Chapter 4 - What The Hell?
Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Avril Lavigne.
Prompt: What The Hell.
***
**
*
Pagi menjelang.
Sang miko merenggangkan tubuhnya dan melepaskan sebuah desahan, hal normal yang setiap pagi ia lakukan. Tanpa diketahui gadis itu, ada seorang hanyou pemarah yang semakin terganggu dengan tingkahnya. Bagaimana tidak, kedua matanya terbuka semalaman dengan pikiran mesum di kepala dan kejantananan yang terus terjaga sudah pasti bukan sesuatu yang menyenangkan siapapun, tak terkecuali bagi perjaka seperti Inu Yasha.
Laki-laki setengah siluman itu melompat dari cabang pohon dan dengan kasar berseru, "Cepat berkemas! Kita akan menuju sungai terdekat untuk mencari makanan."
Kagome mengangguk, dengan patuh ia bergegas merapikan barang-barangnya dan naik ke punggung sahabatnya. Tangannya melingkar di leher Inu Yasha saat ia berbisik, "Aku sudah siap, Inu Yasha."
Inu Yasha hampir saja memutar bola matanya atas makna seduktif yang terpikirkan olehnya dari kalimat itu. Kaki sang hanyou melaju dengan cepat hingga pemandangan di kanan-kirinya hanyalah sekelebatan samar berwarna hijau. Beberapa belas menit kemudian, mereka sampai di tepi sungai yang cukup besar. Dengan kasar ia menjatuhkan Kagome begitu saja dari punggungnya. Gadis itu terjerembab ke tanah dengan sebuah dentaman.
"Ouch ... " Kagome bangkit berdiri, lalu mengelus bokongnya yang sakit. "Ada apa sih denganmu?"
"Aku akan menangkap ikan untuk sarapan," inu hanyou itu mengacuhkannya dan terus berjalan ke sungai.
Dengan merengut, Kagome hanya dapat melihat sahabatnya menjauh. Tapi ia juga bersyukur, setidaknya perjalanan pulang mereka yang bisa memakan waktu setengah hari tidak akan dilaluinya dengan perut kosong. Beberapa selang waktu kemudian, gadis itu memutuskan lamunan dan melakukan kegiatan lain yang dapat menghibur perutnya yang lapar.
Inu Yasha terus berfokus pada pergerakan ikan yang diincarnya. Ia membeku di tempat, bagian dari menyatu dengan alam saat mengintai mangsa. Sasaran sudah terkunci. Dua ikan berenang santai dekat kakinya. Lemah dan lengah. Amat mudah untuk ditangkap. Tangannya siap bergerak cepat. Seharusnya dalam beberapa detik kemudian ia sudah menangkap dua ikan besar di tangan, tapi rencananya kacau. Kagome memutuskan untuk menganggunya di waktu yang tepat.
"Inu Yasha! Lihat apa yang kutemukan!"
Suara dan kecipakan air kala gadis itu berjalan langsung membuat ikan-ikan yang menjadi target berenang pergi dalam sekejap mata.
Inu Yasha menggeram.
"Airnya dingin sekali," gerutu sang miko. Inu hanyou itu hanya bisa menghela napas dan memendam kesah ketika Kagome mendekatinya. "Tunggu sebentar," imbuh Kagome sambil berbalik badan membelakangi Inu Yasha, menghadap ke arah awal air mengalir, membungkuk, dan menurunkan kedua tangannya yang tertangkup. Posisi gadis itu membuat bokong dan kepalanya sejajar, dan rok yang ia pakai kian terangkat naik dan semakin naik sehingga paha bagian belakangnya terekspos lebih dari biasanya.
Melalui beragam cara, pikiran kotor kembali menyerang sang hanyou. Bedebah di dalam fundoshi Inu Yasha mulai berulah. Begitupun suara-bagian-dirinya-yang-mesum, suara itu terus berbisik tentang; 'Selembut apa kulit yang selama ini tertutupi kain hijau itu?' dan 'Apakah rasa Kagome akan selezat baunya?'
Mati-matian Inu Yasha melawan hawa nafsu, ia memusatkan pikirannnya pada pertanyaan utama yang merajai hatinya sejak kemarin: 'Apakah ini benar Kagomenya?'
