.

"Sudah, eomma."

"Sebenarnya tanpa melakukan itu Lisa juga bisa."

Appa Lisa sedikit menunjukkan rasa tidak setuju pada istrinya. Lisa hanya diam saja.

"Tidak. Kita harus membantu Lisa. Kau tidak tahu kan berapa banyak orangtua yang menyogok guru untuk membantu nilai anaknya? Lisa bisa saja tergeser oleh mereka semua."

"Tapi tanpa memberikan amplop-amplop itu juga Lisa pasti bisa mendapatkan nilai yang baik."

"Nde, nde, nde, aku keatas dulu ya. Kucingku mau makan. Sampai jumpa di sekolah besok."

Lisa mulai malas mendengarkan perdebatan kedua orangtuanya. Terutama eommanya, yang hanya mementingkan harta, tahta, dan nilai sekolahnya.

"Kucing yang diberikan oleh temanmu? Siapa itu? Si Ji- Ji-?"

"Jisoo." Lisa menoleh pada eommanya yang tiba-tiba membahas Jisoo.

"Oh iya, anak siapa dia? Pengusaha di bidang apa ayahnya? Apa dia kenal dengan Appa-nya Chaeyoung?"

"Aku tidak tahu."

Lisa mulai berbalik meninggalkan meja makan. Lisa mulai jengah melihat eomma-nya yang sok tahu apa yang Lisa butuhkan dan terlalu banyak mengaturnya. Bahkan ia tidak percaya pada kemampuan yang dimiliki Lisa.

***

Jisoo dan Jennie sedang duduk menunggu Appa mereka pulang. Jisoo ingin mengundang ayahnya datang ke sekolah besok.

"Kau kenapa?"

Jennie yang sedang bermain ponselnya terganggu melihat kerisauan Jisoo.

"Ah, tidak."

"Kau gugup sekali. Duduk saja tidak tenang."

Jennie menoleh, menatapi Jisoo dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Jen, jangan menatapiku seperti itu ah!"

"Kenapa? Hm? Merasa ditelanjangi oleh tatapanku?"

Jennie tersenyum jahil.

"Sedikit." Jisoo membuang muka.

"Oh, yasudah. Minggir."

Jennie bergerak kearah Jisoo, mendekatkan kepalanya ke paha Jisoo dan berbaring disana.

"Jen, Jennie. Ja-"

Jisoo baru mau menyuruh Jennie berdiri tapi Jennie sudah meletakkan telunjuknya di bibir Jisoo.

"Sssst. Aku mau tidur."

Ia berbalik, dan tersenyum sambil terpejam. Sebenarnya Jennie tidak ingin berbalik, lebih menyenangkan menatapi wajah Jisoo dari bawah sini, tapi ia takut Jisoo mengetahui niatnya itu.

Jisoo diam saja. Tak lama kemudian ia meletakkan tangannya di kepala Jennie dan mengusapnya pelan.

"Jangan begitu, nanti aku ketiduran."

"Loh, kau belum tidur?" Jisoo kaget. Ia menarik tangannya.

"Ya belum. Belum juga lima menit."

"Ih!"

Jisoo mendorong Jennie sampai Jennie nyungsep ke depan.

"Hei!"

Jennie nyaris terjatuh kalau saja tangannya tidak menahan bobot badannya di lantai.

"Untung lantainya ada karpet bulu. Coba kalau tidak?"

Jennie melotot.

"Ya karena ada karpet makanya kudorong."

Jisoo tidak mau kalah.

"Ck. Jahat!"

Jennie berdiri sendiri. Jisoo tidak mau membantunya. Jennie berjalan ke kamarnya.

Jisoo hanya menatapi Jennie.

"Maaf Jennie, jantungku tidak normal. Aku tidak kuat berdebar terus sepanjang kau tidur di pahaku. Mianhae."

Setelah menunggu cukup lama akhirnya Jisoo mendengar suara pintu terbuka. Appa-nya pulang.

"Appa, minum dulu."

Jisoo membawakan segelas air.

"Eh, kau belum tidur rupanya? Gomawoyo."

Appa Jisoo menatapnya sambil tersenyum.

"Aku menunggu Appa." Jawab Jisoo.

"Oh ya? Ada apa?"

"Appa, apakah besok akan datang di hari pembagian raport kami?"

"Hmm... Akan Appa pertimbangkan. Appa ingin datang mengambil raport-mu."

Appa Jisoo mulai berdiri setelah melepas sepatunya. Ia berjalan ke dapur.

"Tapi Appa juga harus datang ke kelas Jennie."

Pinta Jisoo. Ia sedang mencoba membujuk Appa-nya.

"Mwo?"

Appa-nya terdiam.

"Akan Appa pertimbangkan. Sekarang kau istirahatlah." Ia menepuk bahu Jisoo.

Setelah Jisoo masuk ke kamarnya, Appa-nya merenung, apa memang dia harus mengambil raport Jennie? Anaknya yang entah sudah berapa tahun tidak ia perdulikan sama sekali.

***

"Besok ke kelasku dulu!"

"Tidak! Kelasku!"

"Aku!"

"Aku!"

Chanyeol dan Baekhyun sedang ribut di depan eommanya yang sedang mencuci piring di dapur.

"Diam kalian, anak-anak siapa sih berisik sekali."

Appa mereka yang sedang duduk sambil menonton televisi terganggu.

"Bukannya bantu eomma."

Eomma-nya turut mencibir.

"Sini eomma, kubantu. Tapi ke kelasku dulu yaaa. Biar aku bisa cepat pulang."

Chanyeol maju ke dekat eomma-nya dan dengan senyum manisnya membujuk sang eomma.

"Baiklah. Cepat!"

"Dasar kau cahyono!"

Baekhyun yang kalah harus mengalah pada hyung-nya yang mengesalkan itu.

***

Annyeonghaseyo chingudeul~

Jangan lupa sarapan, karena kalau sakit urus sendiri :-D

Hahahahaha











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top