04. About Horror Movie
Because our happiness has been planned
Cause you love me
And i love you
―BTS (Jimin) – Serendipity
***
Pada dasarnya, manusia memang hanya bisa merencanakan tanpa tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Tanpa tahu bahwa barangkali saja semua yang ia khayalkan hanya menjadi angan-angan yang menyakitkan. Mereka bukan Tuhan. Ada sebuah hal-hal yang tidak bisa diprediksi dan itu semua di luar kuasa manusia. Sebuah bukti bahwa kita hanyalah makhluk yang memiliki sebuah kapasitas dan mau tidak mau kita harus menerima fakta itu.
Menjadi suami dari seseorang yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri tentunya bukan masuk ke dalam daftar yang akan dilakukan Min Yoongi selama ia hidup. Well―tentu saja menikah termasuk ke dalam salah satu list yang akan ia lakukan. Bermain dengan anak-anak yang lucu di depan televisi selagi menunggu istri cantiknya memasak makan malam. Hal manis tersebut tentunya tidak akan dilewatkan. Belum lagi obrolannya dengan Jung Hoseok dulu perkara sedapnya malam pertama yang sesekali keduanya candakan.
Namun―ya, sekali lagi ini bukan perkara Yoongi yang tidak rela melepas status lajangnya diganti dengan sebuah cincin yang kini melingkar di jari manisnya. Cincin yang sama seperti yang wanitanya itu kenakan. Wanita yang kini bergelung di balik selimut tengah membelakanginya dengan mata yang masih terpejam erat seolah enggan menerima kehadiran mentari yang kini cahayanya mulai memasuki kamar mereka.
Mengerang seraya menghilangkan pusing yang sempat mampir, pun mengembalikan kesadarannya perlahan. Yoongi pada akhirnya berhasil bangun dari tidurnya. Dengan rambut masih tak beraturan juga pakaian yang kusut. Lelaki itu bangkit guna mencuci wajah dan menyikat giginya. Setelah itu―sedikit ragu―tangannya terulur. Memberikan tepukan ringan pada Areun bersama dengan sebuah usapan lembut di kepala gadisnya. Menyingkirkan rambut panjang yang menutupi wajah cantik Areun dengan lembut.
Areun yang merasa tidurnya terganggu lantas mengerjap. Mengeliat dengan sebuah erangan halus seolah enggan keluar dari zona nyamannya. Pun manakala netranya menatap wajah Yoongi yang tengah mematri senyum, gadis itu menghela napas perlahan.
"Hei," sapa Yoongi lembut, "ayo bangun. Sudah pagi."
Areun mengangguk. Mengucek matanya dan mengangguk. Setelah itu berkata dengan suara seraknya, "Kak Yoongi tunggu saja di bawah. Aku akan menyiapkan sarapan." Areun lekas bangkit dari tidurnya. Duduk sejenak guna mengumpulkan nyawa.
Yoongi tertawa kecil. Matanya menangkap koyo yang dipasang sang istri semalam. Terlihat jelas dari balik piyama merah mudanya di sekitar tengkuk leher dan bahunya. Pun saat wanita itu menyingkap selimut, dengan piyama bercelana pendeknya, Yoongi bisa menangkap koyo lain yang ditempelkan di paha serta betisnya.
Astaga, dia kelelahan sekali rupanya.
"Tidak usah terburu begitu. Biar aku saja yang menyiapkan sarapan. Kau lebih baik mandi dan membersihkan diri."
Dengan mata yang sudah berhasil terbuka, Areun menatap Yoongi terheran, "Lho, kenapa? Tidak apa-apa. Lagian ini memang tugasku, kan? Kak Yoongi juga kelihatannya belum mandi. Ini dingin sekali, malas mandi pagi-pagi," rajuknya dengan bibir yang mengerucut.
Yoongi kembali tersenyum, Areun-nya masih sama seperti dulu. Sama-sama menggemaskan, "Siapa suruh tidak menggunakan pakaian hangat tadi malam. Sudah tahu cuacanya dingin begini."
Areun menampilkan cengirannya, dengan badan yang bergerak ke kiri dan ke kanan, "Tidak kenapa-kenapa, sih. Hanya saja, dengan selimut itu sudah cukup hangat. Di tambah ..." sengaja menggantungkan ucapannya, Areun tersenyum saat menemukan sorot penasaran Yoongi, "pelukannya Kak Yoongi juga tidak kalah hangat."
