Chapter 12
🎶Playlist🎶
Straykids - Mixtape 3
.
.
.
.
Cepet upnya ya?
😁😁😁
.
.
Lagi mood baik
😂😂😂
.
.
Moga kalian juga dalam mood baik
😂😂😂
.
.
.
Thanks bagi yang menanti
🙏🙏🙋
.
.
.
Happy Reading
📖📖📖
.
.
.
Malam semakin larut saja. Namun, sosok Sinb tak muncul-muncul juga, membuat kedua pria di dalam apartemen ini nampak kebingungan.
Bahkan, Chan menyumpahi dirinya karena dengan cerobohnya mengusir Sinb begitu saja dan kini ia rasakan perasaan menyesal yang luar biasa. Sekeras apa pun ia mencoba untuk bersikap santai, pada akhirnya Chan tak bisa hanya diam. Ia tidak menyangka jika dirinya masih memiliki toleran terhadap gadis ini. Kini, diotaknya sekarang hanya ada nama Sinb dan segala pertanyaan tentang dimana sebenarnya gadis itu.
"Hubungi dia!" perintah Chan yang sangat susah untuk ia ucapkan semenjak tadi.
"Tidak aktif, hyung," jawab Han dan keduanya pun menghela napas panjang.
"Ia tidak mungkin kembali kerumahnya karena kita melihat Minho dan Hyunjin memasuki mobil tanpa dirinya. Jika, seandainya ia pulang sendiri, bukankah itu menjadi sangat tidak mungkin? Dompet serta koper dan isinya masih berada disini," kata Chan dan Han pun mengangguk, menyetujui dugaan Chan.
Kemudian, Chan nampak berpikir sejenak. "Hubungi Seungmin untuk mengerahkan anak-anak. Jangan sampai beruang tua itu tahu," kata Chan yang akhirnya menyerah pada egonya.
Mungkin, ia memang sangat tak menyukai Sinb. Chan hanya menggunakan gadis itu untuk membuat Minho sekali saja merasakan yang namanya kekalahan. Setelah melihat respon Minho yang tak seantusias saat bersama Dahyun, membuat Chan berpikir bahwa Sinb bukanlah bidak yang tepat.
Seharusnya Minho merasakan lebih dari ini. Saat dimana ia kalah dalam memenangkan hati seseorang. Namun, ia tak menyangka jika sosok Sinb tidak lebih mudah untuk diatasi. Gadis ini memiliki banyak hal yang membuat Chan tak bisa mengabaikannya. Bahkan berubah menjadi pria plin-plan yang tiba-tiba menjadi khawatir saat gadis itu menghilang seperti tertelan bumi.
---***---
Pagi datang, saat silau cahaya mentari memasuki cela persembunyian Sinb yang semenjak malam tidur di taman bermain, tepatnya di bawah bangunan seluncur yang biasa di pakai anak-anak untuk berseluncur.
Sinb merasakan dingin teramat menguasai seluruh tubuhnya. Terkadang menjadi angkuh dan keras kepala itu tak menguntungkan, pikirnya. Namun, ia cukup menikmati malam sendiri dengan kedinginan dan kesendirian yang luar biasa mengganggunya. Merasakan realita kesendirian membuat pikirannya berkelana memikirkan kedua orang tuanya yang memutuskan untuk berpisah dan pada akhirnya berebut hak asuh.
"Mereka lebih takut sendirian dari pada merasakan sakitnya perceraian?" gumamnya.
Lalu, Sinb pun menertawai dirinya sendiri. "Seperti inikah menjadi gelandangan?" gumamnya pelan.
Banyak hal yang dapat ia pikirkan saat sendiri yang terkadang membuatnya seperti orang gila karena bergumam, menertawai dirinya sendiri. Kini, Sinb pun mencoba untuk bangkit, berjalan di udara sedingin ini tanpa mantal membuatnya kesusahan.
"Sepertinya aku harus kembali untuk mengambil pakaianku dan itu bukan sesuatu yang memalukan," gumamnya pada diri sendiri.
"Hanya mengambil barang dan setelah itu pergi. Ya, hanya itu dan aku tidak perlu meminta maaf atau melakukan hal lain," lirihnya yang terus berjalan meskipun ia merasa langkahnya cukup berat. Kepalanya pusing dan badannya sangat panas.
