Traum 14 - Home Sweet Home

Aku ada pertanyaan, kira-kira percakapan suzy-myungsoo kalau pake aku-kamu bagus gak?
.
.
.

Seoul, South Korea.

Sooji menarik napas panjang, menatap ujung sepatu boot hitam yang ia kenakan siang ini, lalu kembali mengamati sekeliling yang disesaki oleh orang-orang, dan berakhir menatap dua gadis yang berdiri di depannya dengan mata merah sekaligus berair, bisa ditebak jika matanya sendiri persis seperti kedua sahabatnya.

"Monic, Stef, come on," Keluhnya dengan suara tertahan, ia tidak bisa lagi mengulang apa yang semalaman telah mereka lakukan, karena sadar bahwa itu adalah hal tersulit yang akan mereka lakukan saat ini.

"Aku akan merindukanmu," ujar Stef, mengusap sudut matanya sambil menarik tangan Sooji.

"Me too," Sooji menjawab dengan senyuman kecil, "tapi kita sudah melakukannya semalam, goodbye things, hugs, tears. Don’t make me cry again, please?" lanjutnya dengan wajah memelas sembari menunjuk matanya yang bengkak, tanpa disangka Monica dan Stefany terkekeh mendengarnya. "Good, aku lebih senang mengakhiri ini dengan senyuman, bukan tangisan."

"Thank you, kalian berdua benar-benar membuat hidupku sempurna di sini," Monica merangkulnya dan Stefany, gadis itu memejamkan mata, "this past year was my very excellent experience that I ever had."

"Dan itu karena kita berdua," sahut Stefany melengkapi, ketiganya tertawa bersama.

"Aku juga merasakan yang sama, kalian adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki," Sooji tersenyum saat membalas pelukan Monica, “aku tidak akan pernah melupakan kalian, and don’t you dare to forget me!”

"Never!" Teriak Monica dan Stefany bersamaan, ketiganya masih saling berangkul di tengah-tengah keramaian bandara, menikmati saat-saat terakhir sebelum berpisah untuk waktu yang sangat lama.

"Aku pikir, sekarang saatnya untuk kita berpisah," Stefany yang lebih dulu menguraikan pelukan, dia berusaha tersenyum walaupun matanya terlihat sedih, tapi seperti kata Sooji, perpisahan ini tidak akan bagus jika dilakukan dengan tangisan atau kesedihan.

"Oh ya, I think, we should…" Monica merapikan letak topinya lalu dengan canggung menarik troli yang menampung koper miliknya.

"Well, okay then," Sooji tersenyum, mengikuti Monica yang mengambil troli, "hmm, aku di Gate 1."

"Aku Gate 8," Stefany menyahut lalu menatap Monica yang diam saja, merasa diperhatikan gadis berkulit coklat itu menatap balik dengan mata melebar, sementara Stefany melirik lembar boarding yang terselip di antara paspornya.

"Oh, ya, Aku Gate 5," jawabnya dengan gelengan kepala samar.

Sooji yang melihatnya malah tersenyum, "Monic, we will meet again, someday. Jangan bertingkah seperti kita tidak akan bertemu selamanya," tegurnya dengan nada candaan, Stefany yang baru menyadari tingkah Monica hanya menatap sahabatnya dengan pandangan menuduh.

"Oke, oke, aku akui ini memang berlebihan, tapi...aku," Monica menarik napas, menatap kedua sahabatnya, "di sana, tidak ada seorangpun yang mau berteman denganku," ungkapnya dengan wajah sendu.

"Monic, itu tidak benar, kau adalah teman yang baik," Stefany mendekat dan memegang tangannya.

Monica menggeleng sambil tersenyum kecut, "but, black, curly, bitch...mereka tidak akan mau repot-repot mencoba."

"Oh Monic, I'm so sorry," Sooji mendekatinya dan langsung memeluk, "we will there for you," bisiknya membuat Stefany tersenyum dan mengangguk.

"Why black? Your skin tone is so exotic, they envy with you, curly? Oh come on! You're totally hot with that damn curly brown hair. And bitch? Yeah, you are the hottest bitch that i ever seen, they just afraid that you can seduce their stupid-loser-called boyfriend."

