TWELVE
WARNING : 21+
Buat yang belum cukup umur,
Mending jauh-jauh deh.
Part ini rada sengklek... 💣💣💣💣💣
■■■■■
Tidak ada yang bisa dilakukan Darren selain membeberkan semua rahasia hidupnya kepada Patricia, karena penyerangan sialan yang dilakukan oleh orang suruhan Estelle. Wanita iblis itu selalu memancing kemarahannya lewat berbagai kelicikan yang sudah direncanakannya.
Lewat dari beberapa orang yang diutusnya untuk menjadi mata-mata dalam istana, Darren mengetahui bahwa Estelle sengaja mengirim salah satu orang suruhannya untuk menyusup ke dalam kantor kementerian di Chicago. Orang itu sengaja membuat kabar burung bahwa seolah-seolah menemukan informasi tentang kerajaan yang tersembunyi. Yeah. Estelle sengaja memancing amarah Darren untuk memberitahukan tentang Almauric kepada dunia.
Tadinya Darren tidak mau menanggapi, akan tetapi dia terpaksa harus mengawasi Estelle karena Petra memberitahukan bahwa Patricia berniat untuk pergi ke Kemi. Damn! Sudah pasti, Estelle memiliki rencana untuk menjebak Patricia lewat tim kerjanya untuk datang kesini. Oleh karena itulah, Darren sengaja membuang ponsel milik Patricia dan memutuskan semua sinyal komunikasi agar Patricia tidak perlu berkomunikasi dengan rekan kerjanya.
Dia hanya tahu Patricia sempat menghubungi partnernya, yaitu Nayla, lewat jalur komunikasi yang sempat sulit ditelusurinya. Selebihnya, Patricia kembali mencoba menghubungi tim kerjanya, tapi tentu saja, Darren tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Yang membuatnya naik pitam adalah adanya sekelompok orang yang diutus Estelle menuju ke rumah persembunyiannya. Sial! Wanita itu semakin menjadi dan Darren tidak bisa tinggal diam begitu saja. Dia tidak lagi memandang Estelle sebagai adik sepupunya yang sempat menjadi kesayangannya. Wanita itu sudah menjadi gila.
Namun sebelum berhadapan dengan wanita gila itu, ada hal yang lebih menarik perhatian Darren saat ini. Dia ingin bermain-main sebentar dengan wanita kesayangannya. Tunangannya. Darren tersenyum ketika kata tunangan muncul dalam pikirannya. Tentu saja dia merasa sangat bahagia jika bisa memiliki wanita itu tanpa perlu menyembunyikan jati dirinya selama ini.
“Kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini, bajingan!” desis Patricia tajam.
Darren memberikan senyuman setengahnya ketika melihat wanita itu terus menggeliat, dan berusaha untuk melepaskan dirinya dari kedua tangan yang terborgol disitu. Wanita itu tampak begitu cantik dan mempesona. Darren cukup heran dengan daya tariknya yang begitu memikat, sampai-sampai dirinya tidak mampu berpaling kepada wanita lain.
“Kenapa tidak? Aku adalah pemegang kendali disini,” balas Darren dengan ekspresi tengilnya yang kentara. “Dan aku tidak akan melepasmu begitu saja karena kau sudah meremehkanku.”
“Aku bukan meremehkanmu! Aku hanya tidak mau membuang waktuku dengan berdiam disini! Aku ingin membuat perhitungan dengan jalang itu!” sembur Patricia berang.
Senyuman Darren semakin mengembang dan dia menyilangkan tangannya untuk menatap Patricia dengan tatapan naik turun. Mungkin terkesan kurang ajar, tapi mau bagaimana lagi? Darren ingin menggoda wanita itu lebih lagi. Karena semakin Darren menggodanya, maka wanita itu akan semakin mengeluarkan tanduknya, dan itu selalu menjadi kesenangan baginya.
“Siapa bilang kita akan berdiam diri disini, Petal?” Darren menyeringai sambil berjalan menuju sisi ruangan eksekusinya yang menaruh berbagai peralatan untuk menyiksa.
Ruangan itu memang ruang eksekusi. Gunanya untuk menyiksa siapapun yang telah berkhianat padanya. Namun kali ini, Darren akan mengubah fungsi ruangan itu menjadi hal lain.
Jika biasanya dia akan bersandar di sofa bed sambil menikmati pemandangan berupa orang kesakitan karena siksaan yang dilakukan para anak buahnya, kali ini dia akan menikmati pemandangan yang sudah terpatri dalam bayangannya sekarang.
“Aku akan membunuhmu jika kau berani melukaiku, Darren!” desis Patricia ketika dia melihat Darren sedang menyentuh sebilah pisau yang cukup panjang.
