Bab 5 : Kami tunangan

"Jadi bisa dijelaskan kenapa Putri Naruto ada diluar istana tanpa pengawal terlebih dengan seorang pria tak dikenal. Bagaimana Anda menjelaskan semua ini?"

Naruto terdiam. Sungguh dia tak mengenal wanita yang mengenalinya ini, tapi kemungkinan besar wanita didepannya tahu masalah jika dia tak memiliki ijin keluar istana.

"Aku Haruno Sakura jika Anda lupa Putri. Dan aku Putri Mahkota kerajaan ini, dengan kata lain aku kakak ipar Anda."

Naruto dan Sasuke sama-sama mengangguk karena baru mengetahuinya.

"Lalu kenapa Putri Mahkota bisa ada di daerah ini?" tanya Naruto mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Aku berkunjung ke kediaman pribadiku menemui ayah dan ibuku. Dan itu bukan masalah kerena aku bersama pengawal Putra Mahkota, yang jadi masalah disini itu adalah Putri Naruto."

Naruto menatap Sasuke meminta bantuan, ayolah... jika dia berkata jujur alamat masalah bukan?

"Maafkan aku sebelumnya Yang Mulia Putri Mahkota, perkenalkan namaku Uchiha Sasuke, Pangeran kerajaan Angin, dan sebenarnya kedatanganku kesini adalah bertemu tunanganku Putri Naruto."

"Y-ya?" Sakura menatap keduanya tak mengerti.

"Benar Putri Mahkota, Sasuke datang menemuiku."

"Tunggu Putri Naruto. Bukankah Anda kehilangan ingatan bagaimana Anda ingat dengan Pangeran Sasuke dan sejak kapan kalian bertunangan?" tanya Sakura dengan ekspresi terkejut,

"Aku hanya kehilangan sebagian ingatanku, aku kehilangan ingatan tentang tiga tahun lalu, dengan kata lain selama tujuh belas tahun ini aku mengingat kehidupan seperti apa yang aku jalani, aku hanya mengingat kehidupan diluar istana dan tentu saja ingatan tentang Sasuke juga ada, Anda tentu tahu jika aku tujuh belas tinggal diluar istana lebih tepatnya di perbatasan dan kami bertemu disana. Bukan begitu Sasuke?"

Terimakasih pada dewa takdir yang memperlihatkan kehidupan Putri Naruto dan Pangeran Sasuke meski sedikit, tapi setidaknya dia bisa menyimpulkan beberapa hal dari sekilas ingatan itu.

Sasuke yang mendengar pernyataan asal Naruto langsung mengangguk cepat meyakinkan.

"Lalu bagaimana Anda keluar istana Yang Mulia? Yang aku tahu ada sepuluh prajurit Putra Mahkota bersama Anda dan tujuh dayang petarung yang selalu menemani."

"Ka-kalau itu..."

"Anda tahu jika nyawa Anda terancam dan Anda melakukan tindakan ceroboh dengan menemui seorang pria yang bahkan keluarga kerajaan tak tahu jika kalian bertunangan."

Naruto mengatupkan mulutnya tak bisa menjawab.

"Kalian berdua akan dibawa ke istana. Anda tak keberatan bukan Pangeran Sasuke?"

Keduanya mengangguk. Perasaan mereka saja atau Putri Mahkota terlihat begitu menyeramkan dimata mereka?

.

.

.

Keduanya meneguk ludah saat ditatap oleh Minato bersama para pejabat.

Ini bukan pengadilan untuk menentukan hukuman bukan?

"Pangeran Sasuke, kau yakin tiga tahun lalu bertunangan dengan putriku sebelum dia kembali ke istana?" tanya Minato dengan suara dalam,

"Y-ya? Ah... Te-tentu saja Yang Mulia."

"Putri Naruto, kau tahu bukan jika tak ada ijin bagimu keluar istana karena alasan keselamatan?"