Jelas, memang, secara fisik, gadis yang ada di hadapannya itu adalah Kagome. Tidak hanya rupanya, tapi juga baunya. Sebagai seorang inu hanyou sejati, Inu Yasha sangat mempercayai indera penciumannya. Bagi Inu Yasha setiap makhluk memiliki bau khas tersendiri, menyenangkan atau tidak, itu masalah lain. Untuk kasus Kagome, tidak ada youkai maupun manusia dari dua zaman yang dapat menyamai 'harum khasnya'. Tidak satupun. Tidak wewangian di zaman modern. Tidak bahkan mantan kekasihnya sendiri yang berbagi jiwa dengan Kagome.
Secara resmi dan pasti. Gadis yang sedang ia pandangi adalah Kagomenya.
Tapi, Kagome yang dikenalnya adalah gadis polos, berhati besar, walau keras kepala, berisik, dan kadang bertemperamen tinggi. Harus ia akui, tiga hal terakhir itu tak ada beda dengan dirinya dan, seaneh kedengarannya, tiga hal itu pula yang membuat ia nyaman berdekatan dengan gadis itu. Dibalik semua pertengkaran dan teriakan yang terlontar, mereka tak terpisahkan. Tapi yang menjadi masalah adalah, kini ia merasa tidak mengenal gadis itu sama sekali.
Benarkah Kagome 'itu' yang dikenalnya atau ... 'inilah' Kagome yang sebenarnya?
Miko masa depan yang tidak sepolos kelihatannya.
Terlepas dari renungan, pada akhirnya, otak Inu Yasha takluk pada nalurinya sebagai pria yang notabenenya sebagai makhluk visual. Kebimbangan bisa saja melandanya, tapi itu takkan mencegahnya untuk mengagumi indahnya hasil karya Kami-sama yang tersedia. Baru saja Inu Yasha hendak menikmati pemandangan itu lebih lama, Kagome menegakkan tubuh lalu menghadapnya dengan sebuah senyum manis.
Dengan ibu jari dan telunjuknya, ia mengambil salah satu dari puluhan buah blueberry yang baru saja ia cuci di sungai. "Cobalah ini, Inu Yasha!" ujar Kagome dengan riang.
Rahang Inu Yasha mengeras saat menatap buah biru keunguan itu.
Kedua alis gadis itu sedikit terangkat, "Kau tidak mau?"
Laki-laki itu tak menjawab.
"Aku saja yang makan kalau begitu." Kagome lekas memasukan satu buah kecil itu ke mulutnya lalu menjilat ujung jari telunjuknya lambat-lambat.
"Apa yang kau lakukan bodoh?!" bentak pria itu.
Menelan sisa makanan di mulutnya dengan cepat, Kagome menyahut ketus, "Mengapa kau berteriak padaku, Inu Yasha?!"
"Mengapa, heh?" pria itu mendengus. "Suara jelekmu itu membuat ikan-ikan kabur tahu!"
"Kau yang bodoh kalau begitu! Jangan salahkan aku bila kau tidak bisa menangkap satu ikan pun!"
"Apa katamu?!"
"Selain bodoh, ternyata pendengaranmu juga kurang baik. Tidak apa-apa, aku bersedia mengatakannya lagi." Kagome menghirup napas dalam-dalam sebelum berteriak tepat di depan wajah sahabatnya itu, "Inu Yasha, kau itu bodoh! Bodoh! Bodoh! Kau benar-benar merusak suasana!"
"Kaulah satu-satunya orang yang merusak suasana dengan suaramu itu! Dasar, gadis cengeng, manja, berisik! Kau yang bodoh!"
Nadanya merendah, namun intonasinya terdengar lebih berbahaya, "Inu Yasha! Jangan paksa aku mengucapkan kata itu!"
Inu Yasha melipat tangan di atas dada, kedua lengannya menghilang di balik suikan merah yang ia pakai, dagunya terangkat. "Aku akan meninggalkanmu di sini sendiri jika kau berani mengucapkan kata itu!"
"Kau mengancamku ya?" Kedua alis Kagome naik. Sungguh, ia tak percaya, Inu Yasha tak pernah mengancam untuk meninggalkannya begitu saja di hutan. Yah, tentu saja, mereka seringkali beradu mulut, saling mengejek tapi, laki-laki itu tak pernah mengancam meninggalkannya.
