You 10: Mezzo Forte

Sebuah usapan lembut di pipinya membuatnya gelisah.

"hmmmmh..."

"Bangun" bisik suara lembut itu.

"Iyaaa nanti aku bikin pe-er dulu."

"Kalau mengigau itu yang benar! Bangun!"

Suara lembut itu berubah dinamika dari pianissimo menjadi fortissimo.

"Yak! Aish jinjja!"

Chaeyoung terbangun dari tidurnya, ia terduduk, memegang  telinganya yang diteriaki Lisa.

"Ayo cepat nanti kita terlambat."

Lisa menarik tangannya tapi Chaeyoung yang gusar, menepisnya.

"Pergi saja sendiri!"

"Cepatlah aku tunggu dibawah!"

Lisa beranjak dari kasur yang mereka tiduri semalaman.

"Iya Jennie, iya." Balas Chaeyoung.

"Kau..." Lisa menatapnya sebal.

"Apa Jennie? Aku tidak dengar!"

Chaeyoung menahan tawanya melihat wajah sebal Lisa.

"Cepatlah!" Lisa bergegas keluar kamar, membanting pintu kamar Chaeyoung.

"Yaaaak!! Nanti rusak!"

Jerit Chaeyoung.

***

"Kau tinggal serumah dengan Jisoo kan?" tuduh Lisa.

"Tidak"

"Terus? Kenapa kalian pulang berdua?"

"Aku hanya sekali lewat." Jennie tak menatap Lisa yang sedari tadi duduk sambil menatapnya. Ia menatap kearah lain, sedangkan Chaeyoung sibuk menatap bakso di mangkuknya.

"Jujurlah." Lisa menyentuh tangan kiri Jennie yang menganggur.

Jennie mencubit pinggang Chaeyoung yang sedang duduk di sebelahnya hingga Chaeyoung tersedak bakso yang sedang dimakannya.

"Uhuk! Uhuk!"

"Chaeyoung, pelan-pelan makanya. Minum dulu." Jennie melepas pegangan tangan Lisa dan mengambil tissue dan gelas di meja kantin, memberikannya pada Chaeyoung.

"Minum dulu, kepalamu!" Chaeyoung menjitak kepala Jennie.

"Kau kenapa sih marah-marah?" Sebuah tangan mengusap-usap kepala Chaeyoung.

Merasa kepalanya digerayangi, Chaeyoung menoleh, lantas menendang si pemilik tangan nakal itu.

"Aish, kau ini galak sekali. Jennie, mana tugasku?" Chanyeol menoleh pada Jennie setelah ditendang Chaeyoung.

"Ayo, sekarang kita transaksi di kelas." Jennie beranjak dari kursinya.

"Kan sudah kubilang untuk berhenti." Nada suara tidak suka terdengar dari Lisa.

"Hmm, iya, aku pergi dulu." 

Jennie beranjak pergi dari tempatnya.

"Eh?" Chaeyoung menatap sesuatu diujung sana, sesuatu yang bening, bercahaya, menyilaukan.

Jisoo.

Lisa menoleh kearah belakangnya, mengikuti arah pandangan Chaeyoung.

Jisoo tampak kebingungan sambil membawa piring makanannya.

"Hei mau kemana?!" Lisa terkejut melihat Chaeyoung yang tiba-tiba beranjak dari kursinya.

Ia melihat Chaeyoung berbincang-bincang dengan Jisoo.

"Ngapain sih mereka?" Lisa tampak sedikit sebal.

Tak lama kemudian keduanya berjalan mendekat.

"Hai." Sapa Jisoo. Lisa termenung sejenak, menatap Jisoo, lalu menatap Chaeyoung.

"Hai." Balas Lisa sambil tersenyum.

"Ayo duduk disini saja." Chaeyoung menarik tangan kiri Jisoo untuk bergabung di meja mereka.

"Eh, tunggu. Disini saja." Lisa menarik tangan kanan Jisoo dan menawarkan tempat disebelahnya.

Jisoo pun duduk di sebelah Lisa. Baru duduk sebentar, sebuah suara mengintimidasi yang mendominasi kantin mengganggu ketentraman ketiganya.

"Lihat siapa yang bergabung dengan pecundang." 

"Jaga mulutmu." Chaeyoung menatap Krystal dengan tajam.

"Hei, sudah ada yang bela ya sekarang? Senang?" Krystal tersenyum sinis menatap Jisoo.

Lisa mengamati Jisoo yang hanya menunduk.

"Sebaiknya kau pergi." Masih suara Chaeyoung.

"Tidak sebelum aku menyiramnya." Krystal mengarahkan kaleng coca-cola yang dipegangnya ke kepala Jisoo.

Chaeyoung sudah hendak berdiri dari bangkunya, bersiap menghalau Krystal.

Tapi sebuah tangan bergerak lebih cepat, meninju kaleng yang dipegan Krystal hingga terlempar cukup jauh dari meja mereka. 