“Kau akan menyukainya, Petal. Percayalah,” sahut Darren geli.
Keputusannya untuk mengambil pisau itu sudah bulat. Dia menggenggamnya tanpa ragu lalu mengarahkan dirinya pada sosok Patricia yang masih terborgol di tiang penyangga. Wanita itu menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Bisa jadi dia mulai merasa terancam.
“Aku benar-benar akan membunuhmu,” ancam Patricia sambil mengangkat alisnya dengan lantang.
Darren melangkah maju sambil terus memberikan seringaiannya. “Aku menunggu saat itu terjadi. Tapi sepertinya, itu masih akan lama.”
“Darren, stop!” bentak Patricia ngeri dan dia memejamkan matanya sambil memekik kencang ketika Darren sudah melayangkan pisau kearahnya.
Darren menyayatkan pakaian yang dikenakan Patricia dengan pisau panjangnya yang tajam. Dia menyeringai ketika melihat jaket kulit dan kaos yang dikenakan wanita itu, tersayat di tempat yang seharusnya. Alhasil, atasan yang dikenakan Patricia pun terlepas dan menumpuk di sekitaran kakinya begitu saja.
Dada wanita itu tampak naik turun dengan nafas yang memburu kasar. Wajahnya sudah memerah dan ekspresinya berang. Dia sudah membuka matanya dan tatapannya menghunus tajam. Misi Darren untuk membuatnya marah sudah berhasil.
“Jangan sampai borgol sialan ini terlepas dari tanganku,” ucap Patricia sengit. “Sebab aku tidak akan ragu untuk mengoyak isi perutmu sampai ususmu terburai.”
Darren hanya menanggapi ancaman Patricia dengan santai. Dia bahkan bersikap seolah dia tuli. Sama sekali tidak membalas Patricia, melainkan dia mendekat untuk menangkup bahu Patricia dengan lembut.
Patricia mengguncangkan bahunya agar tangan Darren terlepas dari situ sambil menggeram. Dia menatap Darren dengan berang dan nafasnya semakin memburu, kentara sekali dia ingin segera menghabisi Darren.
Darren masih menyunggingkan senyumannya dan tidak mempedulikan Patricia yang berusaha menghindari sentuhannya. Bagian atas tubuh Patricia hanya tersisa bra tanpa talinya, sehingga hal itu memudahkan Darren untuk membuka kaitan bra di balik punggungnya, bra itu pun jatuh ke lantai untuk bergabung dengan tumpukan bajunya disitu.
Kini, wanita itu hanya mengenakan celana panjangnya saja. Dia berusaha menggeliatkan tangannya yang terborgol dan kaki yang tidak berhenti untuk menghentak-hentakkan lantai, karena kedua kakinya pun dirantai. Sangat menyenangkan.
“Aku tidak ingin bermain seperti ini, Darren! Apa kau sakit? Apakah seperti ini caramu memperlakukan wanita yang baru saja kau lamar?” sembur Patricia sambil tetap berusaha melepaskan diri.
Tatapan Darren terarah pada pergelangan tangan Patricia yang sudah memerah. Dia mengumpat dalam hatinya karena tidak memakaikan wristband untuk menutupinya agar tidak luka. Tapi jika Darren melepasnya sekarang, itu adalah ide buruk.
“Aku ingin kau tahu bagaimana rasanya menjadi seorang budak, Petal.” Bisik Darren sambil memiringkan wajahnya dan menghembuskan nafasnya pada leher Patricia.
Patricia kembali menghindarinya namun Darren sudah lebih cepat merangkul pinggangnya dengan erat dan menangkup satu payudaranya. Lidahnya sudah bekerja untuk menggeliat di sepanjang kulit leher Patricia dan tangannya mulai meremas payudaranya yang terasa penuh di telapak tangannya.
Tubuh wanita itu seperti candu bagi dirinya. Darren seakan tidak ingin berhenti atau berharap kalau dia bisa melakukan hal ini semaunya, sepanjang hari atau semalaman. Tekadnya saat ini adalah membuat Patricia merasakan kenikmatan yang bertubi-tubi, dan membuatnya tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya sendiri.
“Kau sangat bajingan,” umpat Patricia dengan nada terengah.
“Dan kau mencintai bajingan ini,” bisik Darren sambil menekuk lututnya untuk semakin merunduk.
Lidahnya mulai menggeliat lincah di kulit mulus Patricia, kedua tangannya pun sudah bergerilya kemana-mana. Dia memejamkan matanya untuk menikmati betapa nikmatnya tubuh yang sedang dijilatinya dan dihisapnya itu. Kedua tangannya pun tidak henti-hentinya untuk membelai, memilin, meremas, dan merasakan kelembutan kulit Patricia.
