Dua - SAAT RASA ITU MUNCUL
Hari ini come back to school
Semangat ya buay yg masih sekolah jangan cuma pengen uang jajan sama lihat adek adek kelas yg unyu😂😂
Yg udah ga sekolah mah nyantai aja... Kayak gue😂😂😂😇
Happy reading guys😍
***
Setiap orang pastinya akan menyadari karakternya masing-masing. Seberapa baik, seberapa buruk, seberapa munafik, dan seberapa menyebalkannya dirinya. Meskipun terkadang setiap orang itu tidak pernah pandai untuk menilai dirinya masing-masing. Akan tetapi, untuk menyadari karakter itu diri sendiri pun bisa merasakannya walaupun tidak bisa menilainya.
Sama halnya dengan Hana. Ia sendiri merasa bahwa dirinya tertutup, cuek, dan terkesan sangat menyebalkan bagi teman-teman satu kelasnya. Hal itulah yang membuat dirinya tak jarang menjadi bahan lelucon teman-temannya yang merasa tidak suka dengan dirinya.
Seperti halnya hari ini, Hana sedang kebingungan mencari sepatunya yang disembunyikan entah dimana oleh teman-temannya yang merasa kesal dengan sikapnya tadi saat sedang persentasi sejarah di depan kelas. Ya. Hana memang sangat menyebalkan saat di kelas. Terkadang ia pun sangat ingin marah-marah kepada teman-temannya yang selalu saja bersikap seperti ini kepadanya. Menjahilinya dengan cara-cara yang kurang ajar. Tapi, sudahlah. Api tidak akan padam jika kits menyiramnya dengan bensin. Justru kita harus diam tanpa melakukan perlawanan seberapa marahnya kita dan biarkan api kemarahan mereka padam dengan sendirinya.
Hana berjalan dengan hanya mengenakan kaos kaki putih dibawah lutut. Ia baru saja menemukan sepatu sebelah kirinya. Itu pun tadi ia temukan di tong sampah di depan kelas dua belas. Hana mencari di semak-semak sambil menjinjing sepatu kirinya. Sudah hampir setengah jam ia melakukan aktivitas konyol ini dan sampai sekarang yang ia belum menemukan sebelah lagi sepatunya.
Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam tanda berakhirnya istirahat sebentar lagi akan berbunyi. Itu artinya Hana harus mempercepat pencariannya.
Karena di halaman samping sekolah ia tidak menemukan sepatunya. Pencarian pun ia lanjutkan ke halaman belakang sekolah. Area yang lumayan sepi. Mungkin hanya ada beberapa orang saja yang menggunakan halaman belakang sekolah untuk sekadar nongkrong atau bersembunyi dari guru jika sedang tidak berminat untuk mengikuti pelajaran. Wajah saja area sepi seperti ini disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak seharusnya. Termasuk merokok.
Hana melongo melihat seorang siswa laki-laki yang sedang mengepulkan asap rokok membentuk bulatan-bulatan ke udara. Pria yang berdiri beberapa meter darinya. Pria yang sedang menyandarkan punggungnya pada pohon besar. Sebisa mungkin Hana tidak mengeluarkan suara apapun supaya tidak mengusik siswa itu. Namun terlambat, siswa laki-laki itu sudah lebih dulu melihat Hana.
Hana menghela napas. Mengabaikan tatapan matanya, Hana membalik badannya hendak mencari sepatunya di tempat lain. Ia mendengar suara langkah kaki mendekatinya namun hal itu tidak membuat Hana memperlambat langkahnya. Siswa laki-laki itu mempercepat langkah kakinya sampai akhirnya bisa memotong langkah Hana.
Hana mendongak menatap wajah laki-laki itu. Detik berikutnya pandangannya tertuju pada sepatu yang siswa ini sodorkan padanya.
"Ini punya lo 'kan?" tanyanya. Hana tidak menjawab.
