EIGHT
Yang nungguin babang, apa kabar?
Ketahuan banget jomblonya...
🤣🤣🤣
Darren menatap sekelilingnya dengan datar sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket kulitnya. Sorot matanya menajam setiap kali dia mendapati adanya pergerakan yang dinilainya tidak wajar. Tentu saja hal itu membuatnya menjadi lebih waspada dan tidak akan ragu untuk bertindak jika ada yang berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.
Semua karena Patricia yang merengek untuk dibelikan ponsel. Damn! Jika bukan karena wanita itu sudah memberikan pelayanan yang memuaskan seperti semalam, ck! Memangnya kapan Patricia tidak memuaskan dirinya?
Dia bersyukur bisa tiba di rumah tepat waktu ketika menerobos hujan deras karena tidak ingin sampai Patricia mencarinya. Tentu saja dia benar-benar kedinginan dan membutuhkan Patricia untuk menghangatkannya. Bahkan jika mengingat kejadian semalam, Darren masih sanggup tersenyum karena mereka tidur bersama dengan posisi saling berpelukan tanpa busana.
“Darren, kemarilah!” panggil Patricia sambil mengulurkan tangan kearahnya.
Alis Darren terangkat setengah melihat sikap manis yang ditunjukkan wanita itu. Patricia mengembangkan senyuman lebar sambil menggerakkan tangannya yang terulur agar Darren menyambutnya.
Darren segera meraih uluran tangan itu dan membiarkan Patricia menariknya agar berdiri di sampingnya. Dia memeluk lengan Darren dengan erat seperti sepasang kekasih yang dimabuk asmara.
Sepertinya ada yang berbeda, batin Darren. Sikap manis Patricia, keramahannya, dan bagaimana dia mengobrol dengan Darren tidak seperti biasanya. Bahkan Patricia bersikap seolah tidak ada yang terjadi dan berbicara apa saja seperti kawan lama.
Dan sekarang, Patricia seakan sengaja menempelkan payudaranya yang lembut pada lengan kekarnya untuk merajuk. Damn! Jika wanita itu berniat untuk menggodanya, maka Darren akan menyambut godaannya dengan senang hati, dan akan melihat apa yang diinginkan wanita itu sebenarnya.
“Ada apa?” tanya Darren lembut.
“Apakah menurutmu ponsel ini pantas untukku?” tanya Patricia dengan nada suara yang begitu manja.
Wait! Sejak kapan wanita mandiri ini bisa merengek manja padanya? Darren sampai mengerutkan dahinya sambil menatap Patricia yang memberikan senyum manis padanya. Dia pun menunduk untuk melihat ponsel yang terpajang diatas meja kaca itu dengan tatapan menilai. Hmmm...
“Untuk wanita cantik seperti kekasih Anda, ponsel ini sangat pantas untuknya, tuan.” ujar manajer toko ponsel itu dengan senyum sumringah di wajahnya seakan dia sudah mendapatkan bonus ekstra dari hasil penjualannya hari ini.
Darren mengambil ponsel itu dan menyentuh setiap bagian ponsel itu dengan seksama. Dia mempelajari setiap sisi ponsel itu dan memperhatikan alat komunikasi yang terlihat begitu mewah.
Tentu saja ponsel itu pantas untuk seorang wanita seperti Patricia. Ponsel pintar yang terbuat dari emas berwarna pink dan bertabur 500 berlian dengan total 100ct pada bagian depan ponsel itu. Pada tombol utamanya saja, terpasang sebuah berlian pink dengan kisaran 7.4ct dan di bagian belakangnya terdapat sekitar lima puluhan berlian berbentuk logo buah yang tergigit.
Tidak perlu dipertanyakan lagi soal harga untuk ponsel termahal di dunia itu. Sialnya lagi, kenapa ponsel ini bisa dijual di sebuah toko selular di kota kecil negara ini? Dan kenapa Patricia bisa tahu kalau toko ini memiliki ponsel termahal ini?
