You 41: Creep
"Jangan!"
Jisoo menjauh dari Jennie, sedikit mundur ke belakang.
"Ayolah. Masa tidak boleh sih?"
Jennie maju selangkah dengan wajah memelas.
"Sampai kapan kau mau begini terus?!"
"Sampai aku puas." Jawab Jennie, semaunya.
"Dengar ya, ini masih di sekolah dan ini di toilet. Bisa-bisanya kau melalukan ini!"
Jisoo kembali berteriak.
"Ssst! Jangan teriak-teriak nanti ada yang dengar! Kau mau kita tertangkap hah? Kalau tidak di toilet dimana lagi? Kamar?"
"Jennie!" Jisoo melotot.
"Ayolah." Jennie memelas.
"Tidak! Pokoknya rokok ini kusita!"
Jisoo berjalan keluar dari toilet wanita.
"Heh! Aniya! Itu sebungkus dua puluh lima ribu! Kembalikan! Hari ini aku beli sendiri tidak pakai malak anak orang! Ah sial! Chanyeol sialan! Kenapa kau lapor ke Jisoo! Aish!"
Jennie menendang ember berisi tongkat pel di dekatnya sampai isinya tumpah.
***
"Kenapa kok kesal?"
Chaeyoung yang mengamati Jisoo daritadi akhirnya tidak tahan melihat perubahan raut wajahnya setelah kembali dari toilet.
"Tidak apa-apa."
"Jennie ya?"
Jisoo hanya memandang Chaeyoung sambil tersenyum kecil.
"Hari ini mendung ya."
Chaeyoung duduk di hadapan Jisoo, mengamati Jisoo yang sedang menulis di bukunya.
"Iya mendung."
"Ya karena mataharinya disini sedang sedih sih."
"Tolong jangan bikin orang-"
Jisoo baru hendak menjawab Chaeyoung.
"Dugun dugun? Malaikat sepertimu bisa dugun dugun? Hahaha" Sambung Chaeyoung.
"When you were here before
Couldn't look you in the eye"
Chanyeol yang duduk di depan Chaeyoung tiba-tiba memainkan gitarnya, kedua kakinya masih lurus diatas meja.
"You're just like an angel
Your skin makes me cry"
Chaeyoung mengerutkan keningnya, heran. Sedangkan Jisoo memperhatikan Chanyeol bernyanyi.
Chanyeol berdiri, melangkah ke meja di belakangnya.
"You float like a feather
In a beautiful world"
"Float float your head. Apasih ganggu tau gak?"
Chaeyoung menatap Chanyeol dengan sebal.
"I wish I was special
You're so fuckin' special"
Chanyeol menatap Chaeyoung sambil menahan senyumnya.
"But I'm a creep, I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here"
"Iya. Kau aneh. Tidak seharusnya kau ada disini!"
"Aku kan hanya membantu mengiringi gombalanmu yang payah itu."
Chanyeol mencibir Chayoung.
"Cih. Mulutmu itu minta dipukul seseorang." Chaeyoung berharap seseorang bisa menggantikannya memukul Chanyeol.
"Chanyeol! Sini kau!" Jennie muncul di depan kelas dan berjalan masuk.
"O-ow."
"Panjang umur. Algojo datang."
Chaeyoung bisa menebak apa yang akan dilakukan Jennie selanjutnya. Memukuli Chanyeol.
"Ah! Sakit!"
"Jennie! Jangan!"
Jisoo panik. Ia berdiri. Jennie berhenti menendangi Chanyeol.
Krystal yang tadinya diam saja di pojokan kelas, melihat kearah mereka.
"Hooo ada pawangnya." Chanyeol tersenyum jahil, mengejek.
"Sini kau!" Jennie kembali brutal, kali ini mengejar Chanyeol sampai keluar kelas.
"Pawang. Cih. Bisa apa dia." Ulang Krystal, ia tidak suka kata itu.
Jisoo kembali duduk. Chaeyoung melihat Krystal sekilas. Raut kekesalan dan aura tidak sukanya pada Jisoo terasa sampai kesini.