Tidak terlalu lama untuk sampai di depan apartemen Chan. Dengan sedikit ragu, Sinb memencet tombol password pintu dan terbuka. Ia terkejut saat melihat Chan sudah berdiri dihadapannya, menatapnya tajam.
"Kemana saja kau semalam?" desaknya dengan kesal.
"Itu bukan urusanmu, aku datang kemari hanya ingin mengambil pakaianku," tegas Sinb yang menyerobot masuk, mengabaikan Chan.
Chan mencoba menahannya, nampak terkejut dengan tangan Sinb yang panas. "Kau demam." Chan pun segera memeriksa kepala Sinb dan gadis ini pun menepisnya.
"Urusi saja urusanmu!" serunya sambil melangkah masuk. Membuka kopernya, memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper.
Dengan susah payah, gadis ini mencoba membawa barang-barangnya. Mungkin, jika ia tidak sedang dalam kondisi buruk, ia akan dengan mudah membawa semua barangnya tapi sekarang, ini sangat sulit.
Chan masih diam, tidak terlalu banyak mencela seperti biasanya. Meskipun ia sangat ingin memarahi Sinb, tapi keadaan gadis ini sungguh membuatnya dapat menahan segala kekesalannya.
"Kau mau kemana? Kondisimu sangat buruk, paling tidak setelah lebih baik kau bisa pergi," katanya dan tentu saja Sinb tidak akan mempercayainya begitu saja.
Sinb sudah sering kali di kecewakan. Ia berpikir Chan sedikit beda, tapi kenyataannya Chan sering kali bertingkah seenaknya.
"Noona, kau sudah kembali?" Han tiba-tiba datang.
"Hoh, aku hanya mengambil barang-barangku dan pergi," jawab Sinb yang kini menepuk bahu Han sebelum akhirnya melangkah keluar.
"Hyung, tidak bisakah ia tinggal lebih lama?" Sinb mendengarkan permohonan Han dan ia cukup senang dengan kepedulian Han.
"Itu maunya, jadi biarkan saja," ucap Chan yang masih dapat Sinb dengar.
Kali ini Sinb terus berjalan sambil merenung. Ia merasa kesal pada realita yang terus mendesaknya bertingkah di luar nalar. Membuat semua orang merasa disusahkan oleh kehadirannya. Akibatnya, ia semakin membenci dirinya yang tak berguna.
Bahkan, kepalanya semakin tak bisa diajak kompromi. Sinb berhenti sejenak, menyandarkan tubuhnya pada dinding hanya untuk mencegah dirinya tak oleng.
"Ottokae ...." lirihnya dengan napas tersengal.
"Noona ...." Disaat tepat, Han datang dan segera membantunya.
"Noona, badanmu sangat panas. Kau demam, kita masuk saja," ajak Han dan Sinb pun menggeleng.
"Ani, aku tidak bisa di dalam lagi," ucap Sinb lemah.
"Jangan paksakan dirimu, lihatlah bahkan kau tak sanggup untuk berjalan," seru Han, memandangnya khawatir dan Sinb yang keras kepala ini memilih untuk melepaskan diri dari Han.
Brug
Ia terjatuh dan pingsan seketika. "Noona ...." Han menjadi panik dan Chan nampak berlari menghampiri.
"Apa yang terjadi?" tanyanya sambil merebut Sinb dari Han dan menggendongnya.
"Dia tidak demam berat hyung, hampir pingsan di sana dan saat ingin ku bawa kembali, ia menolaknya," terang Han yang membuat Chan mendesah.
"Dia sangat keras kepala! Hubungin dokter, aku akan menunggunya di dalam," perintah Chan dan Han pun mengangguk.
"Baiklah, bisakah kau merawatnya dengan benar?" mohon Han dan Chan tak menjawabnya, memilih untuk masuk.
---***---
Di sebuah bar elit, dua pria remaja duduk tanpa ada yang berani mengusiknya, kalau pun ada beberapa wanita yang mencoba mendekati, para penjaga akan membuat mereka pergi segera.
"Pulanglah, jangan terlalu banyak minum," nasehat Minho pada Hyunjin.
"Maafkan aku, hyung. Kau tidak seharusnya terlibat dalam urusan keluargaku," lirih Hyunjin yang separuh sadar ini.
Minho mendesah. "Aku sudah mengatakan kepadamu bukan, jika Gunsan tidak boleh menyentuh anak-anak Gimje." Lagi, Minho mengulangi kata-katanya lagi.