“Apa kau yakin ini adalah asli?” tanya Darren dengan alis terangkat setengah kepada manajer toko.
“Tentu saja. Kami sudah memesan ponsel ini langsung dari Amerika dan kebetulan mereka memiliki stok satu buah.” jawab manajer toko dengan penuh percaya diri.
“Kau memesan ponsel ini sejak kemarin?” tanya Darren curiga.
Manajer toko langsung mengangguk. “Ms. Jasmine Smith sudah melakukan pesanan kemarin via telepon, tuan. Dikarenakan ini adalah pesanan yang sangat penting, maka kami melakukan pemesanan kilat dengan menyuruh staf kami untuk datang kesana secara khusus mengambil ponsel ini.”
Darren tercengang. Dia langsung menoleh kearah Patricia yang menyeringai puas melihat kekagetannya. Sepertinya wanita itu memang sengaja ingin mengerjainya, pantas saja sikapnya begitu berbeda sejak dari pagi.
“Kau sudah memesan ini dan berlagak tidak tahu apa-apa dengan membawaku kemari?” tanya Darren dengan suara rendah.
Patricia memberikan ekspresi mengejek sekarang. “Why? Kau berhutang ponsel padaku karena sudah membuangnya ke tempat sampah. Meskipun akhirnya ponselku berada di tangan ibuku, tetap saja kau sudah membuangnya.”
“Dan kau memesan ponsel termahal untuk menyuruhku mengganti ponselmu itu?” balas Darren datar.
“Aku kan bukan wanita sembarangan. Aku adalah wanita yang mahal dan tidak menyukai barang murahan. Anggap saja ini adalah harga yang harus kau bayar karena sudah menikmatiku seenaknya.” sahut Patricia sambil menyibakkan rambut panjangnya yang bergelombang dan menarik diri.
Darren mendengus kesal mendengar perkataan Patricia. Mulut wanita itu benar-benar harus diberi pelajaran karena sering mengeluarkan ucapan kasar yang membuatnya naik pitam.
“Jika kau mengira aku menganggapmu jalang, kau salah besar! Aku bahkan tidak peduli berapa harga ponsel ini karena dirimu tidak ternilai untukku.” ucap Darren dengan nada sinis sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celana. “Biarkan bawahan yang seperti sampah ini membayar ponsel untuk atasanku yang nikmat, Petal. Aku bahkan tidak peduli jika uangku habis, selama aku bisa bersamamu.”
Darren menarik sebuah metal platinum card dari dompetnya dan menyerahkan kepada manajer toko itu. Darren mendelik tajam melihat ekspresi gugup dari manajer toko itu ketika menerima kartu darinya.
“Selesaikan pembayarannya. Sekarang!” ucap Darren angkuh.
Patricia terlihat mengawasi sikap Darren dan melihat caranya berbicara dengan manajer toko itu.
“Wow! Kurasa kakakku memberi bayaran yang sangat tinggi untukmu sehingga kau bisa memiliki kartu tanpa limit dalam dompetmu.” cetus Patricia yang terdengar seperti sindiran tajam padanya.
Darren menyeringai dengan ekspresi angkuhnya. “Karena kau kaget kalau bawahan sepertiku mampu membelikan ponsel seharga delapan juta dolar untukmu? Santai saja, Petal. Tidak usah cemas dengan apa kau akan membalasku. Cukup menjadi wanitaku saja.”
“Maksudmu simpananmu?”
Darren tergelak. “Aku termasuk orang yang boros dan bisa dibilang tidak pintar dalam menabung. Tentu saja kau bukan simpananku. Kau adalah milikku.”
Patricia memberikan senyuman lebarnya sambil kembali menggodanya dengan mendekatkan dirinya untuk memeluk pinggangnya, dan menempelkan payudaranya pada dada bidang Darren.
“Aku cukup senang dengan hadiahmu. Aku janji kalau aku akan memasak makan malam yang enak untukmu nanti malam.” ujar Patricia sambil mengerlingkan matanya dengan nakal.
