BAB 16 Tertampar Karena Sebuah Ucapan.
"Lelaki mana yang tidak ingin menikah dalam waktu dekat, apalagi dirinya sudah mapan. Namun yang saya inginkan pernikahan didasarkan oleh rasa cinta karena Allah, bukan karena paras ataupun kekayaan. Percuma memiliki wajah rupawan, kekayaan berlimpah karena itu semua titipan-Nya."
~ Wildan Ramadhaniel
Sesampainya diparkiran kantor Azzura langsung melepaskan safety belt dan mengambil tas selempangnya. Tangannya langsung meraih tissu yang ada di dashboard mobil, ia merapihkan kembali penampilannya agar terlihat perfect. Sudahlah lagi pula hari ini moodnya sedang tidak baik karena ulah sepupunya itu, bagaimana tidak ia harus drama sebelum berangkat ke kantor. Pandangannya terfukos pada parkiran, ia mengingat kejadian yang terjadi dikediaman Orlem.
"Loh, kenapa malah dimasukkan kembali ketempat semula Kak?" tanya Azzura.
"Sebelumnya terimakasih karena sudah memilihkan pakaian yang pantas untuk Kakakmu ini pakai, tapi setidaknya biarkan Kakak menjadi diri sendiri. Dalam artian tidak perlu memakai pakaian yang mahal untuk dilihat tampan oleh orang lain, percuma saja mereka melihat tapi mendapatkan dosa karena zina mata. Lebih baik seperti ini yang sangat simple, lagian hanya mengantarkan kamu bukan dinner dengan wanita pujaan hati," tuturnya.
Betul juga yang disampaikan oleh sepupunya itu, tapi setidaknya terimakasih atau pakai salah satunya. Lah ini malah tidak sama sekali, sekaligus ia harus mendapatkan ceramah gratis dari sepupunya itu. Dari pada dirinya terus mendapatkan qultum pagi hari, Azzura langsung membalikkan badannya dan meninggalkan kamar sepupunya itu.
Wildan yang melihat Azzura melamun langsung menjahilinya dengan membunyikan klakson mobil, dengan muka yang jengkel Zura langsung mencubit pinggang sepupunya itu. Tidak perduli jika dirinya songgong atau apapun, yang terpenting dalam benaknya saat ini adalah membalas kejahilannya.
Tanpa mengucapkan salam Azzura langsung keluar dari mobil dengan wajah cemberut, disisi lain Adzkiya baru saja turun dari motor Adnan. Mulai hari ini lelaki itu akan menyempatkan diri untuk mengantar jemput pujaannya, lalu Adnan mencoba membantu untuk membuka helm yang dipakai oleh Adzkiya. Wildan yang melihat pergerakan keduanya dari dalam mobil langsung keluar begitu saja saat melihat Adnan yang mengusap pipi cubby wanita di hadapannya.
"Ekhem, engga baik kalian berduaan tanpa adanya sebuah ikatan. Apalagi kalau tidak ada mahram diantara kalian, apalagi dibulan ramadhan ini bukannya menambah amal baik malah amal buruk yang kalian lakukan. Dan untuk kamu Adnan bukannya hari ini ada perubahan jam kerja?" tanya Wildan dengan menatap kearah Adnan.
"Eh ada Pak Wildan, lagian saya hanya mengantarkan calon istri saya saja. Dan untuk masalah jam kerja, ini baru mau berangkat ke café, bapak sendiri ngapain ada disini?"
"Saya mengantar sepupu, lagian kalian belum ada ikatan halal. Alangkah baiknya jika kemana-mana dengan mahram, jangan jadikan calon istrimu itu seperti wanita murahan," ucapnya tanpa memperdulikan tatapan Adzkiya yang membulat.
Baru saja Adzkiya ingin mengangkat tangannya, namun ditahan oleh Adnan. Sementara Wildan sudah meninggalkan kedua orang tersebut, Adnan menatap wajah Adzkiya lalu menggelengkan kepalanya, "Jangan berdebat dengan Pak Wildan, ucapannya ada betulnya. Kalau begitu Kakak berangkat kerja dulu, kamu semangat ya! Jangan lupa untuk kasih kabar kalau udah jam pulang," ucapnya dengan senyuman.
Adzkiya hanya bisa mengangguk dan melambaikan tangan ketika melihat motor lelaki kesayangannya meninggalkan parkiran kantor, ketika dirinya akan memutar badan ia mendengar teriakan Azzura menggema sambil berlari kearahnya. Astagfirullah, untung saja masih pagi dan jarak antara parkiran dan ruangan lumayan jauh. Kalau tidak ia akan malu saat memasuki ruangan, ketika Azzura sudah sampai di depan dengan cekatan Adzkiya memberikan jitakan pada kepalanya.