"Ini sedikit berbeda, hyung. Sepertinya noona dengan senang hati bergabung bersama mereka. Aku tahu, ia selalu bertindak gegabah, tapi aku bisa memahaminya." Hyunjin meneguk satu botol bir dengan cepat. "Kami ingin ia kembali ke Amerika dan sepertinya noona tak mau. Sehingga, ia memilih keputusan ini, ku rasa ia begitu kecewa kepada kami," lanjutnya.
Minho mengangguk. "Aku akan mengatasinya," sela Minho dan Hyunjin mendesah.
"Aku tak terlalu yakin jika ia bisa di bujuk. Hyung, noona memutuskan untuk pergi dengan tidak memilih kembali ke Amerika atau kepada kami, ku rasa ia mulai berpikir hidup sendiri. Jika sudah seperti ini, akan susah untuk membujuknya dan aku juga tidak ingin bertambah melukainya dengan memaksanya kembali," ungkap Hyunjin yang membuat Minho tak bisa mengatakan apa pun lagi.
Apakah ia harus memikirkan kembali semuanya? Tapi, Minho masih sangat penasaran kenapa Sinb sangat tidak bisa ia kendalikan seperti yang lain?
Apa taktiknya untuk mengelabuhi Chan tentang bagaimana kemarahannya saat tahu Sinb bersama Chan, ketahuan?
Namun, seperti kebanyakan orang mengenalnya. Minho, tidak akan pernah menyerah begitu saja. Ia akan mencoba membujuknya sampai ia sendiri menyerah.
Percayalah, Minho sangat benci kekalahan! Jadi, sebisa mungkin, ia harus berhasil membuat Sinb kembali dengan menggunakan cara apa pun.
"Aku rasa, ini saatnya kita menjalankan rencana kita," ucap Minho membuat Hyunjin mendongak.
"Rencana? Maksudmu mulai mendekati Yeji?" Hyunjin mencoba memperjelas maksud dari perkataan Minho.
"Ya, dekati ia secara diam-diam. Buat ini seperti pertemuan secara alami. Biarkan aku yang mengurus noonamu," ujarnya sambil menepuk bahu Hyunjin.
Hyunjin pun menghela napas. "Membayangkannya terus berada di Gunsan membuatku sangat marah. Bajingan-bajingan licik itu, aku tidak bisa menyerahkan noonaku kepada mereka. Tidak bisa!" Terlihat sekali Hyunjin berusaha meredam amarahnya.
Minho pun mengangguk. "Kau tenang saja, aku memiliki orang-orang Gunsan sebagai mata-mata disana. Mereka akan mengawasinya dan melapor kepadaku jika ada yang tidak beres tentang mereka," kata Minho.
---***---
Satu hari telah berlalu, keadaan kembali seperti semula. Bahkan Hyunjin serta Minho masuk sekolah seperti biasanya. Seolah tidak terjadi apa pun, bahkan kini Minho serta Hyunjin sedang duduk bersama di kantin.
"Tidak ada hal yang ingin kalian ceritakan kepadaku?" Changbin yang merasa kediaman mereka berdua sangat aneh.
"Yeji ... Hyunjin akan bergerak untuk mendekatinya," ucap Minho yang membuat Changbin mengangguk.
"Kenapa harus Yeji? Bagaimana dengan Ryujin?" Felix menyeletuk.
Felix adalah sosok sepupu yang akan memperjuangkan segalanya. Ryujin adalah sepupu tersayang Felix yang begitu menyukai Hyunjin. Bahkan ia rela bergabung menjadi bagian dari kelompok perempuan yang di pimpin oleh Yebin, hanya karena ingin mendekati Hyunjin. Namun, semua orang cukup tahu bagaimana Hyunjin bukan? Ia tak tertarik sedikit pun kepada seorang gadis.
"Yak, jangan membicarakan sesuatu yang tak penting." Yebin yang berada disampingnya memprotes Felix. "Sekali-kali jalang itu perlu di beri pelajaran. Hyunjin-ah, jika kau berhasil menakhlukannya, aku akan melayanimu selama satu bulan. Kau tak perlu mengantri makanan, mengerjakan tugas dan bentuk pelayanan lainnya." Bahkan, Yebin memberikan penawaran yang sangat menarik. Semuanya hanya bisa tertawa mendengar ucapan gadis ini, sungguh mereka cukup tahu seberapa bencinya Yebin terhadap Yeji.