Apa yang dilakukannya sudah menyulut api gairah yang menyeruak dari dalam tubuhnya, geraman pelan mulai mengudara, dan cumbuannya semakin liar.
“Enggghhh… Darren,” desah Patricia dengan suara serak.
Darren tersenyum dalam hatinya. Wanita itu sudah terangsang oleh sentuhannya. Dia tahu bahwa Patricia tidak akan pernah sanggup untuk menolak dirinya, untuk satu hal ini selalu membuatnya yakin. Wanita itu mencintainya, hanya saja dia tidak mau mengakuinya. Mungkin terlalu larut dalam kenangan masa lalu soal Darren yang memutuskan hubungan mereka, dan Darren tidak bisa menyalahkan kewaspadaan Patricia dalam menghadapinya.
Lidah Darren mulai menyapu puting Patricia yang sudah menegang, memutari areolanya dengan gerakan yang seirama, menggodanya dengan liukan naik turun hingga tubuh Patricia menggelinjang, lalu mengatupkan bibirnya untuk menjepit puting mungil itu dan menghisapnya dengan bernafsu.
“Ahhh… ahhh… Darren!” racau Patricia sambil mencondongkan dadanya seolah menuntut lebih.
Kembali Darren tersenyum dalam hatinya mendapati ketidakberdayaan Patricia. Dia yakin kalau dia sudah membakar sumbu gairah Patricia dan api gairahnya mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Tentu saja dia tahu kalau Patricia akan mengharapkannya untuk memberinya kepuasan. Tapi tidak semudah itu.
Cukup lama Darren bermain pada sepasang payudara yang kencang dan padat itu, dia bahkan sudah menegang di bawah sana. Sangat keras sampai Darren merasa ngilu karena celananya terasa sesak seakan menghimpit dirinya.
“Darren! Please…” ucap Patricia dengan nada memohon.
“What?” sahut Darren sambil mendongak untuk membalas tatapan Patricia yang sayu. “Now you’re begging me to fuck you?”
Patricia mengangguk tanpa ragu sambil menggigit bibir bawahnya sendiri menahan sebuah erangan. Wajahnya memerah, dadanya semakin naik turun, dan Patricia tampak begitu menggairahkan.
Darren menyeringai licik sambil melepaskan celana skinny yang masih melekat pada tubuh Patricia. Dia melucutinya dengan mudah, bahkan Darren membuka rantai yang membelit pergelangan kaki Patricia dan meloloskan celana beserta thong tanpa kendala. Disusul kemudian alas kakinya.
Darren meraih satu kaki Patricia dan menaruhnya diatas lututnya. Dia mulai mengecup jari-jari kakinya, telapak kakinya, pergelangan kakinya, betisnya, lututnya, naik, naik, dan naik sampai pangkal pahanya. Dia bahkan bisa merasakan betapa Patricia sudah bergairah lewat ciuman-ciuman basahnya. Well. Wanita itu sudah begitu basah. Cairan gairahnya pun tampak mengalir pelan dan membasahi sekitaran pangkal pahanya.
“You’re so drenched, Petal.” Bisik Darren sambil mendongak untuk melihat Patricia yang sedang menunduk menatapnya.
Patricia terlihat begitu cantik dan bergairah. Sorot matanya seakan lapar untuk menuntut sesuatu agar bisa dinikmatinya. Dia terus mengerang ketika lidah Darren mulai bekerja untuk membersihkan cairan yang membasahi pangkal pahanya.
“Darren… Ah! Please..” kembali Patricia meracau dengan nada memohon. “Aku… aku ingin meledak.”
Tiba-tiba saja, Darren menghentikan aktifitasnya lalu bangkit berdiri untuk berhadapan dengan Patricia. “Aku sudah bilang kalau aku ingin bermain-main dan mengajarimu, bagaimana rasanya menjadi seorang budak.”
Darren melenggang santai untuk menuju ke lemari penyiman alat-alat penyiksa. Dia tersenyum ketika menarik sebuah laci yang berisikan peralatan yang belum pernah dipakainya. Hmmmm…
Darren melepas atasannya dan bertelanjang dada. Dia mengambil satu set peralatan yang terbuat dari silicone. Itu adalah vibrator yang berfungsi untuk memberikan kenikmatan pada titik-titik sensitif. Saatnya penyiksaan, batinnya senang.
Dia kembali menghadap Patricia, memberikan senyuman kecil pada wajah yang penuh gairah itu, lalu berlutut untuk segera melakukan niatnya. Dia mengarahkan alat itu, memasukkannya perlahan ke dalam tubuh Patricia, lalu menjepit klitorisnya dengan jepitan kecil yang berada pada ujung alat elastis itu.