“Apakah ada kau dalam daftar menu makan malam nanti?” tanya Darren senang.
Patricia menggigit bibir bawahnya sambil menatap Darren dengan ekspresinya yang penuh hasrat. “Lihat nanti.”
“Ehemmm...”
Baik Darren ataupun Patricia sama-sama menoleh kearah manajer toko yang kini sudah kembali. Pria itu menyerahkan kartunya kembali dan sekantong berisikan ponsel yang dibeli Patricia.
Keduanya pun langsung keluar dari toko itu dan Darren masih mengawasi sekelilingnya dengan waspada seolah itu sudah menjadi kebiasaannya. Menjadi pengawal pribadi selama bertahun-tahun membuat dirinya menjadi sensitif terhadap ancaman yang kemungkinan akan terjadi di sekitarnya. Entahlah. Dia hanya tidak ingin adanya penyerangan seperti dua hari lalu.
“Bisakah kau santai saja? Apakah tidak terlalu berlebihan kalau kau mengawasi sekitarmu sampai sebegitunya hanya karena aku memegang ponsel jutaan dolar?” keluh Patricia sambil berjalan dengan hentakan heelsnya yang berirama.
Darren langsung memutar kepalanya untuk melihatnya dengan mata melebar. “Aku mengawasi sekitarku bukan karena ponsel sialan itu. Tapi karena ancaman bisa saja terjadi seperti kemarin.”
“Aku merasa tidak ada yang harus dicurigai disini. Tidak akan ada yang terjadi, Darren. Jangan meremehkan instingku karena aku sudah memeriksa daerah sekitar sini. Disini cukup aman, dan yang pasti tidak ada pencopet yang akan mengambil ponselku.” ujar Patricia sambil menunjuk kantong belanja yang dibawa Darren.
Darren hanya mengangkat bahunya dengan acuh lalu mengiringi langkah Patricia yang berjalan menuju ke sebuah coffee shop yang tidak jauh dari toko selular itu.
“Kau ingin minum kopi?” tanya Darren geli.
Patricia mengangguk. “Aku masih mengantuk dan membutuhkan asupan latte yang panas untuk menghangatkanku.”
Darren merangkul bahu Patricia dan membawanya lebih dekat padanya. “Aku bisa menghangatkanmu, seperti kemarin yang kau lakukan padaku.”
Patricia tertawa pelan. “Sekarang kau mulai rakus yah. Apakah tidak ada hal lain yang kau inginkan dariku kecuali seks?”
“Cinta. Aku ingin cinta darimu, Petal.” jawab Darren langsung sambil membukakan pintu kaca coffee shop itu untuk Patricia.
“Sudah pernah kuberikan dulu, tapi sekarang tidak. Terima kasih.” balas Patricia sambil mengerling nakal padanya.
“Kenapa?” tanya Darren geli.
“Karena aku tidak mau merasakan hal yang sama untuk yang kedua kalinya. Aku sudah bisa tanpamu, okay? Jangan mencari ulah dengan membuatku marah padamu.” jawab Patricia dengan lugas.
Darren menarik sebuah kursi untuk Patricia dan wanita itu langsung duduk disitu sambil menggumamkan terima kasih. Darren mengawasi sekelilingnya selama beberapa saat lalu berjalan menuju ke kasir untuk memesan minuman.
Seorang kasir wanita yang masih begitu muda dan tampak cantik, terlihat memberikan senyuman selamat datang padanya. Sorot mata berwarna hazel itu menyorot kagum melihatnya, bahkan terkesan antusias ketika Darren sudah tiba di hadapannya.
“Selamat datang, tuan. Apa yang ingin kau pesan?” sapa kasir itu ramah.
Darren melihat plat kecil yang terkait di saku kemeja yang dikenakan wanita itu dengan nama Kerry disitu.
“Aku ingin secangkir latte panas dan secangkir espresso.” jawab Darren sambil menyunggingkan seulas senyum tipis.