Siswa laki-laki ini menghembuskan napasnya. Lalu mengambil sebelah sepatu yang ada di tangan Hana. Mengukur dan menyamakannya dengan sepatu yang ada ditangannya.
"Bener 'kan ini punya lo." ujarnya sambil menyerahkan sepasang sepatu yang barusan ia cocokkan itu pada Hana.
Hana mengambilnya. "Makasih." singkatnya. Kemudian tanpa mengatakan apapun lagi Hana berjalan melewati siswa laki-laki itu.
"Lo gak mau nanya dari mana gue dapet sepatu itu?" ucap siswa laki-laki itu setelah berhasil menyenyajarkan langkah kakinya dengan Hana.
"Palingan dari atas pohon." tebak Hana kemudian mejatuhkan tubuhnya pada sebuah tempat duduk. Siswa laki-laki itu ikut menjatuhkan tubuhnya di samping Hana.
"Apa temen-temen lo yang lakuin itu?"
Hana hanya berdehem. Membungkuk untuk memakai sepatunya.
"Kok bisa?" heran siswa laki-laki itu.
"Saat orang lain gak suka sama apa yang lo bisa mereka bakalan ngelakuin banyak hal buat ganggu lo. Pelampiasan atas ketidakmampuannya." itu jawaban yang keluar dari mulut Hana.
"Alvin. Nama gue Alvin." sela siswa laki-laki itu yang ternyata bernama Alvin itu.
"Gue tahu. Lo temennya Kai"
Hana sudah selesai mengikat tali kedua sepatunya. Menengakkan kembali tubuhnya. "Lo tahu 'kan kalau dilarang ngerokok di lingkungan sekolah?" tanya Hana mengintimidasi.
Pria bernama Alvin itu terdiam. "Ke...kenapa? Lo mau ngelaporin gue?" tantang Alvin sambil membusungkan dadanya. Lebih daripada itu suaranya sedikit bergetar.
Hana tersenyum miring. "Gue bukan anak yang suka ngadu." kepalanya ia palingkan supaya ia bisa melihat wajah Alvin. "Tanpa gue aduin ke BP pun cepat atau lambat apa yang lo lakuin itu bakalan ketahuan. Gak ada keburukan apapun di dunia ini yang bisa terus-terusan disembunyikan."
Setelah itu karena bel tanda istirahat sudah berakhir berbunyi Hana pun berpamitan ke kelas pada pria bernama Alvin itu.
Sementara itu Alvin masih duduk di posisinya. Ia merasa kagum dengan gadis yang baru saja berbicara dengannya barusan. Alvin tidak pernah bertemu dengan gadis seperti itu. Gadis dingin dan cuek. Jelas itu berlawanan sekali dengan tipe ideal Alvin. Akan tetapi, entah kenapa berbicara dengan gadis barusan selama kurang dari lima menit itu membuatnya merasa seperti ada sesuatu yang lain dari dirinya. Ia merasa sangat tertarik untuk lebih mengenal gadis dingin itu.
Ah, Alvin lupa menanyakan siapa namanya.
***
Fay menggebrak meja. Membuat pria yang barusan tertidur itu terbangun.
"Vero! Lo niat belajar gak sih!" teriak Fay. Vero yang baru saja terbangun itu balas meneriaki Fay. "Gak pake teriak-teriak di depan muka gue juga kali!"
"Apa! berisik?" Fay melipat kedua tangannya di depan dada. Tidak mempercayai apa yang baru saja Vero katakan padanya. "Gue gak bakalan neriakin lo kalau lo bangun dan ikut ngerjain tugas kelompok ini."
"Kan ada kalian. Lagian dengan adanya gue pun gak bakalan bisa bantu apapun." ucap Vero sambil lalu.
"Seenggaknya lo ngasih aspirasi lo." timpal Melati. Salah satu anggota yang satu kelompok dengan Fay dan Vero.