“Apa yang kau… lakukan… Ahhhhh…!” erang Patricia kencang ketika Darren menyalakan alat itu, sehingga getaran dalam mode pelan mulai dimainkan.
Dia berhenti sejenak untuk menikmati bagaimana wajah Patricia semakin memerah, tubuhnya menggeliat gelisah, kedua kakinya melemah karena desakan gairah yang sepertinya tidak sanggup dihadapinya, dan erangannya terdengar semakin berat.
Dengan remote pengendali yang ada di tangannya, Darren menaikkan mode getaran menjadi medium speed. Tentu saja erangan Patricia semakin menggila dan tubuhnya bergetar hebat disitu. Patricia bahkan mengulaikan kepalanya ke belakang dengan tubuh yang sudah menggelinjang tidak karuan.
Kewanitaannya sudah mengeluarkan cairan gairah yang begitu banyak, sampai membasahi lantai yang ada di bawahnya. Yes baby… that’s what I want, pekik Darren dalam hati.
“Beg me, darling. Just begging like you never did before,” ucap Darren sambil menyeringai licik.
Dia bahkan sudah beranjak dari posisi berlututnya menjadi duduk santai di kursi kecil yang ada di belakangnya dan menyilangkan kakinya dengan anggun. Seolah apa yang ada di depannya adalah pertunjukan yang sayang untuk dilewatkan.
“Darren! Please! Please!” erang Patricia yang semakin terdengar keras dan lelah.
Tubuhnya tidak berhenti menggelinjang, kedua kakinya bahkan terlihat tidak mampu untuk berdiri, nafasnya terputus-putus, dan gejolak gairahnya seolah membuatnya tak berdaya.
“Please what?” tanya Darren geli.
“Take it… off!” jawab Patricia dengan suara tercekat.
Tapi Darren malah menaikkan mode getaran itu sampai high speed level untuk semakin menyiksanya. Alhasil, Patricia menjerit parau dan tubuhnya bergetar kuat disana. Kedua kakinya sudah tidak mampu berdiri dengan kedua tangan yang terborgol sebagai penahan tubuhnya untuk memaksanya tetap berdiri.
“You bastard!” umpat Patricia lemah.
Darren hanya terkekeh dan mematikan alat itu dengan segera. Dia terdiam sejenak untuk menikmati pemandangan yang ada di hadapannya. Kedua tangan yang sudah memerah, atau mungkin terluka akibat desakan besi yang menggesek kulit pergelangan tangannya. Wajah yang begitu lelah dengan rona gairah yang cantik, deruan nafas kasar yang memburu sehingga kedua payudaranya yang indah mengayun lembut, dan kedua kaki yang terkulai dengan cairan gairah yang membasahi seluruh pangkal pahanya.
“I love the view,” gumam Darren pelan.
Dia beranjak dari kursinya dan melepaskan alat itu dari tubuh Patricia yang sudah tidak berdaya. Bahkan untuk mengangkat kepalanya pun, Patricia sudah tidak sanggup. Kepalanya terkulai ke samping dan wanita itu masih mencoba meraup oksigen dengan rakus. Dia tampak lemah, sesuai dengan keinginan Darren.
Darren mengusap kepala Patricia, mencengkeram rambutnya yang terikat, lalu menariknya ke belakang dengan kasar sampai kepala Patricia mendongak kearahnya. Wanita itu memekik pelan ketika Darren melakukannya.
“Your body is mine to use as my please, Petal. You know what? Because I’m the controller.” Ucap Darren dengan nada yang terdengar begitu dingin.
Patricia tidak menyahut. Dia menatap Darren dengan sorot mata yang menghunus tajam sambil terus menarik nafasnya dengan kasar. Hal itu membuat Darren murka dan mencengkeram rahang Patricia dengan erat.
Patricia mengeluh pelan ketika kepalan tangan Darren pada rambutnya mengencang dan cengkeraman di rahangnya mengetat. Darren menjulurkan lidahnya untuk menjilat bibir Patricia dan menghisapnya dengan keras.
“You are mine, Petal! You’re my bitch. You’re my property. All is mine!” desis Darren geram.
“I’m not your slave, damnit!” balas Patricia sengit.
“Yes, you’re not! You’re my consort, so just be good to Your Majesty.” Ucap Darren lalu mencium bibir Patricia dengan bernafsu.
Dia mengangkat tubuh Patricia hingga mereka sama tinggi, menopang tubuh mungil itu dengan rengkuhannya yang kuat, dan mencumbunya dengan penuh hasrat.