Mendengar Areun yang tiba-tiba menggodanya tentu membuat Yoongi tidak bisa berkutik. Mendadak pipinya memanas, merasa pengecut karena telah kalah dengan istrinya sendiri. Bahkan belum selesai sampai sana, Areun mendadak beringsut mendekat. Melingkarkan tangannya di pinggang Yoongi dengan kepala yang bergelayut manja di dadanya.
"Sejak dulu, pelukan Kak Yoongi selalu nyaman. Badan Kak Yoongi tidak besar, jadi enak dipeluk. Hehehe." Yoongi menunduk, membalas tatapan Areun yang tengah mendongak dan menyengir tak bersalah padanya. Ia tampak tidak peduli dengan detakan jantung Yoongi yang mendadak berdetak cepat sampai-sampai membuat pria itu berdeham dan mengalihkan pandang untuk melepas kegugupan.
"Iya, iya. Aku yang akan memasak sarapan, kau tidak perlu merayuku begini, Reun. Lagipula, aku tidak mungkin membiarkanmu banyak bekerja setelah melihat koyo-koyo itu. Kau itu baru dua puluh lima, tapi kelihatannya seperti lima puluh dua."
Areun spontan melepas pelukannya dari Yoongi. Mendadak tidak terima usianya dijelek-jelekkan begitu. Apa dibilang? Lima puluh dua? Yang benar saja. Sontak wanita itu menatap sinis tak percaya.
"Enak saja. Masih daun muda begini dibilang lima puluh dua. Ini karena lelah, Kak Yoongi. Lagipula, Kak Yoongi juga sejak semalam tidak berhenti mengorok, tuh."
"A-apa?"
"Apa?" Areun menantang dengan dagu terangkat tinggi, "semalam Kak Yoongi mengorok. Keras sekali! Ngrok, ngrok― begitu bunyinya. Belum lagi gigi Kak Yoongi yang tidak berhenti berbunyi."
Hendak melayangkan protes untuk menyangkal. Pada akhirnya Yoongi seolah kehilangan alasannya. Menyadari bahwa tentu saja dia tidak akan sadar apapun yang ia lakukan setelah ia tertidur pulas seperti orang mati.
"Baiklah, maaf aku mengganggu tidurmu," sahutnya mengalah.
Areun tersenyum puas, mendadak rasa-rasanya bincang pagi ini sudah berjalan cukup lama, "Ya sudahlah, kalau Kak Yoongi tidak masalah. Aku mau minum―"
"Cokelat hangat," potong Yoongi cepat. Seulas senyum ia lemparkan pada sang istri, bersamaan dengan ujung hidung Areun yang ditarik lembut, "Masih sama seperti dulu, kan?"
Mengabaikan sejenak reaksi tubuh yang barangkali cukup berlebihan, lantaran Areun teramat sadar bahwa dirinya yang mendadak salah tingkah saat melihat senyum manis Yoongi serta tatapan matanya yang tulus padanya. Rona samar mungkin saja terlihat sehingga Areun lekas melepas pandang disertai dua anggukan pelan setelah itu.
"Iya, masih sama," jawabnya.
Lantas Yoongi mengangguk. Setelah menepuk paha satu kali dan bangkit dari duduknya. Ia menyempatkan diri untuk mengusap puncak kepala Areun dan mendaratkan sebuah kecupan lembut di sana, "Sudah sana bersihkan diri dulu. Nanti ku tunggu di bawah."
Areun masih stagnan. Seolah enggan untuk beranjak sampai tubuh Yoongi tertelan pintu dan suara derap kakinya melangkah menuju dapur terdengar samar. Di sisi lain, tangannya cepat-cepat berada di dada. Mengecek irama jantungnya yang mendadak dua kali lipat lebih cepat dari biasanya.
Menyadari satu hal, bahwa ini pertama kalinya ia berinteraksi sedikit lebih intim dari dulu-dulu.
Bersamaan dengan tubuhnya yang beranjak. Menyalakan keran di westafel sembari melihat kondisi tubuhnya yang sedikit kacau. Kantung mata yang nampak jelas pun ekspresi lelah di sana. Areun menghembuskan napas berat bersamaan mengikat rambutnya asal-asalan.