"Yak, kalau penawaranmu semenjanjikan itu, aku juga mau ikut taruhan," protes Changbin.
"Aku juga mau noona, tapi aku sedikit takut dengan gadis itu. Dia lebih menakutkan darimu," celoteh Felix
"Aish, kau pikir aku ini yeoja yang bagaimana? Sampai kau mengatakan hal seperti itu!" omel Yebin dan semua orang pun tertawa.
"Sebenarnya berhubungan dengan yeoja adalah hal yang paling menyebal dari pada berkelahi," akui Hyunjin sambil mendesah. "Tapi, jika ini adalah bagian dari rencana untuk menghancurkan kesombongan mereka, aku akan melakukannya," lanjutanya.
"Jangan katakan apa pun kepada Ryujin." Changbin memperingatkan Felix.
"Rahasiakan semuanya." Minho menimpali.
"Ada Lia, si gadis populer yang tergila-gila dengannya juga. Mungkin dia bisa menjadi penghalang tak terduga. Kau harus sangat berhati-hati Hyunjin-ah." Yebin memperingatkan Hyunjin dan ia pun mengangguk, menyetujuinya.
"Baiklah, aku harus pergi. Ada beberapa hal yang harus ku urus." Minho menatap Hyunjin sebentar, sebelum akhirnya ia berdiri dan melangkah pergi.
Changbin menatapnya dan terlihat memikirkan sesuatu.
---****---
Pagi tengah berganti malam, angin dingin membuat Sinb semakin kedinginan. Ia meringkuk dibawah selimut tebalnya dan Chan serta Han beberapa kali mengecek suhu tubuhnya.
"Dia sudah terlihat normal." Chan bergumam.
Han pun datang melihat. "Hoh, aku tidak menyangka jika noona sakit membuat semua orang ketakutan," celotehnya yang merasa lega melihat Sinb pulih. Semenjak ia pingsan dan dibawah Chan kedalam, Sinb terlihat mengkhawatirkan. Namun, dokter bilang ia hanya kelelahan di tambah demam menyerangnya. Jadi, Sinb harus benar-benar beristirahat.
"Aku harus kembali kerumah sebelum beruang tua itu mengamuk dan menghukumku lagi." Chan pun menatap Sinb. "Jika ia memaksakan diri untuk pergi, cegahlah sebisa mungkin dan segera hubungi aku," pesan Chan
Han mengangguk. "Baik hyung, aku akan menjaganya," kata Han.
Chan pun pergi dan Han mulai mengeceki keadaan Sinb. Setelah itu, ia mulai menyetel televisi dan memakan semangkuk ramen buatannya. Sampai, ia mendengarkan sebuah ketukan.
Han pun berjalan mendekati pintu, melihat pada layar, seseorang bertopi hitam dan menggunakan masker hitam pula. Sejenak, ia berpikir tapi jawaban tak kunjung ia temukan. Membuatnya memilih untuk membuka pintu.
"Kau siapa?" Han bertanya dan sosok pria bermasker ini lebih memilih masuk.
"Yak!" Han berteriak, menarik pria bermasker ini dan berusaha memukulnya.
Buak
Tapi yang lebih mengejutkan, Han yang malah terpukul. "Kau siapa? Bagaimana bisa kau menangkis seranganku dan menyerangku dengan cepat!" sentak Han dengan memegangi perutnya.
Pria ini tak menjawabnya, ia memilih untuk terus berjalan dan saat Han akan menyerangnya lagi, seseorang memukulnya dari belakang.
Bug
Membuatnya pingsan seketika. Pria ini pun segera masuk kedalam, diikuti pria bermasker yang berhasil memukul Han. Mereka membawa Sinb yang masih lemah dan barang-barangnya keluar.
Diluar sudah ada mobil suv warna hitam dan muncullah sosok Minho. "Cepat bawa masuk, aku tak ingin siapa pun melihat ini. Hancurkan kamera cctvnya di mana pun itu!" serunya dan kini Sinb masih tertidur karena pengaruh obat yang ia minum dan Minho yang disampingnya, duduk dengan menarik kepala gadis ini untuk bersandar dibahunya.
"Pergi ke klinik noona, ia perlu di rawat disana," kata Minho kepada supirnya.
"Baik tuan muda," jawabnya.
"Lihatlah, kau selalu merepotkan semua orang," omel Minho dan sang supir hanya bisa geli melihat tuan mudanya bertingkah tak biasa seperti ini.
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top