3 :: Tunangan Sahabatku ::

Tifanny sahabat terbaik Rose itu melambaikan tangannya untuk memberitahu Rose kalau dia sudah sampai di kafe tempat biasa mereka bertemu di jam makan siang. "Kau tidak sibuk hari ini?" tanya Rose begitu wanita itu duduk. Tifanny heran kenapa Rose membawa buku sketsa wanita itu. "Ada apa?" tanya Rose lagi saat Tifanny terdiam menatapnya.

"Aku tidak sibuk dan ingin membicarakan satu hal kepadamu, tapi kenapa kau membawa buku itu?" tanya Tifanny sambil menunjuk buku sketsa milik Rose. "Kau sedang banyak pekerjaan?"

"Ya begitulah."

"Jangan terlalu mengejar target Rose, jika adik-adik tirimu itu meminta uang katakan pada mereka untuk mencari kerja. Jangan mau dijadikan mesin pencetak uang bagi mereka."

"Ayahku sudah tidak bekerja, ibuku juga sedang sakit. Mereka berdua bisa minta kepada siapa jika bukan kepadaku Tif, lagipula aku tidak merasa keberatan."

"Kau hanya dimanfaatkan oleh mereka Rose, apa kau tidak sadar?!" Apa yang Tifanny katakan sebenarnya sudah Rose sadari, itulah mengapa dia minum alkohol terlalu banyak semalam. Dia merasa bosan diperlakukan seperti itu oleh ayah dan adik-adik tirinya sementara sang ibu tidak mampu berkata apapun. Ayah kandung Rose pergi meninggalkan ibunya saat dia masih berusia sepuluh tahun. Di usia yang masih sangat muda itu Rose sudah ikut bekerja bersama ibunya agar mereka bisa melangsungkan hidup serta membayar hutang-hutang yang di tinggalkan ayahnya. Sampai pada waktu Rose beranjak remaja di usia tujuh belas tahun, ibunya menikah lagi dengan seorang pria yang memiliki dua anak.

"Kau ingin membicarakan apa tadi?" tanya Rose mengalihkan pembicaraan Tifanny. Wanita itu memutar bola matanya. Rose memeluk Tifanny ketika pelayan tiba-tiba membawakan makanan. "Wah...kau sudah memesankan menu untukku ternyata, kau memang yang terbaik Tif." Tifanny dan Rose memang sudah berteman baik sejak lama. Rose heran kenapa Tifanny mau berteman dengannya yang hanyalah rakyat jelata sementara Tifanny berasal dari keluarga yang kaya raya. Seorang Dokter yang memiliki paras sempurna untuk seorang wanita.

Tifanny jugalah alasan mengapa dia bisa bekerja di perusahaan ternama seperti DO Fashion Style. Cita-cita Rose menjadi seorang desainer ternama, tetapi dia belum bisa menyelesaikan kuliahnya sebab harus bekerja untuk menanggung biaya hidup keluarganya. Tifanny yang membelikan kain serta mesin jahit dan yang lainnya agar Rose bisa ikut berkompetisi waktu itu. Tifanny percaya kalau Rose mampu dan benar saja, dia keluar sebagai pemenangnya.

"Rose aku di jodohkan dengan seorang pria," kata Tifanny membuat Rose terkejut. "Tenang saja, aku menyetujui perjodohan ini."

"Oh ya? kenapa kau setuju? apa dia sangat tampan?" pertanyaan Rose itu membuat Tifanny tersenyum lebar.  "Dia benar-benar adalah tipeku. Dia juga pria yang aku impikan selama ini." Tifanny tersenyum bahagia. Rose ingin menggoda sahabatnya itu, tapi bunyi sebuah pesan masuk ke gawainya membuat Rose mengalihkan perhatiannya saat ini.

'Hai sweetheart,sedang apa?'

Alis Rose bertaut saat membaca pesan tersebut. Dia mengingat kepada siapa dia memberikan nomornya ini, dan dia merasa tidak pernah memberikannya kepada siapapun.