Naruto menunduk dan mengangguk kecil.

"Lalu kenapa melanggar perintahku?"

"Karena aku ingin bertemu cintaku. Tiga tahun lalu sebelum kejadian diperbatasan kami berjanji bertemu di ibukota dan itu adalah hari ini, aku rela mempertaruhkan nyawa demi cintaku." jawab Naruto dengan nada sendu meyakinkan,

Para pejabat memalingkan wajah, antara merasa lucu sekaligus kasihan, alamat raja mereka murka bukan?

"Nyawamu itu lebih berharga!! Kau bisa memintaku sebagai ayahmu untuk bertemu Pangeran Sasuke, bukan bertemu secara diam-diam!!"

"Jika nyawaku lebih berharga lalu kenapa Ayahanda membuangku selama tujuh belas tahun?!! Aku hampir mati diperbatasan!! Kakek tak akan mati jika aku tak disana!!" seru Naruto tak kalah kesalnya,

Jika saja orang didepannya tak membuang Putri Naruto, acara dia terlempar ke masa lalu pasti tak ada!!

Baik. Ini tak baik, murka raja akan imbas pada pejabat, itu yang dipikirkan para pejabat kerajaan yang berkumpul,

Lagipula kenapa sifat Putri Naruto menjadi barbar tak terkontrol seperti ini?

"Yang Mulia sepertinya Putri Naruto perlu istitahat, biar hamba antar ke kediamannya." ujar Sakura yang ada disana, membaca aura tak enak disekiar.

"Ya. Pergilah kalian semua, tinggalkan aku dengan Pangeran Sasuke." perintah Minato menahan amarah,

"Jangan sakiti calon suamiku!!" seru Naruto sebelum keluar aula kerjaan.

Minato mematung, putri kecilnya mengatakan apa? Calon suami? Ahh kepalanya...

.

.

.

"Kau benar-benar mencintai putriku Pangeran Sasuke?" tanya Minato setelah sekian lama terdiam,

"Ya."

"Aku tahu kisahmu dan putriku, apa kau ingat masa lalumu sekarang dan kembali pada putriku?"

Sasuke terdiam. Semua orang tahu jika dia kehilangan ingatan bahkan mereka mengatakan jika Putri Naruto adalah kekasihnya tapi sejujurnya dia tak ingat sama sekali.

"Ya."

"Tapi putriku tak akan kulepaskan untuk menjadi istrimu karena bahaya yang akan mengancamnya dimasa depan jika dia menikah denganmu. Bagaimana menurutmu?"

"Putri Naruto sangat mencintai hamba dan Anda sebagai ayah tentu tahu sifatnya seperti apa dan aku bisa melindunginya."

Minato tahu, sangat tahu, putrinya tak akan takut kembali kabur, seolah nyawanya memang memiliki banyak cadangan.

"Aku akan memberitahu Raja Fugaku tentang keberadaanmu di kerajaan Api, karena itu kau bisa tinggal di istana sampai ada yang menjemput."

Sasuke menggeleng, "Hamba akan tinggal di penginapan di Ibukota dan kemungkinan tanpa Anda memberitahu Ayahanda Beliau sudah tahu hamba kemana."

"Begitu. Baiklah, hati-hati dijalan dan mulai sekarang jaga putriku, aku mempercayakannya padamu."

"Tentu."

.

.

.

"Aku pulang Ayame." sapa Naruto santai, melambaikan tangan pada dayang pribadinya.

Mata Ayame berkaca-kaca dan langsung mendekat, "Jangan lakukan hal seperti itu lagi Yang Mulia. Hamba takut,"

"Ahahaha... Aku baik-baik saja sungguh."

"Anda bisa dalam bahaya kapanpun. Mengertilah..."

"Ah benar, aku akan meminta Ayahanda untuk mengabulkan permintaanku tinggal di luar istana."

"Ya?"