“This time, you’re so lucky that I won’t spank you. Next time if you did something bad to Your Majesty, you will be sorry and I promise I will make you drown!”
Darren menyesap bibir Patricia, menyentuh tubuhnya dengan liar, dan semakin merapatkan tubuh telanjangnya pada dirinya. Patricia terasa begitu bergairah, panas, dan basah. Darren menyukainya. Tubuh Patricia seolah memang tercipta dan terasa pas untuk dirinya.
“I hate you,” balas Patricia parau.
“Mmmmm… I heard that before,” sahut Darren.
Darren sudah merasakan gairah yang perlahan naik dan mendesaknya untuk mendapatkan pelepasan. Dia dengan cepat melepas celana dan boxernya, sambil tetap merengkuh tubuh Patricia.
“Darren!”
Patricia melenguh ketika Darren memasukinya dalam satu hentakan kasar. Tubuh Patricia yang begitu basah memudahkannya untuk menyelinap masuk ke dalam lubang sempit itu. Kedua kaki Patricia dikaitkannya di pinggangnya, dan Darren menangkup bokong Patricia dengan kedua tangannya lalu meremasnya kasar.
Patricia mencengkeram tiang penyangga yang ada diatas kepalanya, menahan setiap hentakan kasar yang dilakukan Darren, dan terus mendesah parau dengan wajah yang tersirat penuh kenikmatan.
Hunjaman keras terus dilakukan Darren. Damn! Wanita sialan ini begitu nikmat karena cengkeramannya yang terasa ketat di sepanjang ketegangan Darren di dalam sana. Hangat, basah, dan panas. Darren tidak bisa lagi menemukan kata-kata yang menggambarkan apa yang dinikmatinya saat ini.
Dia tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya, jeritan Patricia yang terdengar semakin serak, atau desakannya yang membabi buta. Yang dia inginkan hanyalah mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu melebur menjadi satu dengan wanita yang sudah mengubah dirinya menjadi pria yang haus akan cinta.
Dia hanya ingin menjadi sosok yang dibutuhkan Patricia, dia ingin menebus semua kesalahan yang pernah dilakukannya atas keputusannya yang sepihak, dan dia ingin Patricia tahu bahwa dirinya juga merasakan apa yang dirasakan wanita itu. Yaitu merasa kehilangan dan terus mencintai dalam hati yang patah.
Darren mempercepat gerakannya dan semakin keras dalam menghunjam tubuh Patricia tanpa jeda. Nafas Darren memburu dan degup jantungnya mendentum hebat. Dia pun melepas borgol yang mengekang kedua tangan Patricia, lalu memindah posisi untuk merentangkan tubuh wanita itu di atas sofa bed yang tidak jauh dari situ.
Hentakan terakhirnya terasa begitu keras, lenguhannya keluar dari tenggorokannya yang kering, dan pelepasan itu terjadi dalam desakan yang menimbulkan ledakan hebat dari dalam dirinya. Seks dengan Patricia selalu membuatnya melayang dalam pikiran liarnya yang sudah menjadi imajinasinya selama ini. Damn! Wanita muda ini sudah memiliki pesona yang mampu membuat pertahanannya roboh.
Keduanya bernafas dalam hembusan kasar, peluh pun membasahi tubuh mereka, dan mereka saling bertatapan dalam diam. Tubuh Patricia terkulai lemah tak berdaya dan wanita itu memejamkan matanya yang berat.
“Lelah?” tanya Darren sambil menyeringai geli.
Patricia mengangguk sebagai jawaban dan menggeliat pelan di bawah tindihannya untuk mencari posisi nyaman. Darren melihat kedua pergelangan tangan Patricia yang terluka dengan bekas cengkeraman borgol di sekelilingnya. Dia langsung mengusap lembut kedua pergelangan tangan Patricia lalu mengecup disitu.
“Kau sangat biadab,” ucap Patricia dengan suara berbisik dan masih memejamkan matanya.
Darren tersenyum lalu mengecup pipi Patricia dengan penuh sayang. “Kebiadabanku lebih beradab jika berhadapan denganmu, Petal. Biasanya, rasa kemanusiaanku hilang entah kemana jika ada yang mengkhianatiku atau mencari masalah denganku.”
Patricia membuka matanya dengan berat. “Aku akan melupakanmu dan membencimu seumur hidupku setelah aku keluar dari negeri ini, atau setelah aku sudah memberi pelajaran kepada ratu jalangmu itu.”
Darren membelai wajah Patricia sambil menatapnya dengan dalam. “Aku juga tidak akan melepaskanmu dan akan selalu mencintaimu seumur hidupku, Petal.”
