12 -- Venus
Flashback
"Saat matahari bersinar ia takkan membutuhkan sinar lain agar dapat bersinar. Sedangkan bulan, bagaimanapun keadaannya, dia takkan pernah bisa bersinar sendiri tanpa matahari sebab ia akan selalu berhubungan dengan matahari, walau tak dianggap keberadaannya oleh matahari."
Duke William menghela napas, lalu menatap gadis yang selalu ada sebagai sahabatnya. "Biarkan aku hidup dengan tetap mencintainya, walau cintaku tak terlihat, tapi setidaknya dia akan datang padaku saat merasa lelah dan butuh sandaran."
Gadis yang ditatap Duke William, lantas terkekeh. "Jadi, kau tak tertarik padaku yang seperti sebuah jarum pintal?"
Duke William balas tersenyum. "Dari dulu aku hanya akan melihat jarum saat berada di kumpulan benang, selebihnya aku hanyalah sebuah bulan mati yang begitu merindukan sinar matahari. Maaf, tapi aku tak bisa untuk berpaling kepadamu."
Gadis itu tersenyum lantas pergi meninggalkan Duke William yang sedang memeluk gadis pujaannya.
Venus adalah seorang gadis biasa yang mampu menarik perhatian banyak pemuda dengan kesederhanaan yang ia miliki. Walau dicemooh hampir oleh sebagian masyarakat karena bersekolah di sekolahan khusus kerajaan, ia tetap bersemangat untuk belajar banyak hal.
Tak hanya Duke William yang menyukai Venus, bahkan King Edward, Marquis Leo, Count Levie, sampai Viscount Edo pun pernah menaruh hati pada gadis itu.
Hanya saja, bila dibandingkan dengan kedekatan antara Venus dan mereka, Duke William punya tempat tersendiri di dalam hati Venus. Pemuda itu adalah satu-satunya bagi Venus yang dapat membuat hatinya berdetak tenang. Sebab setiap dekat dengan Duke William, Venus akan merasa aman dan nyaman. Mereka saling mencintai walau tanpa Venus sadari.
Hari ini setelah Venus kelelahan untuk bermain dengan Marquis Leo dan Viscount Edo, gadis itu lantas duduk di samping Duke William yang tengah sibuk bermain di dekat sungai kecil. Diam-diam, Duke William mengeratkan pelukan pada Venus yang tengah merasa kedinginan. Pria itu tersenyum kecil saat Venus terus mengusel di dalam pelukannya.
Duke William tersenyum tipis saat menatap wajah ayu dan berniat untuk mencuri ciuman dari Venus dan karena terbawa suasana, pemuda itu sampai lupa jika Venus adalah seseorang yang sensitif. Ciuman Duke William yang tiba-tiba, lantas membuat gadis itu marah besar.
Venus pun buru-buru pergi dari sisi Duke William dan bertemu dengan Eve di jalan.
"Venus, apa yang sedang kau lakukan sekarang? Kenapa kau lari dari duke? Di mana dia sekarang?"
Venus menatap wajah Eve dengan muram. "Aku harus menjauhi pria itu mulai sekarang. Aku memang sangat nyaman saat tidur di dalam pelukannya, tapi aku harus sadar diri kalau aku hanyalah seorang gadis biasa yang takkan pernah bisa mendapatkan hati pria dari kerajaan. Aku datang ke tempat ini karena mendapatkan kesempatan sebulan untuk belajar di sini. Para pria yang ada di sekolah itu adalah para petinggi kerajaan yang tengah belajar pada kakekku dan kalau aku terus ada di sana, maka kekacauan pasti akan segera terjadi," jelas Venus lirih.
Nanny Eve hanya bisa tersenyum miris saat melihat Venus menggunakan kemampuannya untuk menyihir hati Duke William agar berubah menjadi beku. Setidaknya, sampai suatu saat yang tepat, pria itu takkan pernah bisa untuk mencintai wanita manapun.
"Aku pergi, Eve .... Selamat tinggal ...."