'Apakah aku sudah keterlaluan?' tanya Kagome dalam hati.
Hampir saja ia mengalah ketika Inuyasha berkata lagi, "Bukankah sudah jelas kau tidak bisa melakukan apa-apa tanpa aku?"
"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu." Kagome maju selangkah, wajah mereka hanya berjarak sejengkal. " Tanpa diriku, kau tidak akan bisa menemukan sisa pecahan Shikon no tama!"
Laki-laki itu tertawa sinis. "Setidaknya aku masih bisa bertahan hidup di hutan ini, tidak sepertimu."
Kagome merengut, menahan kejengkelan.
Inu Yasha menyeringai lebar.
"Aku akan membuktikan padamu bahwa aku bisa!"
"Keh." Wajah Inu Yasha jelas-jelas meremehkan.
"Kau!" Jari telunjuk Kagome menghentak dada Inu Yasha berkali-kali disetiap kata yang terucap. "Inu Yasha, kau, sangat, menyebalkan!" Matanya memandang garang, wajahnya memerah karena berang. Kagome telah kehabisan kata-kata, tidak seharusnya seperti ini, bukan ini yang diprediksi oleh Eri, Yuka, dan Ayumi tentang agresi cinta yang harus dilakukannya karena ia terlalu lelah menjadi gadis polos yang menunggu, menunggu, dan menunggu.
Dia telah menelan rasa malu, mengesampingkan ego, dan mengikis harga diri demi memberikan sedikit petunjuk tentang perasaannya pada Inu Yasha sejak dulu tapi tetap saja hasilnya nihil.
'Sesukar itukah mengakui perasaan?' ungkap batinnya dengan sinis.
Gadis Higurashi itu tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan maupun dikatakan, niat 'tuk melanjutkan agresinya telah punah. Yang kini ia inginkan hanyalah membuat Inu Yasha merasakan kemurkaannya. Secara mendadak, sebuah pikiran licik tercetus di kepalanya. Sebuah taktik yang akan menggosok temperamen Inu Yasha hingga ke puncaknya yang sudah pasti jauh lebih baik dari sekadar 'Osuwari'.
Oh, yeah, ia tak lagi peduli pertengkaran besar yang akan meledak di antara mereka, ia sudah putus asa. Tidak. Kagome telah sampai ke titik mentalnya menepis semua resiko yang dibisikkan oleh sisi-dirinya-yang-baik dan mengeluarkan keacuhannya secara verbal dalam sebuah gumaman, "What the hell!"
Kagome menghirup napas panjang sebelum menyemburkan racauan, "Tahukah kau, Inu Yasha, satu hal yang ku sesali sejak kematian Naraku?" Salah satu sudut bibir Kagome terangkat lemah selagi melanjutkan, "Penolakanku atas tawaran Kouga. Seharusnya aku mencari sisa pecahan bola empat arwah bersamanya. Dia, dia itu jauh... jauh lebih darimu."
Titik sensitif sang hanyou tersentuh.
Titik dimana kejengkelan bersinggungan dengan harga diri. Inu Yasha tidak akan diam saja bila ia dibanding-bandingkan dengan serigala kurus bermulut besar tapi pengecut itu. "Jangan sebut nama serigala kerempeng itu lagi di hadapanku!"
Nadanya pedas, "Pada beberapa hal memang Kouga jauh lebih pria darimu, Inuyasha."
"Berisik! Diamlah, Kagome!"
"Atau kau akan ..." tantang Kagome tajam.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, hah, Perempuan?"
Ia tak percaya apa yang didengarnya, 'Apa yang ia inginkan?' Setelah bertahun-tahun menjalin persahabatan dan memendam rasa di tengah petualangan, Inu Yasha masih menanyakan apa yang ia inginkan? Tidakkah ia pernah mendengar tentang satu hal yang bernama kejelasan hubungan?'
Terlalu letih untuk berteriak, dan teramat penat 'tuk berdebat, Kagome menarik napas lewat hidung dan mengeluarkannya lewat mulut, satu, dua, hingga tiga kali ia ulangi.
