You 13: Crumble

"Don't be afraid if your life or your heart crumble. At least, in the end, yourself will be as most wanted as crumble cake."

-Ken 2019-

***

Jisoo tidak bisa berhenti menatap isi kotak yang disodorkan Irene.

"Bagaimana?"

Suara Irene membuat Jisoo menoleh padanya lagi. Jisoo terpaku di tempatnya, ia menatap Irene. Bagaimana ia harus menjawab Irene? Apakah ia harus menerima isi kotak ini?

"Apakah kau akan menerimanya, Jisoo?"

Irene menatap Jisoo dalam dan penuh harap. Jisoo meneguk ludahnya, bingung.

"Aku masih menunggu jawabanmu. Aku tau ini terlalu terburu-buru. Maaf. Tapi aku tidak tau lagi bagaimana lagi harus menyembunyikannya."

Irene menunduk malu.

Jisoo berdehem.

"Baiklah, aku terima."

"Benarkah?" Mata Irene berbinar-binar. Ia sangat bahagia.

"Terima kasih Jisoo, terima kasih!"

Irene memeluk Jisoo. Ia sangat bahagia isi di dalam kotak itu diterima oleh Jisoo.

"Iya, aku akan mengambil dan membawa pulang anak kucing ini." Lanjut Jisoo.

"Aku kesana dulu, aku akan bawakan satu lagi."

Irene bergegas pergi entah kemana.

Jisoo terpaku di tempatnya, menunggu Irene membawa seekor kucing yang lain.

Tak lama kemudian Irene datang sambil membawa sebuah kotak lainnya. Ia menyerahkannya pada Jisoo.

"Aku bawa pulang sekarang ya. Mudah-mudahan aku bisa merawat dua anak kucing ini."

"Iya. Kabari aku jika kau butuh sesuatu." Irene tersenyum, matanya tak lepas memandangi Jisoo.

"Tentu." Jisoo tersenyum.

Sebenarnya ia takut Jennie akan marah jika tau ia memungut dua ekor kucing terlantar yang ditemukan di belakang sekolah oleh Irene, tapi rasa kasihannya jauh lebih besar dari rasa takutnya. Dan disinilah ia sekarang, melangkah sampai keluar gerbang dengan dua ekor anak kucing di dalam kardus.

Tak jauh dari sekolahnya ia melihat Jennie, dan beberapa siswa tak dikenal.

"Jennie?"

Jisoo melihat Jennie menarik kerah baju seorang siswa, entah siapa, dengan rokok dijepitan tangan kirinya.

"Dia merokok? Sejak kapan?" Jisoo membulatkan matanya tak percaya.

Jisoo ingin berjalan mendekat tapi ia menahan langkahnya, ragu harus mendekati Jennie atau tidak. 

"Hei, sedang apa?." Jisoo terperanjat, seseorang menepuk bahunya.

"Lisa?" Jisoo terkejut.

"Ah, itu.. aku-" Jisoo ragu apakah ia harus memberitahu Lisa tentang Jennie atau tidak.

"Eh, apa ini?" Lisa melihat makhluk berbulu lembut di kotak yang sedang dipegang Jisoo.

"Anak kucing." Jawab Jisoo dengan wajah polosnya.

"Ih lucu!" Lisa terlihat antusias melihatnya. 

Sebuah ide melintas di kepala Jisoo.

"Kau mau?" tawarnya.

"Boleh?" Lisa menatap Jisoo dengan mata penuh harap.

"Tentu saja boleh." Jisoo menyodorkan kotak berisi dua ekor anak kucing itu pada Lisa.

"Aku bawa pulang ya?" tanyanya.

"Bawa saja." Jisoo tersenyum, dalam hati ia merasa sangat lega.

"Asiiik! Terima kasih Jisoo!" Lisa tanpa sadar mengguncang bahu Jisoo dan mengecup pipinya.

"Eh, tunggu. Apa ini? Kok kecup-kecup?" Jisoo berucap dalam hatinya, ia kaget.

"Yak! Sakit!" Lisa meringis, kepalanya terasa sakit.

"Apa-apaan, sih?!" Lisa menjerit di depan wajah Chaeyoung yang tadi menjitak kepalanya dari belakang.

"Eh, apa itu?" Mata Chaeyoung teralihkan pada dua ekor anak kucing yang dipegang Lisa di dalam kotak kardus bekas kertas HVS A4. 

"Sembako!" Teriak Lisa, asal.

"Kucing." Jisoo menjawab Chaeyoung sambil tersenyum.

"Punya?" Chaeyoung masih menatap Jisoo.

"Punya Jisoo, kuminta." Jawab Lisa tanpa dosa.

"Oh." Chaeyoung hanya merespon singkat dengan wajah datarnya.

"Bukan punyaku. Sebenarnya punya Irene." 

"Oh." kali ini gantian respon Lisa yang singkat.

"Kasian sekali harus dirawat Lisa." cibir Chaeyoung.

Lisa melotot pada Chaeyoung, ia kesal.

"Memangnya kau bisa merawat kucing?" tanya Lisa dengan nada sinisnya.

"Bisa." Chaeyoung menjawab mantap.

"Coba. Bagaimana?" Lisa menantangnya.

"Jisoo, kucing-kucing ini sudah makan belum?" Tanya Chaeyoung.