"Atau paling enggak lo dengerin prosesi diskusi ini." Anggara, anggota kelompok yang lainnya pun ikut nimbrung setelah sebelumnya fokus pada buku paketnya.
"Nah itu." Vero menunjuk Anggara dengan jari tangan membentuk pistol. "Gue dengerinnya sambil tidur. Jadi, kalian lanjutin aja diskusinya." Vero tersenyum lebar lalu kembali menumpuk kedua tangannya di atas meja dan menenggelamkan kepalanya disana.
Fay yang melihatnya memutar bola matanya kesal. Memang dengan adanya Vero pun tidak pernah membantu dalam diskusi kelompok seperti ini. Pria itu tidak membantu sama sekali. Dari sekian banyaknya anggota kelompok pastinya ada salah satu atau salah dua yang bersikap cuek dan masa bodo. Pasti saja ada orang yang seperti itu. Ikut kerja kelompok tetapi tidak pernah mau ikut susah mikir, maunya enaknya saja. Bilang iya iya, menyalin apa yang sudah di diskusikan lalu mengumpulkan tugasnya dan dapat nilai bagus.
Dan ajaibnya Fay harus satu kelompok dengan pria bernama Jevero Ardano ini. Pria paling badung dan paling menyebalkan satu alam dunia.
Fay menghela napasnya. Menatap Vero yang baru saja menenggelamkan kepalanya lagi diatas tumpukan tangannya dengan sebal dan tak habis pikir. "Kapan sih lo bisa dewasa." Fay menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak lama ia menggeram marah. "Udahlah! Terserah lo aja!"
***
Ada banyak cara seorang pria menunjukkan perasannya pada gadis yang disukainya. Ada yang menunjukkan perhatian lebih, ada yang bertingkah seolah-olah sahabat baik yang selalu menjaga, ada yang tidak terlihat tetapi dari cara menatap gadis yang disukainya dengan cara yang berbeda walaupun tidak menunjukkannya dengan perbuatan, dan ada juga yang malah bertingkah seolah-olah dirinya pria paling menyebalkan di muka bumi di depan gadis yang disukainya.
Tipe yang terakhir itu yang biasanya tidak terdeteksi. Karena saar seorang pria mengajak lawan jenisnya untuk bertengkar itu sudah termasuk ke dalam hal yang biasa terjadi. Tetapi, ada kalanya kejahilan yang dilakukannya itu melewati batas. Seperti ini, laki-laki yang pemalu dan bingung untuk menunjukkan perasannya akan memilih menjadi tipe pencinta yang terakhir. Kenapa? Karena mungkin dengan cara itu dia bisa menjadi lebih dekat dengan seseorang yang disukainnya. Ajaib.
Begitupun yang Vero lakukan. Jujur saja Vero menyukai Fay. Bahkan mungkin sangat menyukainya. Baginya Fay sangat istimewa. Gadis itu bisa menempatkan sikapnya di setiap situasi. Kapan dia bertingkah konyol, kapan dia bersikap dewasa, kapan dia menjadi pendengar yang baik, dan kapan dia bisa menjadi guru yang baik. Bukan hanya itu. Memang orang lain melihat Fay adalah sosok yang menyebalkan dan juga suka menjahili temannya. Vero juga satu pendapat dengan yang lainnya tentang Fay tentang hal itu.
Akan tetapi, Vero terenyuh hatinya karena Fay. Itu adalah beberapa bulan lalu saat kelas mereka mengadakan perjalanan ke sebuah pantai. Salah satu teman sekelas mereka ada yang tidak ikut. Saat itu Fay membujuk temannya supaya ikut bahkan sampai mengongkosi temannya itu.
Saat itulah Vero menyadari bahwa sikap Fay yang setia kawan dan penuh dedikasi terhadap pertemanan yang membuat Vero merasa tertarik dengan Fay. Akan tetapi, Vero bukanlah pria yang bisa mengekspresikan perasaannya. Sehingga pada akhirnya Vero menjadi pria yang paling menyebalkan di mata Fay.