Satu tangannya meraih sebuah kalung yang senantiasa menghiasi leher Areun selama bertahun-tahun. Pelan gadis itu membuka liontin hati yang menampilkan dua foto kecil di dalam sana. Menatap sendu foto tersebut dengan perasaan yang sedikit gusar. Areun menarik satu sudut bibir dengan sebuah gumaman yang sedikit menyayat hati.
"Jungkook, apa aku bisa mencintai kakakmu sama seperti aku mencintaimu dulu?"
***
Suara ketel yang terdengar melengking memenuhi dapur saat air yang direbus Yoongi tersebut mendidih sempurna. Bersamaan dengan itu, dua roti panggang keluar membuat Yoongi tersenyum puas. Menyadari bahwa semuanya selesai di waktu yang tepat. Cepat-cepat lelaki tersebut mengambil sebuah kain tebal, membawa ketel berisi air panas untuk menyeduhkan kopi dan cokelat panas milik sang istri. Pun setelah itu, ia segera mengoleskan selai cokelat ke empat roti panggang yang telah dibuatnya.
Waktu yang cocok karena di roti panggang terakhir, suara pintu kamar terbuka. Areun terlihat melangkah dengan wajah yang lebih segar pun hoodie berwarna merah muda tebal yang dikenakannya sebelum mengambil tempat di sisi meja makan.
"Pagi," sapanya hangat.
"Pagi juga, Reun," balas Yoongi tak kalah hangat. Maniknya menyipit seiring dengan seulas senyum yang sejak tadi tidak lepas setiap kali menatap sang istri.
Satu cangkir berisi cokelat hangat ia sondorkan dengan satu piring yang ia letakkan di antara mereka berisi empat roti panggang dengan selai cokelat yang sangat menggoda.
"Wah, romantis sekali Kak Yoongi pagi-pagi sudah begini. Aku tersentuh, lho."
Yoongi mendecih malu-malu. Menyeruput kopinya berakhir dengan gumaman puas akan nikmat kopi yang ia seruput, "Begini saja kau bilang romantis. Bagaimana jika aku bersikap romantis betulan?"
"Wah, bisa-bisa pingsan kalau begitu," sahut Areun menanggapi ledekan suaminya.
Yoongi tertawa kecil dengan Areun yang juga melakukan hal yang sama. Ia menyempatkan diri untuk menarik satu tisu dan menghapus noda cokelat di sudut bibir Areun.
"Terimakasih, Kak Yoongi," ucap Areun tulus dengan mata bulatnya yang mengerjap.
Menggemaskan. Yoongi berujar dalam hati. Detik setelahnya, ia mengangguk sebagai wujud dari kata 'sama-sama'.
"Hari ini mau melakukan apa, Reun?" tanya Yoongi. Punggungnya bersandar di kursi dengan kaki yang menyilang dan secangkir kopi di kaitan jemarinya.
Areun tampak berpikir sejenak, roti panggang miliknya mengudara di antara capitan jemarinya. Sepersekian detik setelahnya, gedikan bahu ia lempar pada Yoongi, "Entah. Memangnya ada ide? Musim dingin begini enaknya tetap diam di rumah. Kalau mau jalan-jalan nanti kedinginan."
"Kau tidak suka memang jalan-jalan saat musim dingin?"
"Bukan tidak suka, tapi malas saja pakai baju tebal-tebal. Terus tetap saja dinginnya terasa sampai badan."
"Bukannya kau punya penghangat otomatis ya, Reun?" Yoongi bertanya setengah menggoda.
"Eh?" Areun mengernyit bingung, "Maksudnya?"
"Seseorang bilang tadi pagi bahwa aku sudah cukup hangat sehingga dia tidak perlu melapisi pakaiannya lebih tebal hanya karena pelukanku."
"Kak Yoongi!" Areun serta merta menghentikan kunyahannya. Menyerukan nama Yoongi yang mengundang tawa renyah lelaki tersebut. Sebuah tawa yang entah kenapa membawa Areun kepada kenangan bertahun-tahun yang lalu. Yoongi bersandar dengan satu tangan yang tersimpan di depan perutnya. Bahu naik-turun dengan tawa yang masih ia lembarkan pada istrinya tersebut. Puas sekali menertawakan Areun yang tengah malu dengan pipi memerah tersebut.