“Barusan aku…”
“Aku tahu. Kau selalu mengatakan sesuatu yang bertolak belakang dari isi hatimu. I get it, okay?” ucap Darren lalu mengecup keningnya, matanya, hidungnya, lalu bibirnya. “Maaf kalau barusan aku agak kasar, tapi perlu kau pahami kalau aku tidak suka jika kau selalu bersikap semaumu.”
“Memangnya kau pikir aku suka jika kau bersikap semaumu?” balas Patricia dengan alis berkerut tidak senang.
Darren tertawa. “Hanya aku yang boleh bersikap semaunya, bukan kau. Katakanlah ini adalah bentuk keegoisanku sebagai seorang pria yang terbiasa memegang kendali. Aku yakin kau memahamiku.”
“Aku bahkan baru mengetahui siapa dirimu sekitar beberapa waktu lalu, jadi kurasa kau bisa menebak sendiri apakah aku memahamimu atau tidak.” Sahutnya dingin.
“Terserah kau saja. Aku tidak ingin bertengkar lagi,” ujar Darren sambil menarik diri dan menatap tubuh Patricia yang masih terlentang dengan cantiknya di bawahnya. “Apa kau ingin berendam? Aku akan memberi pijatan yang menyenangkan.”
Patricia langsung menggelengkan kepalanya. “Aku lelah.”
“Aku janji hanya berendam. Tidak akan melakukan hal yang akan membuatmu kewalahan.” Sambung Darren sambil menyeringai geli.
Patricia terlihat berubah pikiran dan sepertinya tertarik dengan penawaran Darren barusan. Kesenangannya selain bercinta dengan Patricia adalah memanjakan wanita itu.
“Apa kau memiliki bubble bath beraroma strawberry?” tanya Patricia yang langsung membuat senyuman Darren semakin melebar.
“Aku bahkan menyiapkan semua aroma yang kau sukai. Strawberry, lavender, chamomile, rose, atau orange blossom. Terserah kau mau aroma yang mana,” jawab Darren senang.
Patricia mengangguk senang sambil beranjak dari rebahannya, lalu meringis pelan setelahnya. Dia mendongak untuk menatap Darren dengan alis berkerut dan bibir yang menekuk.
“Kau benar-benar membuatku tidak mampu berdiri dengan kedua kakiku. Sekarang gendong aku!” tukas Patricia sambil menjulurkan kedua tangannya kearah Darren.
Darren dengan senang hati menggendongnya dan membawanya menuju ke kamar mandi yang berada di sebrang ruangan ini, tepatnya di kamar utama miliknya. Keduanya bahkan belum berpakaian dan masih dalam keadaan tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka. Sebab tidak ada siapapun di kediamannya saat ini, selain mereka berdua.
“Apakah kau selalu menyembunyikan dirimu setiap kali kau kembali kesini?” tanya Patricia saat Darren sudah mendudukkannya diatas kursi kecil di sisi bathub.
Darren memutar kran bathub lalu mengambil susunan botol bubble bath yang terpajang rapi di rak kaca yang tergantung di sisi tembok.
“Aku hanya ingin melihat situasi yang berkembang di negeri ini. Sekaligus untuk memantau keadaan orangtuaku, terutama ibuku.” Jawab Darren kemudian.
“Apakah ibumu tahu soal tempat ini?” tanyanya lagi.
“Tidak. Yang dia tahu adalah aku berada disini setiap menjelang musim dingin. Dia pasti akan membuatkan makanan kesukaanku dan menaruhnya di bilik samping dapur untuk dibawa oleh anak buahku.”
Patricia mengerutkan alisnya. “Kau tidak menemuinya secara personal?”
“Tidak. Dia akan histeris dan itu akan menyulitkanku untuk keluar dari situ. Kami sama-sama tahu kalau keadaan tidak memungkinkan kami untuk bertemu.”
“Apa kau yakin ayahmu dan jalang itu tidak tahu?”
Darren tersenyum hambar. “Sepertinya ayahku tahu, hanya saja dia berlagak bodoh. Ibuku tidak bisa berbohong dan tidak bisa menjaga rahasia. Apapun yang dilakukannya, pasti akan diketahui dengan mudah oleh ayahku. Jadi tidak mungkin dia tidak tahu soal ibuku yang memasak makanan kesukaanku.”
“Bisa jadi dia pernah mengikuti anak buahmu saat mengirimkan makananmu itu.” Tebak Patricia langsung.
Darren mengangguk setuju. “Bisa jadi. Tapi lucunya, aku tidak pernah kedatangan ayahku secara tiba-tiba. Mungkin dia terlalu gengsi untuk mendatangiku atau sekedar melihat keadaanku. Apalagi dia tahu kalau aku disini hanya untuk mencari tahu kabar tentang ibuku. Bukan dia.”
