#6. Lepas dari Amaranggana

maaf ya late update, yang belum cek visualisasi WBM silahkan cek di highlight @zura_tzu ❤

"Sejak dulu, kehadiranku memang tidak penting untuk orang tuaku." | Sally Abaigeal Amaranggana.

"SALLY ABAIGEAL AMARANGGANA!" Sella berteriak marah, bagaimana bisa dia tidak marah melihat putrinya pulang dengan wajah penuh luka lebam?

Matanya melotot seakan ingin tumpah dari tempatnya, wajahnya memerah karena marah, "Madam Kian! Urus anak ini! Aku sudah pusing mengaturnya!"

"Baik, Nyonya." Madam Kian membalas, segera maju dan memegang lengan kanan Sally. Sayang, Sally bukan lagi gadis kecil sekolah menengah pertama. Dia sudah tumbuh menjadi gadis tinggi berkekuatan layaknya pria, bukan lagi sosok lemah yang hanya mampu menerima hukuman dan menangis di gudang.

"Lepas," ujar Sally. Suaranya penuh penekanan dan kasar.

"Maaf, Nona. Nyonya bilang- argh!" Madam Kian tersentak oleh hempasan tangan Sally, gadis itu maju dan memanggil ibunya yang menaiki tangga. Wanita itu tidak berbalik mendengar suara ribut maupun pekikan Madam Kian.

"Mama."

"Apa?" Jawabnya ketus. Sella berbalik menatap Sally, berhenti di anak tangga terakhir.

Sally menatap tepat ke arah mata Sella, mata lebar yang indah mirip dengan dirinya, "Jangan atur hidup Sally lagi, Sally udah capek nurutin semua keinginan Mama dan Papa."

"Kalau begitu, pergi dari rumahku. Kamu menumpang di rumahku, tapi sama sekali tidak memberikan manfaat untukku. Apa gunanya diriku menampung putri tidak berbakti?" Kini bukan Sella yang bersuara, tapi Arjuna.

Sedari dulu dia hanya diam, percaya jika Sella bisa mengurus dan mendisiplinkan putri semata wayang. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Sally semakin tidak terkendali. Arjuna juga menyesal telah membiarkan Sally mengikuti les taekwondo. Putrinya sudah merencanakan untuk membangkang, dan menyiapkan keahlian bela diri untuk melindungi diri sendiri.

Wajah Sally memperlihatkan ekspresi skeptis, ditujukan untuk Tuan Besar Amaranggana, "Oke, Sally pergi dari rumah ini. Mulai sekarang, aku bukan bagian dari Amaranggana."

Arjuna bersedekap dada, tidak merasa terganggu sama sekali dengan ucapan Sally. Dia berkata santai, "Kembalikan semua kartu yang Papa kasih, dan jangan bawa barang-barang berharga dari rumah ini."

Sally menghentikan langkah, mata dinginnya menyapu dua manusia yang paling dia benci, "Tidak akan pernah, dan aku tidak butuh."

Akhirnya dia mengambil langkah panjang menuju kamarnya, mengambil baju biasa serta alat tulis. Membawa kartu kredit berisi tabungannya sendiri, tidak lupa meraih kunci motor hasil dari kerja kerasnya.

Sebelum pergi, dia mengambil kotak kado kecil di atas meja rias. Lalu menuruni tangga, dia melihat Sella dan Arjuna masih berdiri di anak tangga. Menatap dirinya seperti menatap sampah, berharap Sally bisa pergi dari rumah Amaranggana secepatnya.

Madam Kian menatap Sally, anak perempuan yang sudah dia rawat sejak kecil. Melihatnya tumbuh hingga sebesar ini, dia masih ingat ketika Sally berbicara untuk pertama kalinya, memanggil dirinya. Selalu bergelayut di kakinya menunjukan gigi susu setengah tumbuh, tersenyum lugu khas bayi.

Sekarang Sally sudah besar, tidak lagi membutuhkan dirinya.

Sally berhenti di depan Madam Kian, membuat Madam Kian mendongak karena tubuhnya hanya sebahu Sally, "Nona." Kedua matanya memerah, Madam Kian yang dia kenal tidak memiliki emosi, seperti robot berjalan penurut.

Sally merasa bersalah telah menyakiti Madam Kian tadi, dia memberikan kotak kado kecil ke tangan Madam Kian, "Madam, terima kasih telah merawat Sally. Maaf Sally tadi menyakiti Madam. Jaga diri Madam baik-baik, Sally akan selalu ada untuk Madam jika butuh sesuatu." Tak lupa ia meraih tangan kanan Madam Kian, mencium punggung tangannya, berujar, "Selamat ulang tahun, Madam. Sally sayang Madam Kian."

Air mata meluruh dari mata sipit Madam Kian, ini kali pertama bagi dirinya tidak bisa menahan emosi dan melupakan ke profesionalannya.

Sella menatap kado kecil di tangan Madam Kian, tentu saja dia merasa cemburu. Selama dia ulang tahun, Sally tidak pernah memberikan dia hadiah. Putrinya hanya akan membawakan kue dan berkata, "Mama, tabungan Sally belum cukup buat beliin Mama perhiasan paling cantik. Jadi Sally ngasih kue sama do'a ya, Sally sayang sama Mama."

"Ada apa dengan dirimu? Apa kau merasa iri dengan Madam Kian?" Arjuna bertanya, menatap istrinya malas.

Sella menggeleng, "Mengapa aku harus iri? Itu hanya hadiah tidak berguna, aku bisa membeli semua yang aku mau lebih dari isi kado kecil tidak berarti seperti itu."