"Siapa yang mengirimu pesan?" tanya Tifanny dan langsung mengambil alih ponsel Rose dari tangannya. "Oh astaga, apakah sahabatku ini sudah memiliki kekasih? kenapa kau tidak memberitahuku Rose? Aku yakin semalam kau bersamanya, itu sebabnya kau tidak mengangkat telponku. Iyakan?" Tifanny terus saja menghujani Rose dengan pertanyaan sementara Rose berusaha mengambil ponselnya kembali.

"Ini hanya orang salah kirim. Tidak mungkin aku tidak memberitahukanmu jika memiliki kekasih," jawab Rose sedikit kesal dengan Tifanny. Mereka menjadi pusat perhatian beberapa orang di sana karena sikap Tifanny tadi. Rose kemudian berpikir apakah benar yang mengirim pesan itu adalah Aidan, bos-nya sendiri?

"Kau membalas apa?" tanya Tifanny lagi. Rose kemudian menunjukkan isi pesannya.

'Maaf, anda salah orang. Saya tidak memiliki kekasih atau siapapun yang bisa memanggil saya dengan spesial.'

Tifanny tertawa melihatnya kemudian mereka melanjutkan pembicaraan mereka, tentang rencana liburan dan juga rencana Tifanny untuk mengajak Rose bertemu calon tunangannya .

***

Mobil sport berwarna hitam milik Aidan sampai di pelantaran parkir rumah orang tuanya, hal yang tidak biasa Aidan lakukan yaitu datang ke sana tanpa diminta oleh Akira. Keadaan rumah terlihat sepi, membuat Aidan bingung ke mana penghuni rumah itu. Tidak ingin membuang waktu, Aidan langsung mendatangi ruang kerja ayahnya dan dugaannya benar kalau ayahnya ada di sana di tambah dengan sang ibu. Aidan menutup matanya sambil berdecak kesal, Akira buru-buru turun dari pangkuan suaminya. "Sudah tua masih saja seperti ini," ujar Aidan yang di hadiahi satu pukulan kecil di kepalanya oleh sang ibu.

"Tumben sekali kau datang tanpa di undang Aidan?" tanya Akira.

"Ada hal yang ingin aku sampaikan kepada papa, apakah kalian sudah selesai?" tanya Aidan menyelidik ke arah Azka juga Akira.

"Harusnya belum, tetapi karena kau ganggu jadi terpaksa diakhiri." Azka yang menjawab, tetapi Aidan tidak perduli dia memilih untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan Azka. "Ada apa? sepertinya sangat penting sampai malam-malam seperti ini kau datang dan langsung menemuiku di ruang kerja."

"Kau benar Dad, ini penting." Aidan melipat kedua tangannya dan menatap Akira kemudian bergantian dengan Azka. "Penjualan perusahaan kita dari segi fashion tidak ada peningkatan sama sekali sudah dua tahun, khususnya di London dan Paris. Saingan kita memang sangat berat di sana, tetapi harusnya ada peningkatan untuk setiap tahunnya."

"Astaga Aidan, kau ke sini jam sepuluh malam hanya untuk membicarakan ini?" ucap Akira sangat kesal dengan putra sulungnya itu. "Kau bisa menemui kami besok, atau bisa langsung membicarakan ini dengan Aleya, bukankah dia yang memegang kendali untuk bidang fashion?"

"Sepertinya besok aku akan mengurus pemindahan Aleya ke Los Angeles untuk mengurus industri hiburan serta hotel yang ada di sana. Lagi pula Aleya suka dunia film pasti dia akan lebih semangat untuk mengurusnya sehingga Arabella bisa fokus hanya dengan modelling serta kosmetiknya."

"Kau ingin menjauhkan aku dengan putriku Aidan?" tanya Akira sementara Azka masih mencerna rencana putranya itu.