“Kurasa ayahmu tidak terlalu kejam. Maksudku, dia tahu kalau kau memiliki jalan hidup sendiri. Dia hanya terlihat begitu keras sebagai tameng untuk menyembunyikan kebaikannya.”
“Menurutmu begitu?” tanya Darren heran.
Patricia mengangguk. “Menurutku begitu.”
Bathub sudah terpenuhi dengan air hangat dan Darren mulai menuang isi bubble bath dari botolnya. Aroma strawberry menyeruak memenuhi kamar mandi itu. Busa-busa lembut mulai tampak ke permukaan dan Patricia memekik senang.
Darren mengangkat tubuh Patricia dan memasukkannya dalam bathub itu. Dia menyandarkan Patricia di kepala bathub, sementara dirinya menempatkan diri di ujung bathub lainnya. Mereka berhadap-hadapan sehingga bisa saling menatap.
Darren mulai meraih satu kaki Patricia untuk menberikan sebuah pijatan lembut di telapak kakinya. Patricia mendesah lega dan mencoba mengambil posisi nyaman untuk menikmati layanan Darren.
“Apakah tidak menjadi masalah jika seorang calon raja sepertimu memijatku?” tanya Patricia geli.
“Aku lebih senang kalau kau menyebutku sebagai bawahanmu yang berusaha bersikap nakal setiap kali ada kesempatan.” Jawab Darren santai.
“Kau memang bawahan yang sangat nakal dan selalu melakukan pelecehan pada atasanmu,” ucap Patricia langsung.
“Apa yang kulakukan bukanlah pelecehan, Petal. Kita sama-sama menikmatinya dan kau pun merasa ketagihan.” Sahut Darren jengah.
“Aku bercanda. Pijatanmu enak. Aku suka,” balas Patricia dengan hangat.
“Kau memang selalu menyukai pijatanku. Apalagi ketika kau sedang berada di Jepang untuk menikmati onsen kala itu.”
Patricia terkesiap dan matanya melebar kaget. “Kenapa kau bisa… jangan-jangan kau adalah pemijat yang menawarkan pelayanan ekstra?!”
Darren terkekeh lalu mengangguk.
Sekitar dua tahun lalu, ketika Petra memiliki acara keluarga di Jepang, nenek buyut dari mereka merayakan ulang tahunnya yang ke 88 tahun. Tentu saja dia mendampingi Petra saat itu.
Dia bahkan bertemu dengan Patricia yang bersikap tidak peduli padanya seperti biasa. Namun hal itu tidak menyurutkan keinginan Darren untuk mendekatinya, bahkan sampai mengikutinya.
Patricia dengan beberapa teman wanitanya mengunjungi sebuah penginapan onsen dan berendam di pemandian air panas. Melihat adanya fasilitas untuk memijat, Darren pun meminta salah satu pegawai onsen itu untuk menawarkannya pada Patricia. Tentu saja, wanita yang sangat menyukai berendam dan pijatan itu menerimanya dengan senang hati.
Ruang privat pun disiapkan oleh Darren dan dia melakukan penyamaran. Dengan memakai showercap pada rambutnya dan masker pada wajahnya, dia berusaha menghindari tatapan dengan Patricia yang untungnya sibuk berbicara dengan pegawai onsen yang sedang memberikan penjelasan padanya.
Di dalam ruang privat itu, Patricia hanya mendahuluinya ketika Darren membungkuk dengan kepala yang tertunduk untuk menyambut kedatangannya. Sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Wanita itu hanya melepas jubah handuknya dan mengambil posisi telungkup diatas ranjang yang tersedia tanpa busana. Bahkan dia sudah memejamkan matanya, bersiap untuk dipijat.
Keadaan itupun dimanfaatkan Darren untuk melakukan pijatan yang selalu menjadi kesukaan Patricia. Bahkan Darren sengaja membakar lilin aromatherapy yang dapat memicu gairah Patricia timbul jika menghirupnya. Dan Patricia pun bergairah.
Singkat ceritanya, Darren memuaskan wanita itu dengan posisi wanita itu masih telungkup dan melarangnya untuk berbalik menatapnya. Well… itu adalah seks pertamanya setelah hubungan mereka putus beberapa tahun.
“Kau benar-benar bajingan, Darren! Aku sudah yakin kalau ada sesuatu yang janggal, apalagi aku sempat tertidur lama dan terbangun di dalam kamar penginapan tanpa sempat melihat siapa yang melakukan hal itu padaku!” desis Patricia geram.