Vero menahan tawanya saat ia baru saja menempelkan kertas bertuliskan "Jaga jarak, gue belum cebok" di punggung Fay.
"Lihat Fay." Vero berbisik kepada teman-temannya. Membuat semua orang langsung mengarahkan perhatiannya pada Fay. Tidak, pada tulisan yang menempel di punggung Fay. Semuanya tertawa.
Sementara itu Fay yang tidak mengetahui apa-apa hanya bisa menatap teman-temannya keheranan. Tak lama ia kembali fokus dengan gadgetnya mengabaikan teman-temannya yang tertawa itu.
Kejadian ini sangat lucu. Fay sama sekali tidak menyadari bahwa dia sekarang menjadi bahan tertawaan satu kelas.
"Fayina, lo disuruh ke ruang guru sama Pak Rudy." teriak Aruna yang baru saja masuk ke dalam kelas sambil memakan camilannya.
"Gue?" Fay menunjuk dirinya sendiri.
"Iya elo. Emang siapa lagi yang namanya Fayina di kelas ini." jelas Aruna.
Vero yang melihat Fay berdiri keluar kelas tertawa semakin keras. Pasti Fay akan menjadi pusat perhatian nanti saat keluar. Merasa puas dengan usahanya untuk menjahili Fay berhasil.
Ditengah tawanya Vero melihat Aruna yang menujuknya dari depan kelas sambil memandangnya tidak suka. "Keterlaluan yah lo."
Vero melotot. "Apa!" katanya dengan nada menantang.
Setelah itu ia melihat Aruna berlari keluar kelas.
Mengabaikan apa yang Aruna barusan lakukan. Vero kembali tertawa. Puas, sangat puas sekali rasanya.
"Kalian lihat 'kan, Fay yang bego itu gak nyadar kalau dia lagi diketawain." ujar Vero pada teman sebangkunya yang juga masih sedang tertawa sepertinya.
"Yayaya, lo emang punya seribu cara buat bikin dia marah sama lo." Padangan mata teman sebangku dengannya itu terarah ke depan kelas. Senyumnya terlihat di kulum. Namun beberapa detik berikutnya teman sebangkunya itu berpura-pura fokus membaca komiknya.
"Fay ada di depan." bisik teman sebangkunya itu sambil pura-pura fokus pada komiknya.
Dengan sisa tawanya Vero menatap ke depan kelas. Dan benar saja. Fay sedang berdiri disana menatapnya dengan tatapan marah.
"Kenapa?" Vero berdiri dari duduknya. Berkacak pinggang seolah sedang menantang Fay untuk berkelahi dengannya.
Vero melihat Fay tersenyum miring padanya. Kemudian gadis itu berjalan dengan cepat menuju ke arahnya. Dalam hitungan detik Fay memegangi lengan Vero lalu membatingnya di atas lantai.
Vero tidak tahu apa yang barus saja Fay lakukan padanya. Yang pasti Vero sekarang terbaring di atas lantai dengan punggung yang terasa sangat nyeri. Bahkan mungkin patah. Ia menatap senyum miring tanda kepuasan di wajah Fay. Saat itulah ia menyadari bahwa barusan Fay membantingnya.
"Gak lucu!" Fay melemparkan kertas yang sudah diremas-remasnya itu tepat ke wajah Vero. "Kapan sih lo dewasa?" hanya itu yang keluar dari mulut Fay sebelum akhirnya gadis itu meninggalkannya.
"Awwsss..." ringis Vero. Tubuhnya terasa remuk semua. Ia lupa bahwa Fay jago karate. Gadis itu bisa sewaktu-waktu kalap dan menghajarnya dengan jurus-jurusnya. Seperti barusan yang terjadi padanya.
Tiba-tiba saja Aruna sudah membungkuk di atasnya sambil mengulurkan tangannya. Vero menyambutnya. Membiarkan Aruna membantunya untuk berdiri.
