25 | Kembali

"SAHAL!" Melodi berusaha meraih pergelangan tangan Sahal. Menahan sosok bertubuh tinggi itu untuk tak pergi. "Seenggaknya lo kasih alasan kenapa mutusin mundur dari OSIS. Lo ketos di sini, Sahal."

Melodi tak habis pikir. Di hari pertama Sahal kembali masuk sekolah, setelah menghilang seminggu lamanya, dengan alasan tak jelas Sahal tahu-tahu mengundurkan diri dari keorganisasian.

Dalam, Sahal menghimpun banyak oksigen dalam paru-parunya. Lantas melepasnya dalam satu embusan napas. "Mulai sekarang juga sebaiknya kita enggak usah temenan lagi," putus laki-laki penyuka warna abu-abu itu seraya menjauhkan tangan Melodi dari tangannya.

Apa yang Sahal paparkan, jelas membuat kening bersih Melodi berkerut dalam. Mendadak ia merasa menjadi orang paling bodoh yang bahkan tak paham dengan semua kata yang lolos dari mulut Sahal. "Bokap lo enggak nuker otak lo, kan? Kok mendadak lo jadi gini sih?"

"Melodi, please!"

"Sahal, please!" Melodi kesal. Ia mungkin bisa menerima Sahal keluar dari OSIS, tetapi ia tidak bisa menerima Sahal memutuskan pertemanan dengannya setelah semua hal yang ia lakukan untuk laki-laki itu. Om Aryan pasti udah lakuin sesuatu sama Sahal, pikir Melodi demikian. Sahal tidak mungkin melakukan hal ini jika bukan Aryan di balik kendalinya.

"Apa yang terjadi sebenarnya? Lo harus cerita sama gue." Alih-alih mendapat respon berarti, Melodi justru melihat Sahal melangkah cepat meninggalkannya. Ia ingin menyusul, tetapi bunyi nyaring ponselnya menahan niatnya. Pesan masuk dari Virga. Kekasihnya itu sudah menunggunya di parkiran untuk pulang bersama, seperti biasa.

NURA mengempas kasar ponselnya ke atas meja. Baru saja, Banu menagih janjinya perihal materi Hansa Magazine yang juga belum digarap. Tak ingin peduli, gadis dengan rambut terkepang itu kemudian memfokuskan seluruh tatapnya ke arah gadis bermuka muram di hadapannya.

"Gue khawatir banget sama Sahal." Baru saja, Melodi bercerita kepada Nura perihal kejadian di sekolah tadi. Perasaannya terus dilanda galau, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk membagi kegalauan itu dengan Nura.

Ponsel Nura kembali berdering. Kali ini Banu menghubunginya via telepon. Nura melirik sekilas, sebelum kembali fokus pada Melodi. Ia tidak akan mengangkat panggilan itu sebelum Banu setuju kalau materi majalah pertama mereka tidak mengangkat soal kehidupan Sahal. Virga sudah mengusulkan mengisi majalah itu dengan dokumentasi acara festival sekolah kemarin, tetapi Banu masih saja keukeuh dengan keputusannya.

"Om Aryan pasti ngapa-ngapain Sahal. Sahal pasti kesulitan banget."

Setelah sekian lama tak lagi menaruh cemburu kepada Melodi, Nura merasakan hal itu lagi. Kali ini bukan lantaran keharmonisan hubungan sahabatnya itu dengan Virga. Tapi, mendengar Melodi menyebut-nyebut nama kekasihnya membuat hati Nura sedikit tercubit. Lagi, bagaimana Melodi mengkhawatirkan sosok itu lebih banyak daripada dirinya, menumbuhkan perasaan tak tenang. Mendadak, ia jadi khawatir kalau Melodi kembali berpaling kepada Sahal.

"Gue dapat nomor baru Sahal. Lo mau?" tawar Nura sedikit tak rela. Saat tahu kalau Sahal ganti ponsel dan hanya nomornya--selain nomor Aryan dan Titi--yang Sahal simpan di phone book-nya, Nura bahagia sebab merasa kalau ia menjadi satu-satunya orang berarti dalam hidup Sahal.

"Sahal bahkan enggak kasih tahu nomornya sama gue." Wajah Melodi semakin mendung saja.

"Gue kirim lewat WA ya?" Nura meraih ponselnya. Tiga panggilan tak terjawab dari Banu ia hiraukan, dan sibuk mencari kontak yang dimaksud.

"Enggak usah." Melodi menahan gerak tangan Nura. "Gue yakin Sahal punya alasan kenapa dia kayak gini. Apa pun alasannya gue yakin itu buat kebaikan gue." Seperti yang sudah-sudah. Bukankah alasan Sahal kembali ke rumah ayahnya juga adalah untuk menyelamatkan hubungannya dengan Virga?

Benar, siapa yang bisa menebak sosok Sahal? Laki-laki misterius yang kadang pemikirannya tak bisa ditebak.

