Season 2 : Asap hitam
"Hazel.."
Gadis dengan manik mata berwarna Hazel itu berusaha menahan Isak tangis yang terus mendesak keluar.
Tangannya yang terangkat sedari tadi, berniat memukul wajah babak belur pria yang beberapa saat lalu, telah diketahui identitas sebenarnya.
Tuan Danang.
Tidak pernah dalam hidupnya, Hazel akan berhadapan dengan seseorang segentar ini.
"Maaf Wirya, aku tidak bisa menutupnya lebih lama lagi, dia harus tau identitask-HHMPPH!"
Belum sekedar pria babak belur itu berbicara, gadis itu telah menutup mulutnya secara kasar.
Mata berwarna hazel itu telah menyalang hebat. Memperlihatkan emosi yang tadinya tenggelam dalam kabut kesedihan.
"Tutup mulut anda, Tuan!"
Tangan gadis itu mengepal kuat, dengan cepat gadis tersebut melayangkan pukulan, kali ini tepat di dahi pria tersebut.
BUAGH!!!
Pria itu langsung tidak sadarkan diri, melepaskan pegangannya pada tangan Hazel yang menarik kerah bajunya.
Hazel kemudian terdiam, mengatur nafasnya yang memburu, melihat tubuh dibawahnya dengan pandangan yang terlampau kecewa.
Angin kembali bertiup membuat rambut gadis yang tengah berusaha mencerna keadaan itu menari dengan lembutnya.
Setelah muak melihat wajah pria yang tidak sadarkan diri itu, kepala gadis tersebut mengerling ke arah dimana Ajeng dan Tuan Wirya berdiri.
Sama halnya dengan Hazel, kedua sosok itu juga menatapnya dengan bingung dan khawatir. Sulit mencerna apa yang terjadi. Alis yang bertaut, bibir yang terkatup, tidak bisa berkomentar apapun.
Ajeng yang menyimpan banyak sekali pertanyaan saat ini. Namun entah mengapa dia tidak mampu mengutarakannya karena melihat kacaunya kondisi teman dihadapannya yang babak belur saat ini.
Hal tersebut, membuat raut wajah kedua sosok yang memandangi Hazel saat ini tidak dapat dideskripsikan.
Marah? Khawatir? Sedih? Entahlah Hazel juga tidak tau.
Manik mata Ajeng dan Tuan Wirya kemudian beralih menuju ke arah samping Hazel.
Mata mereka membulat, hal itu membuat Hazel mengerutkan alis.
Tunggu...apa yang mereka lihat?
Pandangan Hazel menoleh ke arah sesuatu yang mereka lihat. Ternyata mereka berdua menatap pada tubuh Tuan Danang.
Tubuh itu seperti menghangat. Hazel menatap heran, apa yang terjadi pada tubuh Tuan Danang?
Lalu, sedikit demi sedikit dari daerah-daerah yang terluka di tubuh pria itu mengeluarkan semacam asap hitam. Hal tersebut, sontak membuat Hazel tersentak.
"Apa-"
Hazel membelalakkan matanya, tubuh pria itu perlahan berubah menjadi asap hitam yang anehnya asap itu tidak terurai, membentuk seperti cacing asap yang menuju ke suatu arah. Tapi tinggi di langit.
Merasa masih dekat. Hazel berdiri dan mengambil ancang-ancang, kemudian berlari sekuat tenaga mengejar ke arah asap itu pergi.
"HAZELL BERHENTI!!" Teriak Ajeng tidak mendapat respon dari temannya yang semakin jauh berlari itu.
Sesaat kemudian, Ajeng menoleh ke arah sang guru. Membuat raut muka seperti meminta izin menyusul ke arah perginya temannya itu.
Tau kondisi dengan cepat, Tuan Wirya yang berhadapan dengan gadis itu mengangguk.
"Saya akan menyusul." Tukas Tuan Wirya cepat.
"Baik Tuan."
DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP!
Irama lari kaki itu semakin cepat beriringan dengan nafas yang memburu. Membuat tubuh Hazel sedikit nyeri apalagi di bagian paru-parunya dikarenakan oksigen tidak beraturan yang terus masuk.
Namun, masa Bodoh, Hazel tidak ingin menunda lagi.
"Asap itu...sama seperti asap yang dikeluarkan Reza ketika pergi dari hadapanku." Pikir Hazel, sembari mengatur nafasnya.
Apa ternyata Tuan Danang juga satu perkumpulan dengan tempat dimana Reza berada? Kalau benar, maka Hazel harus mencari tau tentang tempat itu. Awal mula. Titik dimana mungkin Hazel dapat mengetahui runtutan masa lalunya dan juga orang tuanya dari awal.
Hazel Haus informasi, dia ingin tau, maka dari itu Hazel berusaha untuk mengikuti asap tersebut. Dia tidak dapat menyia-nyiakan kesempatan ini.