"Sepertinya belum." jawab Jisoo.

"Mau kau berikan makanan apa?" tanya Lisa, ingin mengetes temannya.

"Bakso bakar." Jawab Chaeyoung, asal. 

"Aku saja yang jadi kucingnya kalau begitu." Jisoo tertawa.

"Benar? Pussss. SIni." Chaeyoung mengusap kepala Jisoo pelan.

"Aw! Sakit!" Chaeyoung terkejut, lengannya tersengat sesuatu. Lisa mencubit lengan Chaeyoung dengan kencang.

"Sial! Pasti biru!" umpat Chaeyoung. Jisoo hanya tertawa melihat keduanya.

"Aku pulang dulu ya." Jisoo pamit pada keduanya.

"Iya, hati-hati." respon Lisa.

"Iya, mau kuantar?" respon Chaeyoung.

"Iya, terima kasih. Tidak perlu repot-repot, aku bisa sendiri." Jawab Jisoo.

Setelahnya ia segera bergegas ke belakang, melihat tempat Jennie berdiri tadi sambil memalak siswa tak dikenal.

Jennie sudah tidak ada.

Jisoo bergegas pulang ke rumah.

Ia tiba di rumahnya, tapi ia tidak menemukan keberadaan Jennie. Dimana anak itu sebenarnya?

Jisoo melangkah ke dalam kamar. Ia tidak melihat Jennie tapi ia melihat kamar Jennie penuh asap. Asap itu keluar dari sela-sela ventilasi atas yang terbuka.

"Jennie? Kau di dalam? Jisoo mengetuk pintunya pelan.

Tidak ada sahutan.

Jisoo memutar kenop pintu kamar Jennie.

Satu kamar penuh asap rokok.

"Jennie? Kenapa kau merokok?" Jisoo masuk ke dalam kamar Jennie, menghampiri Jennie yang sedang duduk dibawah ranjangnya.

"Bukan urusanmu." Jawab Jennie tak acuh.

"Tentu saja urusanku." Jisoo berjongkok di hadapannya.

"Apa urusanmu?" Nada bicara Jennie sedikit meninggi.

"Kau saudaraku." Jisoo menatap mata Jennie.

"Hah! Saudara apa? Saudara tiri hah?!" bentak Jennie.

Jisoo hanya tersenyum.

"Apapun itu, kau harus mendengarku.  Matikan rokok itu." Titah Jisoo.

"Kau lupa kata-kataku?" Tanya Jennie.

Jisoo terdiam

"JANGAN IKUT CAMPUR URUSANKU! JANGAN MEMASUKI KAMARKU! JANGAN MENGURUSIKU!" Teriak Jennie.

"Jen-" Jisoo memegang kedua tangan Jennie. Ia menarik rokok ditangan Jennie.

"Jangan." ujar Jisoo, penuh penekanan tapi lembut. Ia masih menatap Jennie.

"Kenapa? Kau tidak suka bau rokok?" Jennie menatap Jisoo dengan senyuman sinis.

"Tentu saja tidak." jawab Jisoo. Tanpa tahu rencana jahat Jennie selanjutnya: membuatnya ketakutan.

"Kalau begitu kau harus mencicipi rasa rokok ini!" Jennie menghempas tangan Jisoo dan berusaha menjejalkan rokok yang tadi direbut Jisoo ke dalam mulut Jisoo.

"Jen- Jangan begini!" Jisoo berusaha menghindar. 

"Coba! Kau akan menyukainya." Jennie tertawa seram sekarang.

Jisoo berusaha menghindar. Ia berhasil menangkis tangan Jennie, cukup kuat memang. Tapi Jennie tak mau kalah. Rokoknya terhempas, lepas.

"Kau harus rasakan sendiri!"

Jennie memegang dagu Jisoo kuat-kuat, menariknya, dan menciumnya. Bau rokok menyeruak ke dalam mulut Jisoo, membuatnya mual. Jennie menghisap bibir Jisoo dengan kasar, ia memagut bibir itu dan menggigitnya. Jisoo terkejut, ia berusaha berdiri, mendorong Jennie kuat-kuat. Tapi tidak semudah itu melawan Jennie. Ia dikunci dibawahnya sekarang. 

"Ah!" Jisoo memekik kecil, bibirnya terasa sakit sekarang, ditambah bau rokok yang sudah berpindah ke mulutnya.

Jennie tidak berhenti sampai disitu, ia melesakkan lidahnya ke dalam mulut Jisoo, ia tidak melepas pagutan bibirnya di bibir Jisoo. Jisoo sudah panik, mendorong Jennie, berusaha melepaskan dirinya. Ciuman ini membuatnya gila. Ia sudah mual sekarang karena bau rokok di mulutnya.

"Hiks..." 

Ciuman brutal Jennie berhenti ketika ia mendengar isakan Jisoo dibawahnya. Ia berhenti, kembali menarik dirinya, terduduk, membiarkan Jisoo yang terkungkung dibawahnya untuk berdiri, berlari, dan keluar dari kamarnya.

"Apa yang sudah kulakukan?" Jennie mengusap wajahnya dengan kasar, menutupi mulutnya dengan sebelah tangan.

Sementara itu Jisoo sudah terisak di kamarnya, menangis dibalik pintu kamar mandinya.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top