Venus lantas pergi dari gedung sekolah tanpa menyadari jika Emperor Theo menatap keduanya dengan senyum yang licik dari dekat kursi taman.
"Mereka benar-benar menyedihkan ...."
.
.
.
.
Venus berusaha untuk pergi dari wilayah kerajaan, tetapi jalan itu tertutup rapat. Sampai suatu hari, gadis itu berhasil unik menemukan celah agar dapat keluar dari balik dinding sebuah asrama kecil.
Gadis itu ingin menyusup, tetapi rupanya nenek tua pemilik asrama mengetahui niat Venus.
"Maaf, Venus, kau takkan kuizinkan untuk melewati pembatas asrama ini sebelum kau menjalankan tantanganku. Sebelumnya, tak ada seorang pun yang berhasil untuk melakukan ini, tapi jika kau mampu melakukan hal itu, kau akan punya kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang luar biasa," tantang nenek itu.
Venus mengangguk ragu dan berpikir kalau tak ada salahnya tapi untuk sesekali menuruti keinginan nenek penjaga asrama.
"Hal apa yang akan menjadi tantangan saya, Nek?" tanya Venus.
Nenek itu menunjuk ke arah ruang penyimpanan untuk bahan mengajar di sekolahan. "Bersihkan tempat itu sampai benar-benar bersih dan kau hanya hanya akan punya waktu selama 28 jam. Apa kau siap?"
Venus mengerutkan dahi sebentar untuk mencerna tantangan dari nenek itu. Setahu gadis itu, gudang yang ada di asrama milik si nenek adalah tempat terkotor di wilayah kerajaan. Bagaimana bisa Venus merapikannya sendiri.
"Apakah mungkin jika saya dapat menjalankan tantangan itu sendiri?" tanya Venus kurang yakin.
Nenek pemilik asrama lantas terkekeh kecil. "Siapa yang bilang kalau kau akan mengerjakan tantanganku sendiri? Kau bisa masuk ke dalam dengan pasanganmu. Sebentar, kupanggilkan dulu ...."
"Edward!! Cepat keluar dari kamar! Hari ini kau harus membantu nenek untuk menjalankan rencana."
Seorang pria lantas muncul dari bilik salah satu kamar sambil mengusak rambutnya yang basah karena baru saja habis mandi.
"Venus?! Sedang apa kau di sini?"
Venus menganga tak percaya pada seseorang yang baru saja dia lihat. King Edward yang akan membantu untuk menata gudang?!
"Venus, Edward, ada satu hal penting yang akan menjadi tantangan kalian. Dalam gudang itu ada banyak hal yang bisa saja terjadi dan sebelum ini aku akan mengatakan alasan apa yang membuat aku untuk menggunakan tempat ini demi mengadakan tantangan. Dulu, sebelum Emperor Theo menjadi penguasa di kerajaan, dia bersama istrinya menggunakan cara yang sama dengan kau dan juga Edward agar bisa menikah."
Venus dan Edward menganga tak percaya setelah mendengar ucapan si nenek. Menikah? Maksudnya, Venus dan Edward harus mengikuti jejak Emperor Theo agar bisa menikah, begitukah?!
"Nenek, tapi kami bukan sepasang kekasih, bahkan Venus saja sudah punya kekasih sendiri. Aku tak bisa, Nek," rengek Edward.
Nenek itu berkacak pinggang dan reflek memukul lengan Edward. "Namamu sudah bukan lagi Edward, sekarang kau adalah King Edward. Kau ini sudah tua, bahkan terlihat lebih tua jika dibandingkan dengan saat dulu Emperor Theo menikah. Kau harus menikah kalau kau ingin mendapatkan Elm keabadian agar tetap awet muda," omel si nenek.
"Nek, tapi kenapa harus saya yang jadi pasangan King Edward? Bahkan saya saja bukanlah seorang putri," ucap Venus bingung.