"Bagus, itu baru istriku." Ia merangkul pundak Sella, membawanya ke dalam kamar. Tidak berfikir terlalu pusing mengenai putri mereka, setelah ini, tidak ada Sally putri dari Amaranggana.

Sella dan Arjuna masih belum terlalu tua, mereka masih bisa memiliki keturunan selain Sally. Meski rencana awal, Sella dan Arjuna hanya ingin mempunyai satu anak.

Memiliki banyak anak sangat merepotkan, belum lagi jika masalah pemutusan warisan. Pasti akan ada pertikaian tidak menyenangkan, memusingkan kepala mereka saja.

Madam Kian masuk ke dalam kamarnya. Duduk di tepi ranjang, menatap kado mungil di tangannya penuh haru. Pertama kalinya dia mendapatkan kado ulang tahun selain dari ibunya.

Dulu ketika dia memasuki rumah ini, usianya masih 18 tahun.

Datang dari desa ke kota untuk mencari biaya makan dan minum, hidup sebatang kara membuat dia merasa kesepian di desa. Hingga akhirnya dia di terima dan di latih menjadi Madam di keluarga Amaranggana. Merubah diri menjadi mesin penurut, tidak memperlihatkan emosi apapun.

Waktu Sally lahir, hatinya merasa nyaman. Merawat Sally seperti putrinya sendiri, mencurahkan kasih sayang dalam diam. Sosok Sally bagaikan putri di hati Kian.

Keadaan hidup menjadi putri Amaranggana sangat menekan Sally, membuat anak itu menjadi sosok yang sekarang ini. Sally telah meninggalkan keluarga, pergi dan tidak akan kembali.

Madam Kian menyentuh liontin berbentuk cinta. Kala dia membuka liontin tersebut, ia bisa melihat fotonya dan foto Sally di sisi yang berbeda. Anak itu memfoto dirinya diam-diam saat sedang bekerja.

Jarinya menjepit kertas kecil di dalam kotak, meraihnya dan membaca isinya, "Madam Kian, selamat ulang tahun ke-37 tahun. Jangan lupa tersenyum dan hilangkan sifat kaku Madam. Sally sayang dengan Madam Kian. Terima kasih telah menjadi Ibu bagi Sally selain Mama dan Mama Vira."

Di belakang kertas terdapat nomer telefon baru Sally, Madam Kian segera mengambil ponsel dan menelfon Sally. Nafasnya tersendat-sendat akibat menangis, terlalu lama menahan emosi membuat semua emosinya kali ini keluar tanpa mampu dia kontrol.

Telefon tidak tersambung. Mungkin Sally sedang berada di jalan. Madam Kian bangkit dan belari menuju halaman belakang, dia harus menemukan Veen. Madam Kian juga sudah tau hubungan Veen serta Sally tidak seperti dulu lagi, tapi hatinya yakin, Veen masih memiliki sisa kasih sayang untuk Nona Mudanya.

"Assalamu'alaikum, aden Veen! Aden Veen!" Madam Kian mengetuk pintu tidak sabaran, menimbulkan kebisingan di malam hari sunyi.

Pintu besar terbuka, Veen berdiri memakai baju piyama. Siap untuk tidur dan bangun pagi untuk sekolah esok, alisnya terangkat sebelah. Madam Kian tidak seperti biasanya.

"Ada apa?" Tanya Veen acuh.

Madam Kian menangis, memeluk kalung liontin di dadanya, "Nona Muda, Nona Muda telah pergi dari rumah. Dia meninggalkan rumah dan Tuan Arjuna justru mendorong Nona Muda untuk benar-benar pergi dari rumah."

Ekspresi Veen berubah jelek, "Kemana dia pergi?"

Menggeleng keras, Madam Kian menjawab, "Tidak tahu, dia pergi begitu saja. Nomor telefonnya tidak bisa di hubungi."

"Madam pulang saja, aku akan mencari Sally."

"Baik, terima kasih. Tolong temukan Nona Muda, dia pasti ketakutan sendirian."

***

"Lo baik-baik aja?"

Sally mengangguk. Tatapan matanya kosong manatap kedepan. Bukankah takdir memang begitu adanya, menekan seseorang hingga tidak berdaya? Itulah yang di alami Sally sekarang.

Pretty Savage memiliki nama asli Aranaya Radipta. Biasa di panggil Nanay.

Setelah kejadian Veen mengantar boneka mini milik Sally, gadis itu sudah bertekad untuk berubah. Mengikuti les taekwondo dan bekerja sebagai model. Tentu saja model dari agensi lain, bukan di Amara Fashion.

Setidaknya dia memiliki tabungan sendiri, berjaga-jaga ketika dia benar-benar di usir dari keluarga.

Dan dia berhasil sukses dalam karier. Sally juga telah lepas dari keluarganya. Tidak lagi menjadi bagian dari Amaranggana. Hidupnya juga akan bahagia, tidak memiliki kekurangan sama sekali.

"Nangis aja kalo mau nangis, gue nggak akan ngejek lo." Nanay duduk di samping Sally, memakan buah apel kesukaannya. "Gue masih kurang percaya liat lo yang sekarang, kaget bisa-bisanya anak semanis Sally jadi urak-urakan kayak begini."

"Keadaan yang menekan," balasnya acuh. Tidak ingin membahas apapun untuk saat ini. Nanay juga paham, dia ijin pergi untuk kumpul dengan teman-teman cowoknya di tongkrongan.

Sally tidak tau sudah berapa menit duduk diam disini, menangis tanpa suara ditemani malam sepi.

"Lo disini." Suara bass menginterupsi. Memecah kesunyian malam hari.

Sally mendongak, mata merah sendunya berubah tajam melihat mantan sahabatnya, "Mau apa lo ke sini?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top