Part 54
Ucapan Disa yang selama ini dianggap angin lalu, kini sangat mengganggu pikiran Gia. Keyakinan Gia yang begitu kuat selalu berhasil mementahkan opini Disa meski disertai sederet alasan yang bisa diterima logika. Namun, perubahan sikap Jae menimbulkan banyak pertanyaan di kepalanya.
Gia menjadi kaku saat Jae menatap jauh ke dalam matanya. Ada sesuatu yang berdesakan di dalam dada. Jae terlalu pandai memikat hatinya. Rasa hangat memenuhi seluruh pembuluh darahnya hingga menjalar ke pipi. Perlahan namun pasti menciptakan rona di sana.
Pandangan Jae tak beralih hingga detik ke sepuluh. Hitungan-hitungan konyol yang dilakukan setiap kali Jae terang-terangan menatapnya. Tak ada yang bisa meragukan sikap Jae padanya. Entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu hingga sampai detik ini dia belum bisa menerima Jae.
"Aku pulang dulu, ya?" senyum kembali mengembang di bibir Jae menciptakan getar halus kembali menyusup dalam hati Gia.
Kalo benar apa yang dikatakan Disa, kenapa Jae masih bersikap seperti ini padaku?
Batin Gia terus berkecamuk. Kepalanya sulit sekali diajak berpikir normal. Sempat terlintas untuk segera menerima Jae, sebelum ucapan Disa benar-benar terjadi. Disaat yang bersamaan, ucapan Dean kembali melintas di kepalanya.
"Jae ..." ucapan Gia mengambang di udara. Tangannya menahan lengan Jae yang hendak berlalu.
"Ya," tatapan Jae kembali membuat darah menjalar hangat di seluruh tubuh Gia.
"Kenapa sih buru-buru pulang? Biasanya kamu main dulu." Gia sempat ragu dengan kata-kata yang meluncur dari mulutnya sendiri.
"Aku harus mengantar Mama belanja," ucap Jae sambil mengarahkan pandangannya ke sembarang tempat.
"Biar aku bersihkan dulu lukanya. Nggak mungkin kan kamu nganter Mama dengan wajah seperti ini?" Gia masih mencoba untuk menahannya.
"Oh, nggak apa-apa. Aku bisa bersihin sendiri." Ujung jari Jae mengusap sudut bibirnya yang meninggalkan bekas merah. "Udah ya, aku pulang dulu."
"Jae, aku benar-benar nggak tahu sebenarnya apa yang terjadi antara kamu sama Dean." Tenggorokan Gia bergerak, menelan ludah sebelum melanjutkan bicaranya, "Jika ada hubungannya sama aku, kuharap bisa mendengarkan dari mulutmu sendiri."
"Tidak ada yang perlu dibicarakan Gia, karena memang tidak terjadi apa-apa antara aku sama Dean." Jae mengacak ujung poni Gia dengan lembut.
Mulut Gia gagal melakukan tugasnya jika Jae sudah mengeluarkan jurus pamungkas yang membuatnya meleleh. Gadis itu hanya menarik kedua sudut bibirnya sambil mengangguk pelan, "Oke," jawaban singkat yang menunjukkan bahwa usahanya tidak berhasil.
Setelah Jae lepas dari pandangan, Gia kembali berharap hubungannya dengan Jae akan kembali seperti semula. Bayangan yang memenuhi kepalanya, menerbitkan bulan sabit di bibirnya. Gia merencanakan banyak hal yang bisa dilakukan bersama Jae untuk membayar waktu yang akhir-akhir ini hilang untuk dilewatkan bersama. Gia sendiri terlalu sibuk dengan Dean, hampir tak menyadari jarak yang sudah diciptakan Jae menjadi semakin jelas.
Gia tak membuat ponsel jauh dari jangkauannya. Hari yang berat, cukup dijadikan alasan untuk mengurung diri di kamar. Meski Gia merebahkan diri dengan mata terpejam di kasur, tapi pikirannya memutar kembali kejadian yang dilaluinya hari ini di sekolah. Detik berubah menjadi menit, terus berlanjut hingga menjadi jam, tak ada satu pun notifikasi yang menandakan dari Jae.
Ujung jempol Gia mengusap layar ponsel, dengan lincah menemukan obrolan whatsapp dengan Jae. Kemudian mengetik sesuatu, lalu menghapusnya setelah berpikir sejenak. Gia melakukannya berulang-ulang hingga akhirnya menutup percakapan dan meletakkan kembali ponselnya. Sebelum lampu layar meredup Gia memastikan sekali lagi, tidak ada tanda pesan masuk di sana.
Getar ponsel membuat Gia terkejut hingga menegakkan tubuhnya. Tak perlu waktu lama untuk menemukan notifikasi pesan singkat yang masuk. Bunga-bunga memenuhi kepalanya hingga menciptakan harapan yang membuat khayalan tingkat tingginya bekerja dengan baik. Sebelum akhirnya Gia luluh lantak akibat khayalannya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top