🍂| two wife :: X
Play: Fairy Tale -
Ost its okay to not be okay
Btw seneng gk double up? Hehe
Dahyun meregangkan tangannya yang terasa sangat kaku. Ia kembali mengecek dokumen yang baru saja diberikan sekretaris padanya, lalu membubuhi tanda tangan jika dirasa layak disetujui. Ia membenarkan letak kacamata tebalnya saat seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.
"Masih bekerja? Sekarang sudah sore." Jimin meletakan dagunya di bahu Dahyun, sembari menengok apa yang tengah dilakukan wanitanya. Boleh tidak sih, Jimin menyebut Dahyun itu wanitanya? Toh mereka tidak terikat status apapun tapi selama tiga tahun ini kedekatan mereka bisa dibilang sangat intim jika hanya disebut sahabat.
"Sedikit lagi. Setelah aku mengecek ini, maka pekerjaanku selesai. Tunggu aku di sofa saja sana." Dahyun tak mengindahkan kedatangan Jimin, membuat lelaki itu mengerucutkan bibirnya kesal namun tak kunjung melepaskan pelukannya. "Aku menunggumu seperti ini saja, di sofa dingin."
Dahyun tak menjawab, tapi ia juga tak menolak saat Jimin mulai iseng mengecupi bahunya yang terekspos. Ia membiarkan Jimin melakukan apapun semaunya, namun ketika lelaki itu menyesap lehernya cukup dalam, ia segera menghentikannya, "Ya, geumanhe! Jangan tinggalkan bekas!" Dahyun segera bangkit dari duduknya, lantas meletakan kacamatanya di atas meja. "Ahh aku sangat lelah, ayo kita pulang."
Melihat Dahyun yang kelelahan membuat Jimin tak bisa marah padanya. Pada akhirnya, lelaki itu mengacak rambut Dahyun perlahan sebelum memeluk pinggangnya dari samping seraya berjalan beriringan menuju basemant, tempat mobilnya diparkirkan.
"Oh ya Jim, malam ini kita ke penthouse-ku saja, sepertinya barang-barangnya sudah selesai di tata," ujar Dahyun ketika Jimin mulai menjalankan mobilnya,
"Secepat itu? bukankah kau baru membelinya pagi tadi?"
"Ya, waktu dari jam delapan pagi sampai jam enam sore itu sangat panjang, kan? Sepuluh jam, itu sangat cukup untuk para kurir menata penthouse itu supaya jadi nyaman ditinggali dengan barang-barangku yang baru kubeli kemarin bersamamu."
Jimin hanya tersenyum miring saat mendengar nada bicara Dahyun yang mulai agak ketus. Untung Jimin sudah terbiasa, kalau orang lain mungkin sudah tidak betah lama-lama bersama wanita berkulit putih ini. "Iya-iya, apapun keinginanmu."
Setelah itu, tak ada percakapan lagi diantara keduanya. Jimin fokus pada jalanan, sementara Dahyun menatap ke luar jendela tanpa minat sampai sesuatu terbesit dibenaknya, "Oh ya, sebelum pulang, mampir dulu ke toko kue beras, ya?"
"Kue beras? Untuk apa?" Jimin balik bertanya.
"Untuk tetangga baru kita."
Jimin memiringkan kepalanya seraya menatap Dahyun aneh. Dahyun bukan tipikal orang yang akan memberikan sesuatu pada tetangganya seperti itu, jadi ia merasa curiga. Apalagi saat ini wanita itu sudah tak lagi murung, malah terlihat bersemangat dengan senyum lebar yang terlukis di wajahnya.
Jungkook pulang dengan keadaan kacau. Ia segera membuka dasinya yang terasa mencekik lehernya, lantas melempar tasnya ke sofa sembarangan, "Tzuyu, siapkan aku air hangat."
"Baik, Oppa." Tzuyu datang dari arah dapur dan segera menyiapkan air hangat sesuai keinginan Jungkook. Lelaki itu langsung merebahkan tubuhnya pada sofa, kepalanya terasa sangat berat karena terus memikirkan perkataan ibunya saat di kantor tadi.
Mungkin dengan berendam di air hangat akan kembali menyegarkan pikirannya, namun suara bell pintu yang berdenting membuat lelaki itu segera beranjak dari sofa untuk membukakan pintu. "Ck, siapa yang bertamu di jam seperti ini."
Jungkook tak mengecek layar interkom, ia langsung saja membukakan pintu itu namun segera mematung saat melihat siapa yang datang ke rumahnya. "K-kau ... "
"Oh, Jungkook?" pekik Dahyun pura-pura kaget, sementara manik Jimin membola tak percaya saat melihat Jungkook yang keluar dari rumah ini. oh, rupanya tetangga barunya itu Jungkook, pantas saja Dahyun terlihat bersemangat.