Kasir itu tersenyum dan wajahnya merona. “Apakah kau ingin menambah krimer untuk espressomu?”
“Tidak, terima kasih.” jawab Darren sambil menaruh selembar uang diatas meja kasir.
“Bagaimana dengan muffin dan cupcake? Disini juga ada chicken pie yang menjadi menu rekomendasi kami.” tambah kasir itu sambil mengarahkan tangannya kearah etalase yang menyajikan berbagai menu yang ditawarkan tadi.
Darren melihat sekilas kearah etalase sambil menyilangkan tangannya untuk mengira-ngira apakah Patricia akan menyukai makanan manis yang terpajang disitu. Namun sepertinya Patricia tidak akan suka.
“Tidak, terima kasih.” sahut Darren kemudian.
“Anda tidak menyukai makanan manis, tuan?” tanya kasir itu ramah sambil mengambil uang yang ditaruh Darren untuk melakukan pembayaran.
“Tidak. Tapi aku menyukai wanita yang manis.” jawab Darren sambil terkekeh dan menoleh kearah Patricia yang sedang menatap kearah luar jendela.
“Wanita yang beruntung.” balas kasir itu dengan senyum malu-malunya yang terlihat lucu.
Darren tersenyum padanya dan cukup merasa senang dengan keramahan yang diberikan oleh kasir itu. Meski terkesan malu, namun dia cukup ramah dan bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.
“Apa kau bekerja paruh waktu disini?” tanya Darren kemudian.
“Iya, tuan. Aku melakukan pekerjaan paruh waktu ini untuk mengisi waktu luang.” jawab kasir itu dengan lugas sambil menyerahkan struk pembelian beserta uang kembalian.
“Aku cukup senang dengan semangat hidup seorang anak muda sepertimu.” balas Darren tulus sambil mendorong kembali tangan kasir itu yang terulur. “Ambil saja kembaliannya. Tip untukmu karena sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik.”
Kedua pipi wanita itu semakin merona dan Darren hanya tersenyum saja. “Terima kasih, tuan. Aku pun cukup bangga memiliki...”
“Apakah memesan kopi harus memakai percakapan seperti berkenalan dengan kasir?” suara sinis dari balik bahu Darren menyela pembicaraan mereka.
Darren berbalik dan mendapati Patricia yang sudah berdiri di belakangnya sambil bertolak pinggang, lalu melirik kearah kasir itu dengan sinis. Darren langsung menyeringai senang melihat sikap Patricia yang seperti ini, dia terlihat seperti kekasih yang cemburu.
“Hanya mengobrol ringan sambil menunggu kopi.” ujar Darren sambil merangkul pinggang Patricia dan mengecup keningnya dengan hangat.
“Selamat siang, nona.” sapa kasir itu dengan senyuman ramahnya.
“Apakah keramahan yang kau tunjukkan barusan ada dalam deskripsi pekerjaanmu? Kurasa berbasa basi seperti tadi sangat membuang waktu.” ucap Patricia dengan alis terangkat setengah.
Kasir itu masih memberikan senyuman ramah pada Patricia. “Maaf jika keramahanku mengganggu Anda, nona. Aku hanya menawarkan menu lainnya sebelum menutup pembelian, dan kami hanya bertanya jawab seperti biasa.”
Darren terkekeh senang mendengar jawaban telak yang dilontarkan kasir itu, sehingga Patricia semakin mendesis tajam karena keberanian kasir itu.
“Sudahlah, Petal.”
Patricia pun melotot galak kearah Darren sambil berjalan menuju ke tempat pengambilan pesanan dengan hentakan langkah kasar. Darren hanya mengulum senyum geli dan melirik kearah kasir yang juga tersenyum malu melihatnya. Patricia yang sedang cemburu tampak menggemaskan, pikir Darren senang.
Dia menyusul Patricia untuk mengambil minumannya dan masih dengan senyuman gelinya melihat Patricia yang mengangkat nampan berisikan kedua cangkir minuman mereka dalam diam.