Bunyi kaleng coca-cola yang jatuh itu menimbulkan bunyi yang cukup menarik perhatian, walau tak seberisik suara jatuhnya kaleng rangginang.

"Nice shot! Wuuu!" Teriak rombongan Namjoon dari meja ujung.

"Yaelah nyampah ae." Tzuyu yang duduk tepat di belakang kaleng yang tumpah itu mencibir.

"Iya nih nambah kerjaan bibi kantin tau ga." kekasihnya yang sedang makan gorengan menimpali.

"Shuuuut, gak boleh nyinyirin orang, sayang." Tzuyu menatap Sana.

"Terus tadi kamu abis ngapain sayang? Konser amal?"

BRAK!

Suara gebrakan dari meja Chaeyoung membuat Tzuyu dan Sana berhenti berisik.

"Kau masih tidak puas ya, hah?!" Teriakan Jennie membuat suasana kantin menjadi lebih tegang.

"Kau kenapa selalu ikut campur?!" Teriak Krystal tak kalah kuat. Intonasinya lebih tinggi dari Jennie.

"Karena aku tidak suka melihatmu, puas?" Jennie menjawab dengan dingin.

"Tidak suka melihatku atau kau menyukai Jisoo?" Krystal tersenyum miring, memancing emosi Jennie agar lebih lagi.

Jisoo menoleh melihat dua orang yang sedang berdebat sengit disampingnya.

Chaeyoung dan Lisa jangan ditanya, sedari tadi mereka terpaku melihat Jennie dan Krystal, begitu pula seisi kantin.

"Kau... Jangan mengalihkan pembicaraan. Mana mungkin aku suka padanya! Aku hanya tidak suka melihatmu!" Jennie menarik kerah baju Krystal.

"Lepas."

 Sebuah tangan menepuk bahu Jennie, menyuruhnya melepas cengkeraman di kerah baju Krystal.

Jennie melihat orang itu dan melepas cengkeramannya.

"Kalian berdua, ikut ke kantor." Pak Guru Gong Yoo menunjuk Jennie dan Krystal lalu berbalik, meninggalkan keduanya.

"Ini belum selesai!" bisik Krystal dengan nada mengancam yang ditujukan pada Jisoo.

Jisoo yang diam saja, tak lama kemudian berdiri dan beranjak pergi dari kantin.

"Jisoo, tunggu!" Chaeyoung hendak mengejarnya.

"Tunggu, kita temui Jennie dulu. Kau tau dia bisa lebih mendapat masalah jika ini sampai ke Appa-nya." Lisa menahan tangan Chaeyoung.

"Jadi sekarang bagaimana?" Chaeyoung sedikit panik.

"Kita ke kantor guru." 

***

"Jisoo!" 

Jisoo tak menghentikan langkahnya, meninggalkan orang yang daritadi sudah menyaksikan semua kejadian di dalam kantin dari ujung pintu masuk. Jika tadi Irene tidak melaporkan apa yang dilihatnya pada Pak Guru Gong Yoo yang kebetulan lewat mungkin sudah terjadi perkelahian disana.

Irene membuntuti Jisoo dari belakang. Ia bisa melihat Jisoo menangis darisini. Ini baru tiga bulan pertamanya. 

Jisoo duduk di bangku taman sekolahnya, tidak ada orang. Jelas, ini masih jam istirahat, murid-murid berkumpul di kantin.

"Mungkin dia malu." pikir Irene. 

Melihat Jisoo sudah mulai tenang, Irene mendekat.

"Jisoo."  panggilnya.

"Mh? Iya?" Jisoo menoleh, ia melihat Irene berjalan mendekat sambil menatapnya nanar.

"Kau tidak apa-apa?" Irene menatap Jisoo, ia cemas.

"Tidak apa-apa." Jisoo tersenyum sambil menyeka sisa air matanya, suaranya masih sengau karena habis menangis.

"Kenapa Krystal selalu mengganggumu ya?" Irene bingung.

"Tidak tahu." Jisoo menjawabnya sambil tertawa kecil.

"Kenapa kau diam saja? Kau kan bisa membalasnya?" Irene menatap Jisoo yang sedang menatap lurus ke barisan bunga lavender di depannya.

"Terlalu banyak pertimbangan." 

"Tapi pembullyan tidak akan berakhir kalau kau diam saja." 

Jisoo tersenyum.

"Kita lihat saja nanti bagaimana." jawabnya.

"Kau tidak takut pada Krystal? Dia itu bukan siswa biasa loh." Irene mengingatkan.

"Maksudmu?" tanya Jisoo.

"Ayahnya orang berkuasa." Jelas Irene secara sederhana.

"Siapa?" Jisoo sedikit penasaran.

"Nanti juga kau akan melihatnya." 

"Aku tidak peduli." jawab Jisoo.

"Tapi aku takut Jennie terkena imbasnya karena dia sering berurusan dengan Krystal." Irene menyampaikan ini dengan hati-hati.

"Maksudmu?"