"Nice talk, Stef," Sooji tersenyum, "Agree. You are hot Monic, and don't let those little bitches annoy you, just screw them." Tambahnya dengan nada menggebu-gebu.

"Oh, kalian memang yang terbaik, thank you so much. I will really miss you both," Monica tersenyum lega menyadari betapa kedua sahabatnya sangat mendukungnya.

"We have to keep in touch, okay?"

"Delta!"

Pada akhirnya mereka bertiga berpisah di Bandara Charles De Gaulle, Paris, melangkah menuju rumah yang berada di negara dan benua yang berbeda dengan harapan suatu saat waktu akan mempertemukan mereka lagi dalam sebuah memori yang lebih menyenangkan.

***

"Bae Sooji!"

Sooji berhenti melangkah, menatap sekeliling lalu pandangannya menangkap sosok pria yang sangat ia rindukan, senyumannya langsung merekah saat pria itu berjalan mendekatinya.

"Jam tujuh ya, bodohnya aku karena mau tertipu oleh gadis picik sepertimu! Kau membuatku menunggu selama tiga jam, apa yang kau.....Sooji?!" Pria itu menjerit kaget ketika tubuhnya tiba-tiba dipeluk dengan erat, kedua tangannya terangkat hendak mendorong pundak Sooji, tapi gadis itu memeluknya semakin erat.

"Lepaskan aku!"

"I miss you, so much." Sooji berseru semangat, masih dengan kedua tangan yang memeluk tubuh pria di depannya, ia memundurkan sedikit kepalanya lalu menatap wajah datar pria yang sama tinggi dengannya, "jangan bilang kau tidak merindukan kakak tercintamu ini, Bae Jinyoung?" Gadis itu menyipitkan mata, menampakkan wajah garang, sang adik memutar bola matanya.

"Untuk gadis picik yang membuatku menunggu selama tiga jam? No i don't."

Sooji mencibir, melepaskan diri lalu meninju dada adiknya dengan keras, lalu mengoceh, "kau memang tidak bisa menjadi adik yang manis barang sehari, bahkan saat kepulanganku setelah setahun penuh. Keparat."

"Berisik, ayo pulang," Jinyoung mendengkus, menarik troli milik Sooji, "seingatku tahun lalu kau hanya membawa dua koper, kenapa sekarang jadi berlipat ganda?" Tanyanya saat melihat troli Sooji sesak dengan empat koper berukuran besar.

"Emergency things. Kau tidak tau ada beberapa hal penting yang kubutuhkan dan ternyata tidak kubawa."

"Cih! Alasan, bilang saja kau memang hobi shopping. Tunggu sampai Eomma tau."

"Dasar pengadu!"

"Terserah."

Jinyoung berjalan melewati Sooji, meninggalkan kakak perempuannya yang sibuk mengomeli tentang sifatnya yang suka mengadu.

"Huh sifatnya masih tidak berubah," Sooji menggerutu saat menatap punggung adiknya yang bahkan tidak berbalik untuk mengecek apakah dia menyusul atau tidak. Jinyoung adalah tipe adik laki-laki yang pendiam, berbanding terbalik dengannya yang cukup banyak bicara di rumah, sifat dasar itu yang terkadang membuat mereka berdua sering adu mulut sampai membuat orangtuanya pusing. Jinyoung juga sangat cuek, selalu terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, pria itu lebih memilih belajar daripada harus keluyuran bersama teman-teman sebayanya, tapi ketika Sooji mendapatkan masalah, maka Bae Jinyoung lah orang yang paling pertama muncul.

Jinyoung adik yang penyayang, itu yang Sooji tau, hanya saja cara menunjukkan kasih sayangnya itu berbeda dengan orang lain, tapi itulah yang membuatnya istimewa. Sooji tidak pernah menyesal memiliki adik laki-laki yang cuek, pendiam, menyebalkan, tukang adu, tapi penuh kasih sayang.

Menyadari ketertinggalannya yang jauh, Sooji akhirnya berlari kecil, dan berteriak sehingga membuatnya jadi perhatian umum, "tunggu aku, adik durhaka!"