Bukannya merasa kesakitan, Azzura malah terkikik. "Cie... yang datang pagi-pagi, tumben biasanya jam setengah delapan kurang lima baru akan datang heheheh. Eh, itu pipinya kenapa merah merona gitu?" tanya Azzura dengan wajah kekepoannya.
"Diam anak kecil, ayo masuk ruangan sebelum Bu Santi dan Pak Helmansyah datang." Adzkiya menarik tangan Azzura untuk memasuki ruangan, sesampainya di depan kubikel. Adzkiya mengelap meja kerjanya dan mencari file yang akan dikerjakan pagi hari ini. Sebelum memulai bekerja, ia menyempatkan diri untuk membaca doa terlebih dahulu.
****
Tepat pukul setengah lima sore Adzkiya dan Azzura bubar kerja, keduanya melangkahkan kaki ke parkiran. Ia melihat arlojinya beberapa kali, sudah hampir tiga puluh menit sejak dirinya mengabarkan bahwa sudah memasuki jam pulang. Namun kekasihnya itu belum sama sekali menunjukkan batang hidungnya, Azzura tersenyum ketika melihat mobil Wildan memasuki parkiran. Ia memiliki ide cemerlang ketika melihat sepupunya itu, Azzura langsung berlari kearah mobil lalu mengetuk kaca kemudi mobil.
"Kak Wil, ayo turun dulu," perintahnya sambil tersenyum.
Wildan membuka safety belt lalu menurunkan jendela kaca mobil, kacamatanya masih setia di hidung mancungnya. "Kenapa tidak langsung masuk ke mobil saja!" ketusnya.
"Huh, dasar engga peka banget sih. Liat tuh Kak Adzkiya masih menunggu jemputan pacarnya, bagaimana kalau kita sekalian aja mengantarnya pulang."
Wildan memikir ide sepupunya itu, senyuman terbit di bibirnya. Ia langsung mengambil earphone lalu menghubungi staff kepercayaannya, setelah berbincang kurang lebih lima menit Wildan langsung memutuskan panggilan. Azzura berlari kearah Adzkiya dan keduanya berjalan kearah mobil milik Wildan, sebenarnya Adzkiya sangat canggung ketika harus berhadapan dengan manusia cuek dan dingin seperti lelaki dihadapannya saat ini.
"Masuklah, akan saya antarkan pulang dengan selamat. Lagi pula barusan saya sudah menelpon staff menanyakan kenapa kekasihmu belum menjemput, ternyata di caffe sedang banyaknya pengunjung jadi mereka harus lembur beberapa jam," titahnya.
"Oh iya Pak, terimakasih sebelumnya. Sebetulnya saya bisa memesan ojek online untuk bisa pulang kerumah, kalau kalian ingin pulang duluan silahkan saja," ucapnya.
"Zura sangat tidak setuju jika Kak Kiya pulang naik ojek online, lihatlah awan sudah mendung. Jika pulang naik motor kejebak hujan itu akan membuat diri kakak sendiri basah kuyup, lagi pulang apa salahnya menerima tawaran baik dari Kak Wildan." Tanpa menunggu persetujuan Adzkiya, gadis itu langsung membuka pintu mobil dan menarik tangan Adzkiya untuk memasuki mobil.
Dengan tidak enak hati, Adzkiya menyetujui permintaan Azzura dan sepupunya. Sepanjang perjalanan, Adzkiya hanya melihat lalu lalang jalan raya. Hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh lima menit, mobil Wildan sudah sampai di depan rumah mewah Adzkiya. Jika kalian tanya kenapa dirinya bisa sampai tau lokasi rumah Adzkiya, dengan modal google maps dan juga sepupunya itu. Akhirnya mereka sampai, ternyata benar yang dikatakan Azzura jika hujan akan turun.
Mereka bertiga turun dari mobil, Adzkiya mengajak keduanya untuk mampir. Azzura melihat kesekeliling rumah Adzkiya yang menurutnya sangat asri, namun matanya membola ketika melihat mobil sport yang sangat ia kenal. Senyumnya langsung mengembang bahagia, Wildan yang melihat perubahan raut wajah sepupunya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bahkan lelaki itu tidak sadar jika mobil yang sangat familiar ada dihadapannya saat ini, ketika langkah kakinya memasuki pintu rumah Adzkiya ia mendengar gelak tawa seseorang yang sangat tidak asing.