Darren mengambil alih nampan itu dan Patricia membiarkannya tanpa melihat kearahnya, lalu berjalan saja menuju ke kursi yang didudukinya tadi. Darren hanya terkekeh dan melihat sekeliling coffee shop itu dengan tatapan menilai untuk kesekian kalinya. Hmmm... tidak terlalu ramai.
Ketika Darren sudah menaruh nampannya diatas meja, Patricia bekerja untuk mengambil kedua cangkir minuman itu. Darren yang membubuhkan bubuk kayu manis diatas latte milik Patricia, dan Patricia yang menuangkan sebungkus kecil gula bebas kalori ke dalam espressonya. Kemudian mereka bertukar minuman dan kini keduanya saling bertatapan.
“Thanks, Petal. Aku cukup senang kalau kau masih ingat dengan kebiasaanku dalam menikmati kopiku.” ujar Darren hangat lalu menyeruput kopinya.
Patricia mendengus. “Aku juga tidak menyangka kalau kau masih menguntitku untuk tahu kesukaanku yang baru-baru ini terjadi.”
“Menaruh bubuk kayu manis diatas latte bukanlah kebiasaan barumu. Itu sudah kau lakukan sejak lama karena kau menyukai aroma kopi, tapi kau tidak bisa karena ada masalah pada lambungmu. Akulah yang mengenalkanmu tentang kopi yang dicampur dengan susu, Petal.” balas Darren santai.
“Kenapa sih kau terus-terusan memanggilku Petal?” sahut Patricia dengan nada tidak suka.
Darren memberikan senyuman setengahnya. “Karena kau cantik. Lagipula itu adalah panggilanku untukmu sejak dulu. Bisa jadi, julukan the Rose Petalmu itu adalah pilihanmu sendiri karena kau menyukai panggilanku untukmu.”
“Jangan berlebihan. Aku menyukai nama itu karena terkesan kuat dan berbahaya. Seperti bunga mawar yang terlihat cantik namun menyakitkan. Seperti itulah aku.” tukas Patricia ketus lalu menyeruput lattenya.
Darren memberikan senyuman dengan sorot mata yang menghunus tajam. Dia menatap Patricia dengan ekspresinya yang dingin. “Kau memang cantik. Mungkin bagi oranglain, kau memang menyakitkan. Tapi bagiku? Tidak sama sekali. Justru sebaliknya, aku yang akan mengendalikan dirimu, sekalipun kau akan memberontak padaku. Kau tidak akan bisa berkutik dan tidak akan bisa menipuku, karena aku tidak akan lengah sedikitpun.”
Patricia menatapnya dengan alis berkerut. “Apakah aku menangkap adanya tindakan posesif di masa depan? Aku bahkan sudah menjawab soal keinginanmu yang menginginkan cinta dariku dan jawabannya...”
“Aku tidak memberimu pilihan, Petal. Kau yang harus mengikuti kemauanku.” sela Darren halus.
“Kau tidak berhak atas diriku.” balas Patricia dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
“Kau tidak akan pernah tahu seberapa besar pengaruhku dan seberapa kuat kendaliku atas dirimu, Petal.”
Patricia terdiam dan menatap Darren dalam diam. Dia seperti berpikir dan Darren tahu kalau wanita itu sedang menjalankan intuisinya. Dia tahu kalau Patricia sedang berusaha mencari informasi dan wanita itu sedang bertanya-tanya tentang siapa dirinya.
Darren bahkan menemukan jejak langkah Patricia ketika dia berjalan menuju ruang rahasianya pada jalan panjang yang terhenti di tengah jalan, juga usaha Patricia dalam mencari sinyal terdekat untuk mencari tahu posisinya saat ini. Wanita itu begitu cerdas dan tidak bisa diremehkan, tapi tetap saja tidak bisa melebihi kepiawaian Darren karena wanita itu tidak mendapatkan apa-apa.