"Aku ingin membeli kediaman pribadi diluar istana. Kau tahukan jika aku sudah menikah maka aku akan keluar istana. Jadi aku harus mempersiapkan diri, bukan begitu?

"Me-menikah? Anda? Memang siapa pria itu Yang Mulia?"

"Hehehe... Pangeran Sasuke."

"H-hah?!!"

"Ayame berisik. Aku mau istirahat,"

Sejak kapan majikannya bertindak dewasa dengan ingin menikah segala?

.

.

.

"Putri Naruto ingin menikah dengan Pangeran Sasuke. Kalian tahu artinya apa? Dia akan menjadi Putri kerajaan Angin juga, terlebih Pangeran Sasuke memiliki peluang besar naik tahta karena Putra Mahkota sekarang kemungkinan akan mengambil tahta kerajaan Air karena ayah mertuanya tak memiliki keturunan laki-laki, kemungkinan menantu putri sulungnya yang akan naik tahta. Putri buangan itu akan memiliki status lebih tinggi dari putriku!!" teriak Sara menahan amarah,

"Karin. Kau harus membuat Pangeran Sasuke jatuh pada pesonamu. Gunakan banyak cara untuk menggodanya."

"Baik Ibunda."

"Putriku harus memiliki status tinggi, kau tak boleh kalah nak, tak akan kubiarkan kau kalah."

"Dan asal kakak tahu, jika Uchiha Sasuke dan Naruto memiliki hubungan yang amat sangat dekat dan tak mudah dirusak begitu saja. Mereka selalu bersama saat di perbatasan dan semua orang tahu akan hal itu,"

Sara menatap adiknya kesal, "Dan harusnya pejabat sepertimu tahu apa yang harus dilakukan Nagato. Buat cara agar bisa menjatuhkan Naruto,"

Nagato membuang nafas. Itu sudah pasti mustahil, karena dia sangat tahu jika Raja Minato begitu menyayangi putrinya itu, mustahil menjebaknya dengan hal biasa, hukum tak berlaku bagi putri yang kini paling dijaga di kerajaan Api, apapun yang pejabat lakukan untuk menjatuhkan putri itu tak ada yang berhasil semenjak penyerangan malam itu, seolah semua hukum tak berlaku pada sang putri.

.

.

.

Naruto membuka buku yang dia pinjam dari perpustakaan, buku ini menceritakan kasus dimana ibunya dilengserkan.

Ibunya difitnah menganiaya para selir raja bahkan meracuni beberapa selir hingga akhirnya statusnya turun menjadi Selir Agung dan akhirnya memilih tinggal di kuil.

Ada juga pemberontak yang menyerang perbatasan ditemukan tewas, tak ada motif penyerangan itu, dan dia dapat info dari Kiba jika target sebenarnya adalah dirinya.

"Aku bahkan tak mengerti hal rumit seperti ini. Aku terlalu bodoh, Putri Naruto bukankah saatnya kau bangun? Sasuke sudah ada disini dan kalian bisa menikah. Aku tak mengerti harus dimulai darimana, aku tak tahu bagaimana membuatmu ingin kembali hidup." bisik Naruto meremas buku yang tengah dia baca.

Dia memang mengatakan akan membuat Sasuke dan Naruto bahagia. Dia bisa saja tinggal menikah dengan
Sasuke dan tinggal jauh dari keluarga kerajaan Api, dia yakin cinta akan tumbuh seiring waktu yang dihabiskan bersama, hanya saja masalahnya adalah... Mereka tak bisa dengan mudah bersama, ada pihak yang tak menginginkan Putri Naruto, dan dia harus mencari solusinya.

"Apa yang kau baca?"

Reflek Naruto menutup buku dan menyimpannya dibawah meja, menatap orang yang ada didepannya kesal.

"Setidaknya ijin dulu saat mau memasuki kamarku Putra Mahkota." desis Naruto tak suka.