"Harusnya kau berterima kasih mom, bukankah tahun ini kau dan Dad yang bergantian ke Los Angeles? Keluarga Derson Orlando memang memiliki beberapa pewaris dan karena itu mereka sering bergantian setiap tahunnya untuk tinggal di suatu negara. Dari semua pewaris, Aidan baru satu tahun ini terpilih menjadi Master dalam menjalani bisnis yang sudah bagaikan raksasa atau orang menyebutkan sebagai kerajaan bisnis itu di percayakan kepadanya. Di belahan Dunia ini mereka yang menaungi bisnis pasti tahu siapa itu keluarga Derson dan Orlando, dan dia adalah anak dari dua nama kuat itu.

"Kau benar juga. Baiklah kalau begitu, tapi kami pergi setelah pertunanganmu dengan Tifanny." Aidan tidak langsung menjawab dia kembali menatap ayahnya.

"Aku akan beberapa waktu menetap di Paris. Tadi pagi ada tim yang memberikan persentasi sangat baik, Aleya meminta hasil karya mereka dua minggu lagi dan jika itu benar-benar baik aku akan membawa mereka ke Paris." Azka mengangguk setuju dan Aidan tersenyum sangat tipis nyaris tidak dapat di lihat oleh mata manusia.

"Ya sudah kalau begitu pergilah, kau sudah menganggu acara orang tua saja!" usir Akira kepada putranya itu. Biasanya dia yang menelpon Aidan untuk pulang, kini dia menyuruh Aidan untuk pergi. Hal itu membuat Aidan geli di dalam hatinya. Saat dia berjalan menuju kamarnya yang ada di rumah itu, Aidan mengambil gawai dari saku celana yang ia gunakan. Aidan sibuk dari tadi siang sampai belum lagi membuka aplikasi pesan yang ia dan orang-orang lain banyak gunakan. Aidan mencari satu pesan yang ingin dia baca isinya.

'Maaf, anda salah orang. Saya tidak memiliki kekasih atau siapapun yang bisa memanggil saya dengan spesial.'

Aidan tertawa kemudian dia membaringkan tubuhnya di kasur empuk di biliknya itu. Dengan cepat Aidan membalas pesan dari Rose. Aidan meminta Asistennya mencari nomor Rose, dan dengan mudah dia bisa mendapatkannya. 

'Kalau begitu, aku akan menjadi kekasih ataupun orang yang spesial untukmu sweetheart. Ingatkah malam kita bersama waktu itu?'

"Aidan kau tersenyum melihat apa?" Suara itu mengejutkan Aidan membuat dia melempar bantal kepada orang tersebut.

"Brengsek kau Ed, mengejutkanku saja!"

"Aku biasa saja. Kau saja yang berlebihan, lalu ada apa dengan wajahmu itu? hari ini kau terlihat sering tersenyum." Aidan tidak menjawab dia memilih untuk melihat gawai di tangannya. 

"Pergilah Ed, kau mengganggu saja!" Eadric yang mendengar itu memasang wajah kesal lalu kembali membalas melempar bantal ke wajah Aidan. 

"Aku akan kembali ke Indonesia besok, semua urusan pekerjaan sudah aku selesaikan dan sudah ada di email pribadimu." Aidan tidak menanggapi karena kesal Ed mengambil ponselnya lalu memfoto Aidan yang sedang bersantai sambil tersenyum menatap layar ponselnya itu. Dia mengirimkan gambar itu ke group persepupuan mereka dengan menuliskan keterangan 'Lihatlah manusia robot ini sepertinya sedang mengalami masa puber di usia tiga puluh tahunnya.'

"EADRIC SIALAN KAU!!" teriak Aidan saat membaca isi pesan group dia tidak lagi bisa melempar bantal kepada Ed karena pria itu sudah pergi dari kamarnya yang terdengar hanya suara tawa dari Ed.

Bersambung....

Semoga kalian suka ya ...
Oh ya, minta komentarnya boleh dong 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top