"Makasih." singkat Vero sambil menduduki kursi di deret paling belakang.
Aruna pun menjatuhkan pantatnya pada kursi yang saling berhadapan dengan Vero.
"Dari sekian banyaknya cara cowok nunjukin perasaannya. Gue gak pernah lihat ada cowok yang nunjukkinnya dengan cara yang menyebalkan banget." komentar Aruna. Vero membelalakkan matanya.
"Gak usah melotot gitu juga kali." Aruna tertawa kecil.
"Lo..." Vero menunjuk Aruna. Bagaimana bisa lo tahu? Ia ingin mengatakan hal itu. Akan tetapi entah kenapa kalimat itu seperti tertahan ditenggorokkannya.
"Lo emang nyebelin." ucap Aruna. Vero melotot tidak terima di kata-katai sebagai pria menyebalkan oleh Aruna.
Vero menghembuskan napasnya. "Oke, gue setuju."
"Sikap lo sama orang lain pun sama menyebalkannya. Tapi sikap lo sama Fay..." Aruna menjeda kalimatnya. Tersenyum penuh arti sambil menatap Vero. "Jelas banget kalau lo suka sama dia."
"Gue cuma gak tahu gimana caranya gue deketin dia." Vero menundukkan kepalanya.
Aruna mengangguk-anggukan kepalanya."Lo gak sepenuhnya salah. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menunjukkan perasaannya."
***
Hari ini Kara tida ada jadwal pemotretan. Maka dari itu hari ini ia mempunyai waktu untuk berlatih basket bersama teman-temannya di sekolah mengingat permainannya kemarin itu sedikit mengecewakan karena daya tahannya yang sedikit menurun.
Kara memarkir motornya di parkiran sekolah. Mematikan mesinnya lalu meletakkan helmnya. Sejenak ia menyisir rambutnya yang agak berantakkan itu. Dari kaca spionnya ia melihat Aruna berdiri beberapa meter di belakangnya. Berdiri dengan tampang sebal yang entah kenapa sebabnya.
Kara menarik napasnya dalam-dalam mencoba mengumpulkan keberanian untuk mendekati Aruna.
"Hai." sapa Kara canggung saat ia sudah berada di hadapan Aruna.
"Hai juga." balas Aruna disertasi senyumannya. Kara yang melihat senyum itu serasa melayang ke angkasa. Senyum gadis ini lah yang membuat Kara menyukainya.
"Lagi nunggu siapa?" kali ini Kara merasa sedikit lebih rileks setelah sebelumnya merasa sangat gugup dan canggung sampai-sampai tangannya berkeringat dingin.
"Kai." jawab Aruna singkat.
"Kai? Emang Kai ke sekolah hari minggu?" tanya Kara heran.
"Gak tahu tapi katanya dia lagi di sekolah. Mungkin lagi nemenin Fay, pacarnya." Aruna tersenyum. Kemudian bergumam pelan namun masih bisa Kara dengar. "Anak itu sok sibuk banget setelah punya pacar."
"Emang seharusnya gitu 'kan. Bukannya Kai sok sibuk. Tapi pacarnya itu harus di prioritaskan." Kara mengamati wajah Aruna yang entah kenapa tiba-tiba saja berubah setelah mendengar apa yang ia katakan barusan.
"Kara." panggil Aruna sambil mendongakkan kepalanya untuk menyenyajarkan tatapan matanya dengan Kara.
"Gue gak salah 'kan kalau gue cemburu sama Fay? Gak salah 'kan kalau gue suka sama sepupu gue sendiri?"
Senyum di wajah Kara menghilang seketika itu juga setelah mendengar apa yang Aruna tanyakan padanya.
Aruna menyukai sepupunya sendiri. Aruna menyukai Kai.
***
Post ini dulu, Angel nanti lagi ya soalnya laptopnya di rumah gak gue bawa😂
Jangan lupa vote sama komennya yaaa
160718
Flower flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top