"Apa yang kau baca? Dan kudengar kau keluar istana seorang diri demi menemui kekasihmu? Apa yang kau pikirkan? Kau ingin Ibunda khawatir? Apa kau tak memikirkan orang yang mengkhawatirkanmu?"

"Memangnya kau mengkhawatirkanku?! Kau bahkan tak pernah menemuiku di perbatasan? Apa benar kau kakakku?! Kau menyebut dirimu kakak tapi tak pernah berperan menjadi kakak yang baik bagiku!!"

"Kau ingin aku melakukan apa hingga bisa dianggap kakak? Kau ingin aku mengabulkan semua keinginanmu? Itu bukan peran kakak. Kakak disini adalah orang yang bisa melindungimu, mencegahmu melakukan hal buruk, menasehatimu saat salah. Dan aku melakukan itu sekarang!!"

"Dan kemana kau saat aku membutuhkan? Aku diluar sana sendirian, kakek terbunuh karenaku, aku bahkan berpisah dengan Sasuke!!"

"Jika aku terlalu memperhatikanmu kau akan lebih menderita, aku tak ingin melihatmu mengalami hal itu."

"Alasan!!" seru Naruto,

"Dan kudengar kau sekarang membuat dirimu dalam bahaya, apa yang coba kau lakukan dengan menyelidiki pemberontak serta penyeranganmu? Ayahanda tengah menyelidikinya."

"Aku sudah tahu dalangnya. Tinggal mencari bukti, setelah itu aku bisa tenang, aku bisa menyelesaikannya seorang diri."

"Jangan gegabah Naru."

"Kau tahu dalangnya? Kau tahu tapi tak bisa melakukan apapun!!"

"Naru!! Aku sudah meminta Ayahanda untuk tidak mengabulkan apapun permohonanmu!! Aku akan mengawasimu!!" ujar Kurama pergi dari kamar adiknya.

.

.

.

Sakura mendekati suaminya yang tengah duduk seorang diri di gazebo, dan menepuk bahu Kurama pelan.

"Anda bisa bercerita padaku Yang Mulia."

"Adikku menempatkan diri dalam bahaya sebagai kakak aku adalah yang terburuk."

"Dia belum dewasa, dia belum mengerti semua tentang kerajaan, dia terlalu naif, dia tak mengerti betapa kau begitu melindungi."

"Permaisuri tak akan tinggal diam, terlebih dia sudah mengumumkan jika dia bertunangan dengan Pangeran Sasuke yang besar kemungkinan akan menjadi Raja kejaraan Angin masa depan, dendamnya pada keturunan Selir Agung semakin bertambah, aku Putra Mahkota dan adikku calon Permaisuri masa depan kerajaan Angin. Bisa kau bayangkan bukan Sakura betapa berbahayanya situasi ini? Aku mungkin masih bisa menjaga posisiku sebagai Putra Mahkota karena putra dari Permaisuri masih terlalu kecil untuk menggoyahkan posisiku, tapi untuk Naruto, apa yang harus aku lakukan?"

"Biarkan dia Yang Mulia. Biarkan dia, Anda hanya perlu mengawasinya, biarkan dia belajar semuanya."

"Tapi..."

"Semakin kau memperhatikannya semakin berbahaya."

"Baiklah... Aku akan mencoba untuk tak memperlakukannya istimewa."

"Aku juga akan mengawasinya, aku akan memerintahkan orang-orang ayah mengawasi Pangeran Sasuke, jadi jangan terlalu banyak pikiran, aku ada dipihak Anda."

"Aku senang kau yang menjadi pendampingku."

"Ya. Yang Mulia." ujar Sakura mengalungkan tangannya pada lengan kekar sang suami.

.

Wajah Naruto memerah melihat keromatisan keduanya, dia tadi ingin menemui Sakura untuk bertanya sesuatu, tapi malah disajikan pemandangan romatis seperti ini.

"Tapi apa yang mereka bicarakan?"

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top