Sementara itu di depan sana, Jinyoung hanya menunduk dengan wajah masam, "memalukan."

**

"Home sweet home, sister."

Sooji melepaskan kopernya, ia menatap keadaan rumahnya yang sama sekali tidak berubah dari apa yang ditinggalkannya setahun yang lalu, pintu depannya masih berwarna putih, lantainya masih dilapisi oleh kayu ebony hitam berkualitas tinggi, ruang tamu masih ada sofa hitam dengan alas karpet berbahan wol berwarna biru tua, di ruang tengah, terlihat lebih ceria dengan sofa putih dan meja kopi yang di bawahnya dilapisi karpet biru langit, beberapa lemari penyimpanan terlihat memenuhi dinding ruang tengah, di sudut ruangan terdapat sebuah lemari yang menampung beberapa foto keluarga yang letak dan jumlahnya sama sekali tidak berubah, di sisi lain, Sooji menatap pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan dapur sekaligus ruang makan, pendengarannya menangkap suara-suara berisik yang berasal dari dapur, kemudian kakinya melangkah ke sumber suara.

Berdiri di pintu pembatas, Sooji langsung menatap keadaan dapur yang sangat terang akibat pintu prancis yang membatasi dapur dan teras belakang rumah membuat matahari langsung masuk menyinari ruangan ini, di sisi kanan terlihat seorang wanita sedang sibuk mengaduk sesuatu di atas kompor sambil terus memberi intruksi, sementara di tengah-tengah ruangan, seorang pria menyusun piring dan gelas di atas meja makan, Sooji memejamkan mata dan memikirkan bahwa pemandangan ini adalah hal yang sangat dirindukan selama satu tahun terakhir.

"Sayang, jangan lupa gelas kesayangan putri kita."

"Oh iya, aku hampir lupa. Terima kasih sudah mengingatkanku, darling."

Sooji tersenyum saat melihat ayahnya mendekati sang ibu dan mencium kepala wanita itu. Ah, pria yang begitu romantis dan penuh kasih sayang.

"Hello, anak di bawah umur ada di sini."

Tiba-tiba sebuah suara muncul di sampingnya, membuat Sooji menoleh dan menatap adiknya yang menunjukkan ekspresi ngeri yang sama setiap melihat kedua orangtua mereka saling mengumbar kemesraan. Merasa diganggu, sepasang sejoli itupun menoleh, mendapati dua anaknya berdiri di ambang pintu dapur dengan ekspresi yang jauh berbeda, seketika itu juga Mijoo-sang ibu langsung berlari mendekati putrinya.

"Oh tuhan, putriku akhirnya pulang," ucapnya terharu lalu memeluk serta mencium Sooji, "satu tahun, rumah sangat sepi tanpa kehadiranmu, sayang," Mijoo menangkup wajah putrinya dan menatapnya dengan pandangan berbinar.

"Yah, damai seperti surga," sindir Jinyoung, membuat Mijoo meliriknya tajam, "sana, mending bawa barang-barang kakakmu ke kamarnya," tegurnya dengan nada memerintah. Jinyoung tidak memiliki pilihan selain mendengkus dan langsung melaksanakan perintah sang nyonya besar.

"Putriku, tidak ingin memberi pria tua ini pelukan?"

Sooji menatap sang ayah dan langsung memberikan apa yang diinginkan ayahnya, ia tersenyum lega, akhirnya bisa merasakan hangatnya pelukan sang ayah lagi, diluar apapun, sebenarnya Sooji paling merindukan ini, kehangatan yang selalu berhasil ia rasakan ketika berada di rumahnya. Menyaksikan kemesraan ayah dan ibunya membuatnya selalu merasa bahagia, bagaimana ayahnya menatap sang istri dengan pandangan penuh cinta, sementara ibunya memberikan sang suami perhatian penuh kasih sayang.

Senang bisa pulang ke rumah.

"Home sweet home, pumpkin."

Continued...
[17/07/18]

Meet, Bae Jinyoung, his very first appearance in my story 😊 hope you love him 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top