"Assalammualaikum," ucap ketiganya setelah tiba di depan pintu.
"Waalaikumussalam, eh ada tamu. Ayo silahkan masuk," ajak Nissa pada ketiganya. Saat Adzkiya ingin memasuki ruang tamu mengikuti sahabatnya, tangan kanannya dicekal oleh Nissa.
"De, tumben kamu pulang tidak dijemput Adnan. Bukannya tadi kamu berangkat bareng sama dia ya?"
"Sepertinya dia lupa waktu bekerja sampai tidak bisa dihubungi," lirihnya.
"Sutt, jangan curigaan ih. Engga baik, positif thinking dulu ya siapa tau kalau ponsel dia tidak ada kuota atau lowbet bisa jadi. Oh iya, Abi lagi sama rekan bisnisnya siapa ya tadi namanya Mba lupa," ucapnya dengan kekehan.
"Iya Mba, yasudah Kiya mau masuk kamar dulu ya. Tapi mau ketemu sama Abi dulu, permisi." Setelah berpamitan dengan Mba Nissa, Adzkiya berjalan menuju ruang tamu dimana tempat semua orang kini tengah berkumpul.
Tatapan gadis itu menunduk sambil menenteng tas kerjanya, tiba-tiba suara Abi menggema diruang tamu untuk menyuruh dirinya duduk dibangku yang kosong. Rasa gatal ditubuhnya bahkan rasa penat di otaknya langsung hilang seketika ketika melihat Azzura dan sepupunya sangat akrab dengan rekan bisnis Abi, Adzkiya berjalan menghampiri Ummi Daliya yang duduk disebelah Abi.
Sementara Azzura yang duduk disamping Wildan terkikih, otaknya memikirkan cara bagaimana mencairkan suasana. "Oh iya Om Edgar, bukankah Oma pernah cerita ke Zura kalai Kak Wildan pernah untuk kalian jodohkan ya. Kalau boleh tau siapa wanita sempurna yang akan menjadi pendamping hidup Kak Wildan?" tanya Azzura melirik kearah Wildan dan Adzkiya.
"Tepat sekali, putra semata wayang Om datang kesini. Padahal tidak janjian loh, dan untuk kamu Wildan. Ko bisa kenal sama putri Om Harrist tapi tidak memberitahu pada Papah?"
"Saya mengenalnya sudah dari sebulan yang lalu, itu juga tanpa disengaja saat menjemput Azzura. Lagian kami tidak terlalu dekat apalagi kenal seperti yang kalian pikirkan, dan untuk perihal kenapa bisa tau alamat putri Om Harrist dengan bermodal maps."
"Oh iya benar, sekarang cukup kita sebutkan alamat lengkap saja google maps bisa membawa kita pada tujuan yang kita tuju. Lalu apakah google maps bisa membawa kita ke jenjang pernikahan, eh maksud Abi apakah kalian tidak ingin kenal lebih dekat lagi siapa tau berjodoh iya kan Ummi," elak Abi Harrist.
Ummi hanya bisa tersenyum, sedangkan Adzkiya hanya bisa memainkan kuku jarinya. Wildan yang tidak sengaja melihat pergerakan Adzkiya langsung membuka suara, "mohon maaf sebelumnya Om Harrist, bukannya saya menolak akan yang Om ucap barusan. Saya bisa saja melamar Adzkiya untuk saya saat ini juga, tapi sebenarnya putri Om bukanlah type saya. Lelaki mana yang tidak ingin menikah dalam waktu dekat, apalagi dirinya sudah mapan. Namun yang saya inginkan pernikahan didasarkan oleh rasa cinta karena Allah, bukan karena paras ataupun kekayaan. Percuma memiliki wajah rupawan, kekayaan berlimpah karena itu semua titipan-Nya."
"Masyaallah, Kak Wildan pemikirannya luar biasa. Om Edgar bisa carikan calon suami yang sepertinya boleh," pinta Azzura dengan puppy eyes.
Semua orang tertawa mendengarkan permintaan konyol Azzura, sedangkan Adzkiya hanya tersenyum tipis. Dirinya merasa sangat bersalah karena tidak mencari tahu ataupun berkenalan dulu dengan putra Om Edgar, jujur saja ia sangat tertohok karena ucapan Wildan. Bukan karena ditolak, nasi sudah menjadi bubur Adzkiya harus menerima semua jalan hidupnya bersama pilihan hatinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top