Nenek tua itu menatap Venus dengan senyum yang sendu. "Ini sudah menjadi ketentuan langsung dari para leluhur yang ada di tempat ini. Apa kau tahu? Hanya orang-orang terpilih saja yang dapat bertemu denganku dan kau harus tahu jika selama aku hidup, aku hanya akan bisa membantu pernikahan dari ketiga pasangan. Venus, kalian adalah pasangan kedua yang akan mengikuti salah satu tantangan dariku yang dampaknya akan membuat setiap pasangan yang sudah masuk ke tempat itu menikah. Kau adalah gadis kedua yang harus menerima takdir pahit itu."
"Walau aku sudah memiliki kekasih?" tanya Venus memastikan.
Nenek itu tersenyum iba, "Aku minta maaf karena sepertinya kau dan Edward harus menikah setelah keluar dari sana." Wanita tua menghentikan ucapan sebentar, lalu melanjutkan lagi penjelasan penting untuk pasangan 'baru' itu. "Kalian akan menemukan petunjuk untuk kehidupan kalian setelah gudang bersih. Ayo, masuklah ...."
Venus dan King Edward lantas menghela napas secara bersamaan, kemudian mencoba menenangkan diri sambil melangkah masuk ke dalam ruangan.
Tepat setelah mereka masuk, sang nenek langsung meletakkan bibit Pohon Elm Keabadian di depan pintu ruangan.
"Cepat atau lambat, takdir akan segera bergulir. Mau seperti apapun kerasnya manusia untuk mencoba menyangkal, takdir yang sudah ditentukan tetap akan terjadi."
.
.
.
.
28 Jam berlalu dengan cepat di ruangan Venus dan King Edward.
Setelah selesai menyelesaikan semua tugas, papan tulis hitam yang ada di tengah-tengah ruangan tiba-tiba bersinar dan menunjukkan sebuah kalimat.
'Cahaya hati sang penguasa terbuka setelah bintang timur muncul. Bunga-bunga bermekaran dan memberi harum yang beterbangan ke segala penjuru. Saat gerhana bulan muncul dari balik bukit, cahaya hati itu akan lenyap kembali. Namun, segera setelah sang penguasa berubah menjadi sebuah bulan yang mati, bulan lain datang untuk mencoba menggantikan posisinya dan hanya kesetiaan dari para Knight terpilih saja yang akan dapat mengembalikan cahaya bulan yang sudah terlanjur mati.'
"King, kau paham artinya?" tanya Venus bingung.
King Edward menghela napas, dan menatap Venus dengan pandangan yang suram. "Dalam buku ajaib yang pernah Emperor Theo tunjukkan padaku, ramalan ini pun tertulis di sana. Maaf, Venus, tapi sepertinya kita tak bisa menolak pernikahan setelah keluar dari tempat ini. Walau berat, tapi kita harus mengorbankan diri agar ramalan itu terwujud."
"Kenapa harus begini? Kenapa, King? Apa aku harus mengorbankan perasaan kekasih yang kutinggal? Aku meninggalkan kekasihku agar keluar dari tempat ini, tapi jika kita menikah maka kekasihku pasti akan mengamuk. Aku tidak bisa, King ...."
King Edward menggelengkan kepala pelan. "Kehancuran di negeri ini akan terjadi jika para Knight gagal datang kemari dan sebagai orang yang sudah takdir gariskan untuk menjalankan tugas berat ini, mau tak mau kita harus merelakan diri. Walau sulit, tapi kita harus berhasil. Maafkan aku, Venus ...."
Venus yang kalut kini hanya terdiam sebentar di tempat untuk mencoba merenungkan apa yang dikatakan King Edward. Gadis itu secara perlahan beranjak dari lantai gudang dan menggenggam tangan 'pilihan takdir' yang ada di hadapannya dengan senyum yang perlahan muncul dari bibirnya.
"Aku bersedia untuk menjalankan tanggung jawab mulai hari ini, King."
Kebesaran hati Venus untuk menerima semua takdir, perlahan telah membuat perasaan King Edward menghangat dan sejak hari itu, ramalan besar mulai muncul satu persatu di Elm Island.
Flashback End.
*****
Bae Soo Ji as Venus
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top