10. Dalam Diam
Jovan tengah iseng memainkan bola basket. Sesekali ia memasukkan bola itu ke dalam ring. Sementara Ciko dan Alan memilih duduk di bawah pohon yang ada di dekat ring basket. Dua cowok itu hanya mengamati Jovan yang terlihat begitu asyik dengan kegiatannya padahal suasana tengah trik.
Ada beberapa murid perempuan terlihat berkerumun memerhatikan tiga cowok tersebut, terutama Jovan.
Jovan tak ambil peduli ketika teriakkan beberapa murid perempuan terdengar menyebut namanya. Pada kenyataannya ia sama sekali tak mendengarkan seruan mereka. Pikiran cowok itu tengah berkelana pada kejadian dua hari yang lalu sesaat setelah rapat membahas uang yang Aisyah hilangkan.
Setelah Jovan keluar dari ruang OSIS meninggalkan Arya dan Aisyah, cowok itu terlebih dahulu memutuskan ke musala sebentar guna melaksanakan shalat zuhur. Di tengah koridor ia mendengar percakapan dua gadis yang ia kenal sebagai sahabat Aisyah. Sebut saja dirinya menguping, ia tak peduli. Jovan terlanjur merasa penasaran saat nama Aisyah terdebgar tengah di sebut dalam pembicaraan itu, maka ia memutuskan berhenti untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
"Sya, gue kasihan sama Aisyah. Dia pasti bakal terkena fitnah dan bully-an lagi dari anak-anak karena dikira memakai uang katring itu. Apa nggak lebih baik kita beri tahu Kak Arya kalau sebenarnya yang mengambil uang tersebut Tania dan gengnya?" tanya Husna meminta pendapat Marsya. Gadis bermata bulat di depan Husna mengangkat alisnya tak sependapat.
"Udah deh, Na. Nggak usah ikut campur. Lo ‘kan, tahu bagaimana Tania. Lo mau nanti berujung lo yang di-bully satu sekolah kayak Aisyah?" jawab Marsya tak setuju. Husna mengembuskan napas berat dengan jawaban Marsya.
"Lo tahu, Sya. Setiap hari gue nggak bisa tidur nyenyak karena rasa bersalah gue membiarkan Aisyah sendirian. Nggak seharusnya kita begini sama Aisyah. Ini salah, Sya, kita salah jika terus menjauhi Aisyah, karena dia butuh kita. Aku takut, Sya. Aku takut kita akan sama seperti Tania dan gengnya." Mendengar kata-kata Husna, Marsya terlihat diam dan berpikir. Ia menatap gadis bertubuh agak berisi di sampingnya.
"Tapi gue nggak mau hidup tenang gue di sini hancur, Na. Gue nggak mau di-bully. Please lo ja-" Kata-kata Marsya terhenti ketika suara Jovan menginterupsi perdebatan mereka.
"Kalau lo berpikir kayak gitu artinya lo egois. Lo cuman mementingkan diri lo sendiri. Manusia kayak lo yang menurut gue nggak pantas berada di sekitar Aisyah, karena Aisyah terlalu baik. Sifat lo bahkan jauh lebih buruk dari Tania sekalipun. Jika Tania terang-terangan jahat maka lo lebih dari itu. Lo munafik." Mendengar ucapan bernada tegas Jovan, Marsya bangkit dari duduknya dan menatap cowok itu tak suka.
"Kakak bisa bicara segampang itu karena Kakak nggak berada di posisi saya." Setelah mengatakan itu Marsya berniat pergi sebelum suara Jovan kembali terdengar.
"Bukankah Nabi Muhammad pernah bersabda. Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya suka menolong saudaranya (HR. Muslim) setidaknya pikirkan hal baik apa yang pernah Aisyah lakukan buat lo. Dia hanya butuh kekuatan dari kalian, nggak lebih dari itu." Setelah mengatakan ucapan bernada mengingatkan itu, Jovan memilih melangkahkan kakinya meninggalkan Marsya dan Husna dalam kediaman.
Dan tak jauh beda dengan yang ia lakukan pada Husna dan Marsya. Setelah mendengar kebenaran dari dua sahabat Aisyah. Cowok itu menemui Tania diam-diam seusai pulang sekolah.
"Tania!" gadis yang dipanggil begitu girang saat melihat gebetannya tanpa ada angin menemui.
"Kak, Jo. Ad-"
"Ikut gue," ucap Jovan dengan nada memerintah. Tania semakin girang ketika berpikir cowok itu hendak menyatakan cinta.
"Ada apa, Kak?" tanya Tania ketika merek sampai di tempat parkir sekolah.
"Lo jujur sekarang sama gue. Lo ‘kan, yang mengambil uang katring itu dari Aisyah?" Mendengar tuduhan itu Tania terlihat gugup.
"U-uang apa, Kak?" tanya Tania takut-takut. Jovan berdecap kesal mendengar jawaban Tania. Lalu cowok itu memicingkan mata ke arah gadis bermata besar di depannya.