"Kenapa Kak Yoongi tiba-tiba seperti ini?"
Yoongi yang telah menetralisir tawanya tersebut menatap bingung, "Kenapa apanya?"
"Begini, sok-sok romantis. Dulu perasaan Kak Yoongi tidak seperti ini."
Karena aku sudah berjanji pada Jungkook akan menjagamu dengan baik. Dan memperlakukanmu dengan tak kalah baik.
Berdeham untuk meredakan canggung sembari menyeruput kopi, Yoongi mengedikkan bahu, "Dulu kan kau adikku. Sekarang statusnya sudah beda. Lagipula, mau diperlakukan seperti dulu?"
Ingatan Areun tentunya langsung membawanya ke beberapa tahun silam. Tidak buruk sebenarnya menjadi adik Min Yoongi. Dia cukup menikmatinya. Tentu saja sekalipun pria tersebut dulunya cukup dingin dan sulit sekali didekati, tapi sikap Yoongi yang diam-diam manis tersebut membuat Areun cukup betah untuk bersamanya.
"Dulu Kak Yoongi tidak se-cuek itu, kok," ucap Areun meraih cangkir cokelat hangatnya untuk diseruput, "buktinya setiap aku cerita, Kakak selalu mendengarkan itu dengan baik."
"Sepertinya ... hanya Kak Yoongi saja yang benar-benar mengerti Areun."
Yoongi cepat-cepat menggelengkan kepalanya saat sebuah ingatan tersebut kembali datang, lelaki tersebut agaknya enggan membahas lebih lanjut terkait yang lalu. Jadi, setelah piring berisi roti mereka sudah tandas, pria tersebut bangkit untuk menaruhnya di tempat cuci piring. Mengabaikan tatapan Areun yang masih penasaran terhadapnya.
"Itu menghormati namanya, Reun. Siapapun pasti akan kesal jika mereka cerita tapi tidak ada yang mendengarkan," kilah Yoongi. Kembali menuju tempat duduknya untuk lanjut menikmati kopi, "Ya sudah, hari ini mau jalan-jalan kemana? Atau mau diam saja di rumah?" tanya Yoongi lekas mengganti topik.
Areun yang tidak tampak curiga pun hanya mengedikkan bahunya, "Di rumah saja. Lelah jika harus keluar. Stok makanan juga masih ada. Besok saja kita pergi belanja, bagaimana?"
Yoongi mengangguk, "Kita bisa menonton tayangan series seperti biasa. Genre tontonanmu masih sama seperti dulu, kan?"
"Iya, masih sama seperti Kak Yoongi. Selagi itu bukan horror tidak masalah kan, Kak?" gadis itu menaik turunkan alisnya, mengundang kekehan Yoongi dan dua anggukan ia dapat sebagai balasannya.
"Iya, karena si pecinta horor sudah tidak lagi membuat keributan bersama kita, Reun."
Sebuah kalimat yang diangkat Yoongi. Sialnya membawa sebersit perasaan luka yang kembali hadir di dalam diri Areun. Mendadak ingatan perihal ia, Yoongi, dan Jungkook yang dulunya seringkali meributkan tontonan yang bisa mereka habiskan bersama terulang. Jungkook yang seringkali merasa tidak adil lantaran genre favoritnya adalah tontonan yang diabaikan oleh yang lainnya.
Namun, Areun mematri senyum. Seolah mencoba memberitahukan pada Yoongi bahwa ia baik-baik saja dengan topik sensitif yang diangkat suaminya tersebut. Mengingat perjanjian yang mereka buat sebelum menikah, Areun memaksa tetap memertahankan sunggingan senyum tersebut dengan kepala yang terangguk pelan.
"Iya, sekarang lebih damai dan kita bisa menonton lebih leluasa, Kak."
Jung, kami memang merasa damai tanpa ada kau di sini. Tapi jika saja kau masih ada dengan seruan protes seperti dulu, barangkali itu akan jauh lebih baik.[]
Haloo, sebelum pergi ke chapter selanjutnya, jangan lupa untuk tekan tombol bintang dan tinggalkan komentarnya yaa :)
vibes-nya Yoongi pagi-pagi baru bangun. Hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top