Alis Darren terangkat ketika Patricia berpindah posisi untuk menduduki kursi yang ada di sampingnya. Patricia bahkan menarik kursinya untuk duduk mendekat pada Darren dengan tubuh yang terarah padanya.
“Dengarkan aku, Darren. Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk terbuang percuma karena ada tanggung jawab yang harus kulakukan disini. Aku sedang bekerja dan aku tidak mau adanya pengalihan yang tidak diperlukan.” ujar Patricia dengan penuh penekanan.
“Aku sangat tersanjung kalau aku bisa menjadi pengalihanmu.” balas Darren sambil mengedipkan sebelah matanya.
Patricia tersenyum sinis lalu mencondongkan tubuhnya untuk semakin mendekat pada Darren. Dia mengusap paha Darren dengan lembut dan ekspresi nakal yang menggoda. Damn! Darren menahan nafasnya ketika tangan Patricia yang mengusap pahanya sudah mulai merambat naik dan tiba diatas kejantanannya dari balik celana jeans yang dipakainya.
“Baby, kau tahu kalau aku kesini karena ingin mencari informasi, bukan?” tanya Patricia dengan nada manja yang dibuat-buat.
Sial! Patricia begitu hebat dalam memainkan peran sebagai wanita penggoda. Wanita itu bahkan tidak mempedulikan sekelilingnya dengan memiringkan wajahnya dan menyesap daun telinga Darren dengan keras. Tangannya pun mengelus lembut diatas kejantanannya yang mulai mengeras.
“Yeah.” jawab Darren seadanya karena pikirannya kini sudah berfokus pada tangan Patricia yang mulai bekerja untuk membuka celananya di bawah meja.
“Aku ingin mencari tahu tentang sebuah kerajaan yang tersembunyi disini.” bisik Patricia sambil menyelipkan tangannya yang nakal ke dalam celananya dimana risletingnya sudah terbuka.
“Lalu? Oh... Petal, kau sangat nakal!” desah Darren dengan suara rendah.
Tangan Patricia sudah memijat dengan lincah di bawah sana dan Darren sangat menikmati apa yang didapatinya dari wanita itu. Darren bahkan bersandar pada kursinya sambil menghelakan nafasnya.
“Lalu aku membutuhkan bantuanmu untuk bekerja sama denganku.” balas Patricia lalu menyesap telinga Darren dengan bernafsu.
Darren menggeram pelan ketika tangan Patricia mulai bekerja untuk melakukan gerakan naik turun dengan pijatan yang lembut dan penuh pengertian.
“Petal, aku bisa saja menyetubuhimu disini tanpa berpikir akan ada banyak orang yang melhat kita.” desis Darren dengan jantungnya yang bergemuruh cepat.
“Berjanjilah padaku, Darren. Kau membantuku untuk menyelesaikan pekerjaanku disini dan aku akan mengabulkan keinginanmu setelahnya. Sekembalinya kita ke Chicago, kita akan berkencan.” ucap Patricia dengan suara mendesah.
Tawaran yang sangat menarik dan Darren sama sekali tidak keberatan untuk membantu wanita itu. Jika memang Patricia menjalankan apa yang dikatakannya barusan, maka Darren pun akan memenuhi keinginannya.
“Dengan satu syarat!” balas Darren dengan suara mengetat.
Patricia menarik diri dari cumbuannya dan kini sepenuhnya menatap kearah Darren.”Apa itu?”
“Aku ingin kau menarik tangan sialanmu dari tubuhku, dan segera menuju ke mobil sekarang juga. Karena aku sudah tidak tahan untuk menyerangmu dan melucuti pakaianmu agar aku bisa menyetubuhimu dengan keras dan kasar.”
■■■■■
Saturday, February 9th 2019
23.34 PM
Bagaimana rasanya ketika kalian berharap lebih tapi harus tertahan, karena babang hari ini rese?
Part nganunya minggu depan lagi yah.
Jangan kecewa 🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top