"Ck! Berikan uang itu," ucap jovan tegas. Tatapan mengitimidasi ia arahkan ke pada Tania yang sekarang terlihat pucat.
"Sumpah, Kak. Bukan saya yang mencurinya," jawab Tania berkilah semakin membuat Jovan kesal.
"Okey kalau lo nggak mau mengaku dan kasih uang itu baik-baik. Jangan salahkan gue kalau nanti lo sendiri yang menanggung malunya. Gue rasa kesabaran gue buat mentolelir tindakan lo udah cukup. Kalau lo masih seperti ini gue nggak segan-segan minta orang yayasan buat cabut beasiswa lo." Mendengar penuturan Jovan wajah Tania berubah pias.
Gadis itu benar-benar tak menduga Jovan tahu rahasia terbesarnya. Melihat ekspresi Tania, Jovan menyunggingkan senyum sinis.
"Ka-Kakak kenapa bisa?"
"Lo pikir gue nggak tahu kondisi lo yang sebenarnya? Gue nggak bisa bayangin kalau dua sahabat lo beserta semua orang di sekolah ini tahu gimana keadaan lo." Setelah mengatakan itu Jovan berlalu meninggalkan Tania yang terlihat gusar. Hingga tiba-tiba teriakkan gadis itu terdengar dan menghentikan langkah cowok itu.
"Kak, Aku kasih uangnya! Tapi, Kakak harus janji jangan beri tahu siapa pun soal keadaan aku yang sebenarnya." Jovan memutar tubuh dan tersenyum sinis. Bibir tipisnya menyeringai ke arah Tania. Menghadapi gadis searogan Tania harus sama arogannya. Begitu pikir Jovan.
"Tenang, rahasia lo aman sama gue. Selama lo bersikap baik pada Aisyah dan siapa pun di sekolah ini," jawab Jovan akhirnya.
Lamunan Jovan terhenti begitu saja ketika Ciko merebut bola basket dari tangannya.
"Sial!" seru Jovan kesal.
"Lagian lo melamun terus dari tadi. Mikir apa ‘sih, Si Teroris itu?" Ledekan Ciko dijawab dengkusan oleh Jovan.
Sementara beberapa meter dari lapangan basket, Aisyah terlihat duduk di bangku perpustakaan dekat jendela. Gadis itu memperhatikan Jovan dalam diam. Sesekali ia akan ikut tersenyum saat melihat cowok itu tertawa bersama dua sahabatnya. Andaikan ia memiliki keberanian, ia pun ingin seperti beberapa gadis di dekat sana yang bisa berteriak dengan nyaring menyebutkan nama Jovan. Tapi lagi-lagi rasa malu membuatnya tersadar. Siapa dia ini dan siapa Jovan. Jika kalian pikir Aisyah selama ini cuek maka kalian salah. Aisyah terlalu sering mengamati Jovan dalam diam, bahkan jauh sebelum cowok itu sering menolongnya. Jauh sebelum cowok itu bersedia mendekatinya hanya sekedar untuk bicara singkat.
Cowok yang ia kagumi dari pertama kali Aisyah masuk ke sekolah ini. Cowok cuek yang irit bicara itu selalu membuat Aisyah kagum. Dari prestasinya yang sering membawa tim basket memenangkan beberapa pertandingan, hingga suara merdu Jovan yang terdengar ketika mengumandangkan Azan di musala sekolah.
Belum lagi Jovan hampir tak pernah absen untuk salat tepat waktu termasuk duha. Itu yang membuat Aisyah semakin kagum. Semua terasa sempurna dan pas untuk Jovan.
Dan lagi-lagi pertolongan cowok itu hari ini telah menyelamatkannya dari rasa malu karena fitnah Tania. Ia teringat kembali kejadian saat ia dan Arya baru keluar dari ruang BP.
"Kak Arya, terima kasih ya sudah membantu aku tentang masalah uang itu. Berkat Kakak nama baik aku bisa pulih." ucapan Aisyah tulus. Arya tersenyum mendengarnya.
"Kamu salah jika berpikir aku yang bantu kamu." Mendengar kata-kata Arya Aisyah terlihat bingung.
"Jadi, sebenarnya aku tahu kalau Tania yang ambil uang kamu dari Jovan. Pagi-pagi buta dia sudah datang ke kelas aku untuk meminta tolong lapor ke BP, karena Tania yang mencuri uang katring kamu. Dia bahkan minta aku bilang sama Pak Arman agar membuat nama baik kamu pulih." Mendengar jawaban Arya, Aisyah terdiam.
Hingga cowok berkacamata itu pamit pergi dari hadapannya pun, gadis itu hanya menjawab dengan anggukan.
Aisyah ingin menghampiri Jovan. Tapi, ia takut. Takut semua orang akan menatapnya sinis dan menganggap ia tak tahu malu. Maka Aisyah memutuskan akan menemui Jovan diam-dam saja seusai sekolah.
*****
Hai hai Assalamualaikum pembacaa, ada yang menunggu Aisyah Up? Gimana dengan part ini? Berikan vote dan komentar ya. Selamat hari raya idul adha.
Salam sayang dari aku :*:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top