"Tahun lalu Jennie pernah mendorong Krytal dari tangga hingga Krystal cidera cukup parah selama satu bulan. Ia hampir dikeluarkan dari sekolah, untung saja eomma Krystal yang baik itu masih memberikan kesempatan dan membujuk suaminya untuk tidak mengeluarkan Jennie."

 "Hah?" Jisoo terkejut.

"Beruntung orangtua Jennie tidak dipanggil ke sekolah." Irene membuka masa kelam Jennie di depan Jisoo.

Jisoo diam saja. Irene menoleh.

"Hey, kenapa kau menangis? Uljima." Irene menangkup kedua pipi jisoo, lalu mengusap air mata jisoo dengan ibu jarinya.

"Aku tidak mau menyeret Jennie ke dalam masalah." 

"Hmm, rupanya kau sangat mencintainya ya." Irene sedikit sedih.

"Aku hanya tidak mau ia terlibat masalah karenaku." Jelas Jisoo.

"Jadi masih ada kesempatan untukku?" 

"Hah?" Jisoo bingung.

"Masih ada kesempatan untukku agar dapat membantumu?" ralat Irene.

"Tidak perlu." Jisoo tertawa lagi tapi air matanya tetap turun.

"Oh ayolah, jika kau butuh teman." Irene sedih melihat Jisoo yang frustasi seperti ini, ia menarik Jisoo kedalam pelukannya. Jisoo masih menangis.

"Tidak apa-apa, it's okay, Jisoo-ya. Aku disini." Irene mengelus punggung Jisoo dengan lembut. 

***

"Bagaimana? Aman?" 

"Aman." 

"Syukurlah.

Lisa dan Chaeyoung bisa bernapas lega sekarang setelah menginterogasi Jennie. Ternyata Pak Guru Gong Yoo hanya menyuruh mereka salaman dan membereskan noda coca-cola di lantai kantin. Ditambah menyikat toilet, dan menyapu halaman sekolah, dan beberapa ruangan kelas.

"Ayo kita pulang." ajak Jennie.

Chaeyoung yang berjalan paling ujung melihat pemandangan di luar jendela. Sebuah pemandangan yang mengganggu matanya.

Dan Lisa menyadari hal itu, ia mengikuti arah pandang Chaeyoung. Wajah Chaeyoung berbah sendu.

"Hey, bagaimana kalau kita pergi cari makan?" Lisa menarik tangan Chaeyoung, berusaha menghibur Chaeyoung dan mengalihkan pikirannya dari pemandangan tadi: Jisoo yang dipeluk Irene.

"Tidak ah sedang tidak ingin.".

"Bagaimana kalau nonton?"

"Tidak."

"Jalan-jalan?"

***

Jisoo mendekati Jennie yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca buku.

"Ini..." ia meletakkan secangkir teh dan sepiring kecil pancake buatannya

"Tidak perlu repot-repot." Jennie tidak mengalihkan pandangannya dari buku. Hari ini mereka berangkat dan pulang sekolah seperti biasa karena kaki Jisoo sudah sembuh. Tidak ada adegan bonceng-boncengan.

"Jennie..."

"Hmm?"

"Yang tadi terimakasih."

"Tidak perlu."

"Kenapa kau menolongku?" Tanya Jisoo.

"Hanya kebetulan, tidak ada yang bisa kuajak  berkelahi sih." Jennie tersenyum.

"Bukannya karena tidak mau dimarahi Appa jika seragamku kotor?" sindir Jisoo, halus, ia tersenyum sinis.

"Itu juga", balas Jennie.

"Ya sudah!" Jisoo beranjak, ia hendak melangkahi kaki Jennie dan kembali ke kamarnya.

Tapi sialnya kakinya tersandung kaki Jennie.

"Eh-eh, eh?" Jennie menahan Jisoo yang oleng.

"Ah!" Jisoo tetap terjatuh,

Keatas badan Jennie yang menariknya tadi. Jisoo menahan badannya dengan tangannya agar tidak menimpa Jennie, sedangkan jennie memegang pinggul dan bahu jisoo.

Tatapan mata keduanya bertemu.

"Apa yang kau gunakan untuk membuat gadis ini, ya Tuhan?" Ucap Jennie dalam hati, ia menelan air liurnya susah payah.

Matanya, parasnya, mengalihkan dunia. 

"Ma-maaf." Jisoo segera bangkit dengan susah payah. Iya berjalan kikuk ke kamarnya, sedangkan Jennie hanya diam saja. 

"Lagi. Perasaan apa ini?" Jennie memegang dadanya, merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat untuk Jisoo.

***

"Kepadamu, gadis yang tidak bisa kujangkau. Semoga sedihmu hari ini segera berganti dengan kebahagiaan. Dari aku, yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika melihatmu susah hari ini." 

Ruangan kamar itu remang-remang, di depan sebuah meja seorang gadis mengetik di depan laptopnya.

***

Hai readers,

Gimana hari kalian?

Up again for my gorgeous reader. 

                                                            -ken-



 












Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top