"Ada siapa oppa?" Tzuyu segera muncul dari belakang Jungkook dan ekspresi wanita itu sama syoknya dengan Jungkook. "Eo-eonni? O-ttokhe ..."
"Apa maksudmu datang kemari malam-malam? Tahu darimana kau rumahku?" Jungkook menyela cepat seraya menatap Dahyun yang menenteng kresek berisi kue beras dengan tajam.
"Ahh ini ... aku hanya ingin memberikan ini karena kami baru saja pindah ke penthouse di depan penthouse milik kalian. Aku benar-benar tidak menyangka kalau aku akan bertetangga dengan kalian." Dahyun menyerahkan kue beras yang dibawanya pada Tzuyu sementara Jimin sudah menariknya supaya cepat pergi dari sana.
"Maaf kalau kedatangan kami mengganggu, nikmati malam kalian," ujar Jimin.
"Ehh oppa tunggu dulu, apa kau dan eonni tidak akan mampir dulu? Aku akan-"
"Tidak perlu Tzuyu, biarkan mereka pergi," potong Jungkook cepat, seraya membiarkan Jimin menarik Dahyun menjauh dari sana.
Dahyun sempat menolak, tapi Jimin segera membalikan tubuhnya supaya gadis itu tidak keras kepala ingin masuk ke penthouse Jungkook. Begitu Jimin berhasil membawa Dahyun agak menjauh dari sana dan pasangan suami istri itu telah menutup pintu penthousenya, Jimin langsung mengomeli Dahyun, "Apa-apaan ini? jadi kau membeli penthouse ini karena dekat dengan penthouse milik Jungkook? kau sudah gila?!"
Dahyun melepaskan tangan Jimin yang menyentuh bahunya. Ia membuang muka kesal seraya menggerutu, "Kenapa? tidak boleh? Aku memang sedang butuh tempat tinggal, kan? Aku sudah muak berada di rumahku itu. Masa aku harus menginap di apartemenmu terus."
"Lalu, apa maksudmu pindah kesini? Kau mau menghancurkan rumah tangga mereka? Kim Dahyun, kau itu seorang CEO, dan Jungkook adalah rivalmu."
"Geureso? Aku harus apa? Apa aku harus berdiam diri dan membiarkan mereka bahagia sementara hidupku hancur gara-gara kutukan sialan itu?" Dahyun menatap Jimin tak kalah tajam namun maniknya kini sudah berkaca-kaca. "Apa, hm? Aku harus melakukan apa? Selama ini hanya kau yang ada di sisiku dan tahu apa yang terjadi padaku selama ini, tapi kau tidak memihakku?"
"Bukan begitu Day, aku-"
"Kau pilih aku atau mereka?"
"Day-"
"Aku atau mereka?!"
"Tentu saja kau! Tapi kau jangan gegabah!" Jimin menyentuh kedua pipi Dahyun supaya gadis itu mau menatapnya, "Lihat aku, aku akan selalu berada di pihakmu tapi kau tidak bisa melakukan semuanya seenakmu. Saat di bar aku membiarkanmu berbicara dengan Jungkook, tapi saat di rumahnya ... kupikir kau masih belum siap. Kau lihat Jungkook tadi? Ia seperti tidak senang melihat kedatangan kita dan jangan sampai ia mencurigai motifmu itu."
Dahyun memejamkan matanya, dan membiarkan Jimin menariknya ke dalam pelukan hangatnya. "Jimin-ah, aku benar-benar sudah tidak sabar menahan semua ini, sampai kapan aku harus menahan semua ini? hiks."
Jujur, hati Jimin semkain teriris saat melihat wanitanya menangis seperti ini, tapi ia lebih tidak ingin Dahyun terjebak oleh perangkapnya sendiri. "Tunggu sampai waktunya tepat. Aku yakin, akan ada masanya lelaki itu memohon-mohon padamu. Tunggu sampai waktu itu tiba, dan selama itu, aku akan selalu menemanimu."
Sementara keduanya tidak tahu, kalau sejak tadi, Jungkook memerhatikan mereka di dalam rumahnya. Ia menyesap kopi yang baru saja Tzuyu buatkan untuknya, sementara pikirannya membatin, "Mereka masih berhubungan? Sejauh mana? Kenapa aku tidak tahu?"
Dahyun itu gk jahat, dia cuma lebih realistis aja karena sempat di khianatin dimasa lalu sampai hidupnya hancur, aku harap sampe sini kalian ngerti ya, hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top