Setelah ia merasa lebih tenang, barulah gadis itu melanjutkan. "Satu hal yang kukagumi dari Kouga," suara Kagome sedikit goyah. "Ia tidak takut untuk mengungkapkan perasaannya."
"Keh, hanya itulah yang ia bisa lakukan, berkoar dengan mulut besarnya."
Gadis itu melipat tangan di atas dada, dagunya terangkat. "Itulah yang semua wanita inginkan."
"Termasuk kau, Ka-Go-Me?" Nada Inu Yasha sinis. Gadis itu tak menjawab. "Seharusnya kau lihat apa yang akan dilakukannya setelah kau menyanyikan godaan seperti kemarin malam. Dan, jangan lupa juga untuk menjilat pisang itu di depan muka Kouga. Tidak seperti aku, ia pasti sudah menerkam dan menjilat pantatmu!"
Mata Kagome semakin melebar, dengan kedua tangan terkepal di sisi tubuhnya, ia maju setapak. "Apa maksudmu, Inu Yasha? Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu di depan Kouga!" Setelah menarik napas pendek, gadis itu berkata lagi lewat rahang yang terkatup rapat. "Kalaupun Kouga akan melakukan apa yang kau katakan tadi, itu sama sekali bukan urusanmu, camkan itu!"
Inu Yasha pun melangkah maju, wajah mereka hanya berjarak dua sentimeter ketika ia berbicara lantang, "Selama bola empat arwah belum terkumpul, dan menjamin keselamatan pantatmu dalam misi ini adalah tanggung jawabku, tentu saja itu menjadi urusanku, dasar gadis bodoh!"
"Misi untuk mengumpulkan shikon no tama memang urusanmu, tapi tidak di luar itu!"
Mengabaikan apa yang Kagome ucapkan, Inu Yasha malah lanjut mengoceh, "Kouga tidak lebih dari bajingan pengecut!"
Sang miko penjelajah waktu pun membalas dingin, "Kouga adalah pria sejati!"
Untuk beberapa saat lamanya mereka bertukar sorot mata tajam yang berat dengan hawa permusuhan.
"Hanya karena ia pandai membual?" Inu Yasha tertawa kecil, penuh penghinaan.
"Karena ia pandai mengambil hati wanita!" Nada Kagome meninggi, "Dia tidak sepertimu Inu Yasha, kau selalu saja bersembunyi di balik cangkang sok tangguhmu, entah sampai kapan kau mau terus sembunyi karena aku mulai le-"
Tak tahan dengan pembelaan Kagome atas Kouga, Inu Yasha melakukan sesuatu yang membuat gadis itu dan dirinya sendiri terkejut. Kalimat Kagome terpotong kala mulutnya terbungkam. Bibir Inu Yasha menempel di bibirnya. Kedua lengan hanyou itu mendekap tubuh miko muda itu dan kedua tangannya menangkup kepala Kagome, sedikit menekan, mencegah gadis itu menarik diri. Tapi antisipasi Inu Yasha tak diperlukan karena, selain kaget di beberapa detik pertama, selebihnya Kagome sangat menerima kejutan yang menyenangkan itu.
Mata gadis itu hanya terbelalak sesaat sebelum terpejam dan menikmati saat-saat bibir mereka berbenturan. Hangat dan lembut. Inilah yang selama ini dimimpikan Kagome, ciuman pertamanya, hanya untuk Inu Yasha seorang. Sebuah tanda dari sebuah ikatan yang lebih dari sebatas persahabatan semata. Yah, tentu saja, mereka pernah berciuman ketika ia terjebak di dalam shikon no tama, tapi itu pun bila kecupan yang bertahan selama beberapa detik bisa dikatakan sebuah ciuman.
Kagome butuh lebih dari itu, menjadi kekasih pria yang tengah mendekapnya adalah sebuah impian. Dia, Inu Yasha, bukanlah pria biasa, melainkan seorang hanyou yang memiliki begitu banyak sifat yang bisa dikagumi dibalik topeng tangguh yang ia kenakan, inu hanyou tampan yang menyita sebagian besar hati dan otaknya selama beberapa tahun ini.