"Kita keluar yuk?" Chaeyoung menoleh kearah Jisoo.
"Kemana?"
"Cari Lisa dan Irene. Ayo."
Chaeyoung menarik tangan Jisoo.
Jisoo menatap telapak tangannya yang ditarik Chaeyoung.
"Kenapa? Teman boleh pegang tangan, kan?"
Chaeyoung mencoba menebak kekhawatiran Jisoo.
"Tentu saja boleh." Jisoo tersenyum.
"Bodoh sekali Jennie jatuh cinta pada buaya sekolahan."
Krystal sedang berbicara dengan teman-temannya dengan suara keras ketika Chaeyoung dan Jisoo berjalan menuju pintu kelas.
"Jisoo, kau tahu? Hal yang paling menyedihkan di dunia ini adalah mengemis cinta padahal sudah ditolak."
Chaeyoung berbicara dengan suara tak kalah keras sambil menarik tangan Jisoo lebih erat dalam genggamannya. Mereka tertawa setibanya diluar kelas.
"Kau ini cari masalah saja. Kalau dia tidak suka bagaimana?"
"Ya kita tinggal panggil pawangnya." Jawab Chaeyoung, santai.
"Jennie?" Jisoo mendengus.
"Siapa lagi? Kalau dipikir-pikir lucu ya. Kau takut pada Krystal, Krystal takut pada Jennie, Jennie takut padamu. Hancur sudah harga diri Krystal gara-gara pawangnya takut pada korbannya."
"Benar juga."
Mereka berjalan ke tempat biasa mereka berkumpul, kursi luar kantin yang ada di taman. Di tengah meja kayu panjang diatas lapangan berumput hijau itu Lisa, Irene, dan Jennie sedang duduk, entah berdiskusi tentang apa.
"Seru sekali nampaknya."
Chaeyoung yang menyapa mereka malah menjadi sorotan karena pegangan tangannya di tangan Jisoo belum lepas juga.
Irene yang menatap dengan tatapan kecewa, Lisa dengan ekspresi menahan jengkel, dan Jennie yang dengan gaya dinginnya tak berhenti menatap kedua orang di depannya ini bergantian.
Tatapan Chaeyoung beradu dengan Lisa. Lantas Chaeyoung segera melepas gandengannya di tangan Jisoo.
"Kalian sedang menghitung apa sih?"
Chaeyoung bingung.
"Prediksi nilai raport semester."
Jawab Irene yang sedang sibuk menghitung sederet angka-angka di dua lembar kertas HVS di depannya.
"Kenapa kau menghitung punya Jennie dan Lisa juga?"
Chaeyoung menggeser kertas yang tergeletak di meja itu dan membacanya.
"Sekalian." Jawab Irene, singkat, padat, dan jelas.
"Kapan kita bagi raport?" Jisoo yang belum tahu apa-apa terlihat bingung.
"Beberapa hari lagi dan orangtua yang mengambilnya. Ah iya, Jisoo. Jangan lupa."
Irene menunjuk Jisoo dengan penanya.
"Iya? Lupa apa ya?"
Jisoo menatap Irene dengan serius.
"Ibuku..." Ucap Irene, ragu-ragu.
"Calon mertuamu akan datang kesini!" Sambungnya.
Lantas Jisoo tidak bisa untuk tidak tertawa, teringat ucapan Irene saat menyelamatkannya di toilet dulu.
"Mwo?! Tidak. Tidak. Jisoo harus bertemu orangtuaku dulu." Bantah Chaeyoung.
"Aniya. Cukup Pak Gong Yoo saja yang bertemu orangtuamu, Chaeyoung."
Lisa menertawakan Chaeyoung.
"Hei, bagaimana kalau bertemu denganmu dan mereka mengadopsimu saja, Lisa."
"Aku masih punya orangtua, sialan kau."
"Yah, kita coba tukaran orangtua sehari saja. Manatau kita lupa tukar balik."
Chaeyoung menyarankan.
"Anak gila."
"Aish. Jinjja. Jisoo, bantu aku menghitung dulu sini."