Hening sesaat mengambil alih keadaan. Sampai Nura kemudian meraih tubuh Melodi dan mendekapnya. "Enggak cuma lo yang khawatir di sini. Gue pacaranya, sudah seharusnya gue mengkhawatirkannya juga." Karena tanpa siapa pun sadari--termasuk Nura sendiri--sudah tumbuh rasa dalam hati gadis itu untuk Sahal.

Cerita Melodi kemudian mengingatkan Nura ke kejadian di sekolah. Sebab, tak hanya Melodi, Nura pun merasakan aura berbeda dalam diri Sahal.

GARA-GARA lupa mengerjakan PR Matematika, Nura menjadi orang paling sibuk di kelas pagi itu. Terpaksa ia menyalin PR salah satu teman sekelasnya tanpa tahu jawaban itu benar atau salah. Jantungnya berdebar-debar, Nura bahkan tak bisa membayangkan hukuman apa yang akan didapatkannya jika membuat guru paling killer di SMA Hansa itu marah.

"Sial! Bentar, Gan. Dikit lagi ini." Nura terus saja menggerutu, selagi tangannya sibuk mencatat. Saking sibuknya, ia bahkan tidak sadar kalau orang yang baru saja duduk di sisinya itu Sahal, bukan Gandi, teman sekelasnya yang berbaik hati memberinya contekan.

Tanpa suara, Sahal memperhatikan Nura. Sedikit terhibur melihat seberapa frustasinya si gadis. Ia tidak menyangka bisa melihat wajah cantik Nura lagi. Kendati akan ada banyak hal yang berubah, setidaknya melihat Nura setiap hari, itu sudah membuat Sahal merasa sangat bersyukur.

"Thanks, nanti gue trak--" Kalimat Nura terputus, gerakan tangannya pun yang hendak menyodorkon buku milik Gandi terhenti. Terbelalak, ia menatap sosok tampan yang kini memenuhi bola matanya. "Sahal?" Suara Nura tersendat di tenggorokan.

Urung melihat mata Nura yang kini dilapisi kaca-kaca bening, Sahal mengalihkan tatap ke arah lain.

"Lo baik-baik aja? Lo sehat? Lo enggak sakit, kan? Gue ...." Air mata Nura menetes. Refleks ia berhambur memeluk Sahal. Tak peduli bahkan dengan tatap curiga teman-teman sekelasnya yang sampai sekarang tidak mengetahui perihal hubungan mereka. Sekarang, Nura bahkan merasa ingin memberi tahu semuanya kalau Sahal adalah kekasihnya

"Lo kenapa enggak balas pesan gue? Niat banget ya lo bales dendam karena gue sering cuekin pesan lo?"

Sahal sebenarnya ingin berlama-lama berpelukan dengan Nura, tetapi tatap seluruh mata yang ada di kelas membuat ia terpaksa menjauhkan tubuh Nura yang menempel padanya. "Ponsel lama gue hilang," jelas Sahal selagi menyodorkan ponsel pemberian Aryan yang baru ke hadapan Nura. Ia memberi kode kepada Nura untuk menyimpan nomornya di sana. Tentu saja, Sahal tidak mungkin bilang kalau Aryan sengaja membuang ponselnya.

"Pantes, padahal gue udah buruk sangka sama lo." Nura menghapus cepat air matanya. Sesaat ia menatap kagum ponsel di hadapannya. Setahunya, ponsel yang Sahal pakai saat ini adalah iPhone terbaru dengan harga yang fantastis. Hal itu menampar sadar Nura kalau orang yang saat ini duduk di sampingnya benar-benar anak seorang konglomerat. Bukan Sahal yang tiap pagi selalu naik angkot lusuh bersamanya. Mendadak, Nura merasa begitu kecil. Merasa tak pantas untuk Sahal.

Sahal kembali membiarkan saku kemejanya menelan ponsel yang Nura kembalikan padanya. Setelah sebelumnya ia mengirim chat singkat ke nomor Nura. "Itu nomor baru gue. Jangan sebar sama yang lain," desis Sahal. Ia berniat untuk tidak berhubungan dengan siapa pun lagi selain dengan Nura, itu pun mungkin tidak akan senormal biasanya.

Nura ingin bertanya lebih. Namun, raut dingin Sahal yang minus derajatnya lebih ekstrim dari biasanya, membuat Nura urung. Alhasil, ia hanya mengangguk patuh. Lagi, Nura senang karena ia merasa menjadi satu-satunya untuk Sahal.

"Karena lo udah kembali, sepulang sekolah, ayo kita jalan-jalan," semangat Nura sebisa mungkin mencairkan es yang terasa membekukan atmosfer di antara mereka. Namun ....

"Enggak bisa. Gue enggak ada waktu."

... jawaban yang Sahal beri justru membuat hati Nura semakin mendingin. Kata-kata itu menampar habis sadar Nura kalau orang yang duduk di sampingnya saat ini bukan Sahal yang ia kenal, bukan sahal-nya Nura lagi.

Bandung, 07 Maret 2021

Oya, mampir ke cerita Warna Pelangi di akun Naesu13 yaaa.. jangan lupa tinggalkan vote dan komen juga...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top