Harapan gadis itu terkabul, keberanian sang hanyou timbul. Inu Yasha mulai bergerak, sepenuh hati Kagome mengikuti. Pertautan bibir itu terkesan terburu-buru, kikuk, dan canggung. Di luar semua tanda ketidakpengalaman keduanya, ciuman yang berlangsung lama itu tetaplah manis dan penuh perasaan cinta. Setelah waktu yang terasa seperti selamanya, pada akhirnya pertautan itu terlepas jua. Dengan wajah yang terbakar oleh warna yang sama dengan pakaian Inu Yasha, keduanya saling pandang, tenggelam dalam arus pikiran masing-masing.
Tangan Inu Yasha masih mendekap kuat di masing-masing lengan Kagome. Laki-laki itu termangu sesaat, tidak percaya apa yang telah dilakukannya. Bibirnya masih terasa panas. Kelopak merah muda milik gadis itu selembut sutra. Memiliki seorang pasangan adalah sebuah hal yang mustahil baginya. Siapa yang menghendaki makhluk menyimpang seperti dirinya sebagai seorang suami? Bahkan Kikyo pun bersedia menikahinya hanya bila ia menjadi manusia.
Apa yang telah ia lakukan hingga Kami-sama di atas sana berbaik hati padanya? Dia hanyalah seorang hanyou hina yang tak mempunyai apa-apa selain pedang karatan dan pakaian yang melekat di badan. Bisa merengkuh tubuh Kagome, gadis yang selama ini diidamkannya, gadis yang terlalu baik untuknya, dengan cara seerat tadi adalah sebuah ... sebuah... hal terbaik di tengah kesialan yang dibawa bencana oleh Shikon no tama di hidupnya.
"Inu ... Yasha ... " panggil Kagome dengan lembut.
Kagome meneliti wajah laki-laki yang disayanginya, jarak yang ada di antara mereka cukup dekat namun cukup jauh untuk dapat melihat dengan baik. Ekspresi Inu Yasha saat itu bagai perpaduan antara malu, bila dilihat dari semburat merah muda di pipinya, dan segelintir emosi yang sukar diuraikan dengan kata-kata. Beberapa saat kemudian, kedua sudut bibir pria itu sedikit tertarik ke bawah. Inu Yasha sedikit menunduk.
Pertanda buruk!
Kagome mengenali gestur itu, dan ia takkan membiarkan Inu Yasha kembali ke dalam cangkangnya lagi. Ia harus memberi tahu bahwa tidak ada yang salah dengan apa yang telah terjadi. Sebuah ciuman tidak akan menyakiti siapapun. "Jangan lakukan itu!" Suaranya terdengar memohon.
"Keh!"
"Tidak ada yang perlu dimaafkan ataupun disesali." Kagome memberanikan diri, suaranya tak selantang niatnya kala ia berucap tapi kesungguhan tetaplah terkandung di setiap kata yang terlontar. "Karena aku telah lama menantikannya. A-aku, aku menyayangimu, Inu Yasha."
Kemampuan berkata-kata seakan terenggut dari Inu Yasha, ia hanya bisa terpana sambil menyebut nama gadis yang disayanginya, "Kagome ..."
Perasaan tak terungkapkan berkecamuk di wajah Inu Yasha, safir emasnya melembut, raut mukanya menyiratkan keinginan mendalam. Dari sanalah Kagome tahu apa maksud hati sang hanyou, perasaan yang hendak pria itu ungkapkan. Setelah beberapa lamanya menunggu, kata cinta tak berhasil dilisankan. Absennya sebuah balasan senada atas pernyataan cinta takkan mengurangi rasa bahagia yang membalur hati miko muda itu ketika sedetik kemudian tubuhnya sudah kembali tenggelam ke dalam rengkuhan hangat sahabat yang dicintainya. Lengan kokoh Inu Yasha mendekap erat, dengan penuh rasa sayang. Beberapa kali laki-laki itu menarik napas dalam, menikmati harum yang paling ia sukai di dunia ini. Harum Kagomenya.
Masih sambil memejamkan mata di dalam rangkulan kekasihnya, Kagome melontarkan pernyesalannya, "Inu Yasha, maaf untuk apa yang telah kukatakan tadi."
"Dasar, tadi itu menyenangkan." Karena berakhir dengan sebuah ciuman, dan itu sudah pasti hanyalah awal. Satu sebelum ribuan.