Kemudian sayup-sayup dari belakang, terdapat suara yang memanggil nama Hazel dengan kencang.
Hazel sedikit menolehkan kepalanya ke arah belakang dan dapat melihat Ajeng yang telah menyusulnya dibelakang walaupun terpaut jarak cukup jauh.
"HAZELLL!!! KUMOHON BERHENTI!!"
Tidak menggubris Ajeng, Hazel terus berlari. Kepalanya kembali menghadap depan, menghadap asap yang diatas itu.
"HATI-HATI!!"
Hazel memperhatikan sekitar,
"OH SIAL-"
Dengan cepat Hazel menahan kakinya untuk terus berlari secara mendadak lalu berhenti seketika.
SROTTT!!!
Sedikit bebatuan tanah kecil yang dipijak Hazel saat berhenti mendadak tadi berjatuhan ke bawah. Seandainya Hazel tidak berhenti tadi, dia akan terjatuh kedalam hutan luas di bawahnya saat ini.
Nafas tersenggal-senggal serta keringat bercucuran deras, membuat rambutnya sedikit basah. Apalagi perihnya luka di daerah hidung dan bibirnya yang dilewati keringat membuat luka itu semakin menjadi sakitnya.
Mata berwarna Hazel itu melihat sejenak ke bawah dan menemukan betapa tinggi jaraknya berdiri saat ini dari hutan luas yang berada dibawahnya.
Hazel bergidik ngeri, dia lupa, meskipun kampung ini ada di bawah padepokannya. Namun struktur daerah pedalaman Blitar bertingkat, singkatnya mereka ada di daerah dataran tinggi. Sehingga bagaimanapun juga desa yang kini Hazel kunjungi adalah daerah tinggi yang masih berkaitan dengan tebing.
Pastinya jika gadis itu tidak hati-hati dia bisa mati konyol karena terjatuh dari ketinggian berpuluh-puluh meter lebih dari hutan yang ada dibawahnya kini.
Tanpa Hazel sadari sebuah tangan menepuk pundak Hazel, hal itu sontak membuat tubuhnya sedikit terkejut.
"HAH....HAH...Hazel...." nafas yang memburu, suara yang familiar.
Hazel dengan tenang, menolehkan kepalanya ke arah belakang, melihat sosok gadis sama yang memperingatinya untuk berhati-hati sebelum nyaris terjatuh dari tebing tersebut.
Setelah tenang, Ajeng menegakkan tubuhnya menatap Hazel dengan muka kesal.
"Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan, sampai tidak memperhatikan lingkunganmu sendiri?! Bagaimana jika aku tidak mengejarmu tadi?!" Ucap Ajeng emosi.
Ajeng menarik nafas kemudian melanjutkannya dengan singkat.
"Kamu ceroboh, Hazel!" Tegas Ajeng.
Hazel diam saja menatap gadis dihadapannya. Ajeng tidak salah mengatakan hal itu. Namun, sungguh Hazel juga tidak menyalahkan diri sendiri karena begitu penasaran dengan asap itu.
"Asap itu membawa petunjuk." Jelas Hazel singkat.
"Petunjuk apa?!" Kesal Ajeng.
"Tentang tujuanku hidup."
"Hah...?" Ajeng mengerutkan alis semakin tidak mengerti dengan apa yang Hazel ucapkan.
"Singkatnya, Tuan Danang berhubungan dengan masa lalu Hazel dan orang tuanya yang membuat dia mempunyai kekuatan rantai berdarah seperti saat ini."
Kedua gadis itu menoleh ke arah belakang dan melihat sosok yang berbicara itu, Tuan Wirya. Pria itu menggandeng Liam.
"Liam!" Seketika Hazel berlari dan terduduk memeluk adiknya.
Liam menepuk berulang kali punggung Hazel pelan-pelan, menenangkan kakaknya. Selepas itu pelukan mereka terlepas.
"Apa kamu terluka?" Khawatir Hazel mengecek tubuh Liam.
Liam tersenyum manis menggelengkan kepala. Hal tersebut membuat gadis itu menghela nafas lega kemudian kembali berdiri memasang wajah seriusnya dan menatap ke arah mata Tuan Wirya, seakan-akan meminta penjelasan darinya atas apa yang terjadi.
"Maaf Wirya, aku tidak bisa menutupnya lebih lama lagi, dia harus tau identitask-"
Lalu apa yang ingin beliau lakukan dengan membawa Liam ke sini?
"Aku mengerti kamu ingin bertanya banyak hal padaku. Tetapi, ada hal lebih penting yang harus ditunjukkan terlebih dahulu." Jelas Tuan Wirya cepat, sebelum gadis itu nanti benar-benar bertanya padanya.
"Tunjukkan Liam." Ucap Tuan Wirya.
Liam mengangguk, lalu memejamkan matanya.
Kedua gadis dihadapannya menatap lelaki itu dengan bingung. Sementara Tuan Wirya hanya terdiam, seperti menunggu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top