Irene menggapai pergelangan tangan Jisoo dan membuat Jisoo duduk di sampingnya.
Jennie hanya tertawa menyaksikan keabsurdan teman-temannya. Diam-diam ia menatap Jisoo, yang memiliki orangtua yang sama dengannya.
"Masih seperti dulu?"
Lisa berbisik pada Chaeyoung.
"Masih. Tiap tahun juga kau tahu kan mereka gimana?"
Chaeyoung mengambil roti cokelat yang menganggur di meja dan membuka bungkusnya.
"Kenapa kau tidak protes?"
Chaeyoung mengendikkan bahunya.
"Tidak bisa. Percuma." Alihnya.
"Kau sendiri bagaimana Jennie?"
Lisa melirik Jennie yang sibuk dengan ponselnya.
"Sama seperti tahun lalu."
Jisoo melirik Jennie, bingung dengan maksudnya.
"Kau yakin?"
Chaeyoung melirik Jennie.
"Ya." Jawabnya, datar.
Ingin ia bertanya lebih lagi tapi ia takut mengganggu privasi Jennie dan Jisoo yang hanya ia ketahui.
***
"Kenapa tadi digandeng Chaeyoung?"
"Jawab dulu kenapa tadi merokok lagi disana?"
Dua insan itu sedang berdebat di ruang tamu, sambil berdiri dan bersitatap dengan sengit.
"Aku cuma sedang butuh saja."
"Yasudah. Kalau begitu tidak masalah Chaeyoung dan aku begandengan."
Jisoo berbalik meninggalkan Jennie.
"Eh, tunggu!" Jennie menahan tangan Jisoo.
Jisoo menatap Jennie dengan dingin.
"Tentu saja masalah." Jennie menghembuskan nafasnya.
"Apa urusanmu? Kau saja tidak mau mendengarku kan?"
"Baiklah. Aku berhenti merokok. Kau puas?"
"Jinjja?"
"Iya." Jennie mengangguk.
"Janji?" Jisoo menyodorkan kelingkingnya kehadapan Jennie.
"Iya!" Jennie mengaitkan telunjuknya ke jari Jisoo.
"Anak pintar."
Jisoo tersenyum senang, dia senang Jennie tidak akan merokok lagi. Ia meninggalkan Jennie ke dalam kamarnya.
"Uh..."
Tapi Jisoo tidak tahu, kebiasaan merokok bukan hal yang mudah dihentikan dalam sekejap. Jennie uring-uringan.
"Kau kenapa?"
Jisoo melangkah ke meja di ruang tamu, membawa buku-bukunya.
"Jisoo, aku tidak bisa langsung berhenti."
Jennie berjalan mendekat, ia mendudukkan dirinya diatas bantal lantai.
"Ayo kau harus mencobanya, Jennie. Jangan merokok terus."
Jisoo sungguh ingin adiknya ini berubah.
"Bantu aku."
Dua kata dari Jennie yang membuat Jisoo menoleh. Jennie menatap bibir Jisoo, ia mendekatkan wajahnya.
Jisoo memejamkan matanya, ketika bibir bawahnya dipagut Jennie dengan lembut, ia menyesapnya. Ciuman itu beralih ke bibir atas Jisoo. Ia mencoba memasukkan lidahnya. Jisoo ragu-ragu tapi ia membiarkan lidah Jennie masuk ke dalam mulutnya. Membuatnya menimbulkan suara decakan-decakan kecil karena hisapan antara bibir dan mulut itu masih terus berlanjut.
Dirasa sudah cukup berlebihan, Jisoo mundur, ia berusaha menarik kepalanya.
"Kenapa berhenti?" Tanya Jennie, sedikit kecewa.
Jisoo menggeleng pelan.
"Baiklah. Gomawo."
Jennie melangkah masuk ke kamarnya, berbaring di kasur empuknya. Ia menyentuh bibirnya. Membayangkan bibir Jisoo masih disana.
Dan Jisoo tidak dapat berkonsentrasi sekarang. Ia menyentuh bibirnya, mengingat sensasi saat bibir kenyal Jennie menempel di bibirnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top