Kagome tertawa kecil sambil menarik diri untuk menatap kekasihnya tepat di mata. "Kau benar."
Dengan seringai khasnya, pria setengah siluman itu berujar dengan nada jenaka, "Seharusnya kau meminta maaf untuk tiga hari terakhir ini."
"Mengapa?"
"Mengapa?" Gema Inu Yasha. "Kau membuatku berpikir aku sudah tak lagi bisa membedakan khayalan dan kenyataan."
Sekerjap mata, Kagome terperangah atas kejujuran Inu Yasha, inu hanyou kesayangannya itu hampir terlepas sepenuhnya dari eksterior tangguh miliknya. Pertanyaannya tak terselesaikan dan menggantung begitu saja, "Jadi, kau ... " pernah mengkhayalkanku?
"Keh." Tidak apa pengelakkan seperti dulu, diamnya Inu Yasha bentuk lain sebuah pengakuan tambahan atas apa yang telah lebih dulu ia lontarkan.
Kagome meneliti raut wajah Inu Yasha, pipi pria itu dinodai oleh semburat yang selaras dengan miliknya. Bila ia mendengar itu di awal petualangan mereka, pasti ia sudah meneriakan ketidaksukaan secara lisan. Tapi tidak sekarang. Usia 18 tahun sudah cukup membuatnya untuk berpikiran secara dewasa. Menjadi bagian dari fantasi dari orang yang dicintainya tak pelak membuat Kagome tersanjung. Tentu saja akan berbeda cerita bila hal semacam itu diutarakan oleh laki-laki selain Inu Yasha.
Berusaha terdengar santai, Kagome menambahkan, "Ternyata bukan Miroku satu-satunya yang mesum di sini, ya 'kan, Inu Yasha?"
"Kalimat itu juga bisa dikatakan untukmu tahu!" sahut pria itu.
Rona merah muda di wajah Kagome pun semakin merebak, kesan serius jauh meninggalkan suaranya ketika bertanya lagi, "Benarkah?"
"Literan darah pasti sudah menyembur dari hidung Miroku bila ia melihat apa yang kau lakukan pada pisang malang itu kemarin malam."
"Tapi tidak untukmu," nada Kagome meledek, tapi itu diartikan lain oleh Inuyasha.
Inu Yasha berpaling 'tuk memandang selain Kagome, sudut bibir pria itu berkerut-kerut oleh senyum yang tertahan.
"Oh, aku sangat yakin Keahlianmu jauh lebih baik dari Miroku dan Kouga. Tapi ... "
Sontak hanyou itu kembali memandang gadis yang disayanginya. "Tapi, apa?"
"Kita harus cari makanan terlebih dahulu." Baru saja Kagome hendak meletakkan salah satu tangannya di atas perutnya yang kempes, disaat itulah kumpulan udara dan gas yang menekan dan bergerak di dalam perutnya menimbulkan suara memalukan.
Serentak, keduanya tertawa kecil.
"Ayo!" Ajak Inu Yasha.
"Setelah itu?" Pancing Kagome.
"Setelah itu ... " Inu Yasha hanya dapat menyeringai lebar.
Laki-laki dan perempuan yang saling mencinta di tengah hutan. Tidak ada lagi tembok penghalang bernama ego. Isi hati telah tersampaikan. Tidak butuh deduksi canggih seorang detektif konsultan terhebat di dunia untuk menyimpulkan apa yang terjadi setelahnya, ya 'kan?
~Fin~
End notes: Cara penulisan Inuyasha yg jadi Inu Yasha? Hehehe, cuma ngikutin beberapa author di Eternal Destiny yg nulis namanya seperti itu. Kalo ada yang belum tau atau udah tau, Eternal Destiny adalah fansite khusus untuk pairing Inuyasha dan Kagome.
I almost forgot to mention, kalo fic Paramour (SessKag) itu dibuat dgn prompt dari judul lagu-lagu Paramore, utk fic ini, prompt-prompt berasal dari judul lagunya Avril Lavigne. Hell yeah, I love her.
I accept criticism in good manners. For all reader, I'd like to say, minna saiko arigatou😊
Revised 01/04/2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top