“Aku terpaksa membiusmu dan membuatmu tidak sadar. Aku masih belum puas menikmatimu dan membalikkan tubuhmu untuk kunikmati sepuasnya tanpa perlu menerima penolakanmu.” Balas Darren.
“Selama aku tidak sadar, kau menyetubuhiku?” seru Patricia kaget. “Be… berapa kali kau melakukannya padaku?”
“Tidak banyak. Hanya lima kali,” jawab Darren enteng.
Patricia tersentak lalu melampiaskan kekesalannya dengan menarik kakinya dari sentuhan Darren, dan menggunakan kedua tangannya untuk memberikan serangan berupa busa dan air yang tidak seberapa kearahnya.
“Aku tidak percaya kalau kau…”
“Aku bercanda!” sela Darren sambil menangkap kedua tangan Patricia dan wanita itu meringis. Spontan Darren melepas cengkeramannya dan menarik Patricia untuk berpindah posisi. “Maaf, aku tidak sengaja.”
Patricia mendengus dan mendelik tajam kearahnya. Kini posisi mereka berubah, dimana Darren masih tetap pada posisinya dan Patricia yang sudah duduk di depannya. Dia memeluk Patricia dari belakang, merengkuhnya erat, dan merapatkan tubuhnya seakan tidak ingin ada cela.
“Aku hanya bercanda. Memang aku sangat ingin melakukannya, tapi aku tidak mau. Aku membiusmu agar supaya kau tidak tahu siapa yang memberimu klimaks, Petal. Itu saja.” Ucap Darren lembut.
Patricia menghela napasnya dan bersandar di dada Darren sambil memejamkan matanya. “Kalau begitu lupakan. Aku tidak mau mengingat hal itu karena jujur saja itu sangat memalukan. Aku sampai merutuk diriku sendiri kenapa begitu bodoh menerima tawaranmu waktu itu.”
“Aku yang sengaja membuatmu bergairah lewat aromatherapy itu,” balas Darren.
Patricia mengangguk paham dan menoleh kearahnya dengan tatapan bertanya. “So what now, Darren? Aku dan kau sudah saling terbuka, tidak ada kebenaran yang harus ditutupi dengan kebohongan lagi. Kau juga sudah melamarku dan tanpa jawaban dariku, aku sudah menjadi tunanganmu. Untuk kedepannya, tidak akan semudah dan selancar itu, bukan?”
Darren terdiam sambil mengusap perut Patricia dengan pelan. “Dengan kau yang sudah bersamaku, maka hidupmu tidak lagi sama, Petal. Mungkin kau akan mengalami banyak kesulitan.”
“Seperti banyaknya serangan yang akan dilayangkan padaku? Atau ancaman yang akan membunuhku?” tanya Patricia kemudian dan Darren mengangguk.
Patricia tertawa sinis. “Kau meremehkanku yah? Aku tidak akan tinggal diam dan aku ingin segera bertemu dengan jalang sialan itu yang sudah menyerangku seperti pengecut!”
“Aku tidak meremehkanmu. Aku hanya takut kalau kau menyerah lalu meninggalkanku. Karena itu, sebelum kita melangkah lebih jauh, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau masih mencintaiku dan akan memperjuangkan hubungan kita? Kita tahu kalau musuh yang ada di hadapan kita bukanlah oranglain. Mereka memiliki kuasa untuk menghancurkan.”
Patricia langsung menjawab tanpa ragu. “Aku memiliki seorang ayah yang mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan. Pada intinya adalah aku dididik untuk berjuang dan bertahan, bukan menyerah lalu pergi. Jadi, bagian mana yang masih belum kau pahami kalau wanita yang bersamamu ini bukanlah wanita cengeng dan manja?”
Seketika itu juga senyum kelegaan Darren mengembang begitu saja. Ya. Dia tahu kalau Patricia bukanlah wanita yang mudah menyerah, dan barusan itu hanya sekedar basa basi.
Basa basi yang memberikan penegasan mutlak bahwa Patricia masih mencintainya, meski pengakuan itu belum terucap dari bibirnya yang kini sedang dikuasai olehnya.
■■■■■
Saturday, Feb 23rd 2019
21.45 PM
Scene rendeman bareng itu agak fancy, tapi manis. Cucok banget buat menghangatkan karena diluar sedang hujan.
Babang baca komen di part uploadan authormu, dan banyak yang terlalu lebai.
Santai cuk! Sebagai cowok terhormat, babang nggak akan bisa main spank sana sini. Pecut sana sini. Emang situ kuda?
Daripada main tangan, enakan main bibir. Boleh nggak sabaran, tapi jangan kasar.
Quote ala ala anak eibiji jaman now : "Aq tuh nggak bisa digituin."
Pret lah!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top