25|| Nabila ☀
"Aku sadar, seharusnya ini sudah berakhir."
-Zhafira Renata-
☀☀☀
Fira menelusuri lorong menuju kelas dengan santai. Di sampingnya ada Mario yang terus diam memperhatikan setiap langkah kakinya. Fira menggelengkan kepalanya saat pikiran untuk menjauhi Mario kembali hadir di kepalanya.
'Jangan sekarang, selesaikan semuanya, setelah itu berhenti,'
Fira menoleh ke kanan, menatap tubuh jangkung Mario. "Lo duluan aja, gue mau ke toilet sebentar," ucap Fira.
Mario mengangguk lalu membalas tatapan Fira. "Hati-hati," ucapnya lalu melangkah berbeda arah dengan Fira.
Fira bernapas lega saat punggung Mario mulai meninggalkannya. Fira memasuki toilet di lantai satu, tapi langkahnya terhenti saat ada yang menahan pergelangan tangannya.
"Gue mau ngomong sebentar sama lo," ucap gadis yang terlihat lebih muda dari Fira.
Fira mengernyit lalu menghempaskan tangan yang menyentuh lengannya. Lalu kembali kembali melangkah masuk ke toilet wanita.
"Gue Nabila Ilavinia," ucap gadis tersebut memperkenalkan namanya.
Nama itu, nama yang sangat tidak asing di telinga Fira. Fira berhenti di ambang pintu lalu menoleh ke belakang.
"Gue Nabila Ilavinia, mantan Mario," ucapnya lagi.
Fira mengulas senyum tipis. "Enggak nanya," jawabnya lalu kembali memutar kepalanya dan benar-benar masuk ke dalam toilet.
Fira berdiri di belakang pintu, menunduk menatap kedua sepatunya. Tatapannya kosong, namun tangannya bergerak membuka jaket yang melingkar di pinggulnya, dan memutar rok-nya menjadi ke posisi semula.
Fira menatap jaket abu-abu di tangan kanannya, tanpa terasa air mata luruh membasahi pipi Fira. Fira terisak dalam diam.
Perasaan aneh, seperti perasaan tidak terima muncul di hati kecil Fira. Fira tidak sanggup menahan semua terlalu lama, ia ingin menyelesaikan semuanya. Tapi bukan berarti harus ada dia.
"Tenang Fir, gue enggak akan maksa Mario untuk balik sama gue. Tapi, gue akan berusaha membuat hati dia kembali menjadi milik gue," ucap suara yang tadi sempat menyapa Fira di luar.
Nabila ada di kamar mandi wanita dan berdiri di depan bilik yang Fira tempati. Fira menghapus air matanya, lalu memeluk erat jaket Mario. Fira memutar knop pintu dan berusaha menampilkan wajah datarnya kepada Nabila.
"Silahkan," ucap Fira.
Nabila mengangguk lalu tersenyum. "Harusnya lu sadar, tidak ada laki-laki yang serius mencintai wanita sampai lebih dari satu tahun," ucap Nabila.
"Dan, harusnya lo sadar, lo itu pelariannya dia," sambung Nabila.
Fira mengabaikan ucapan Nabila, ia memilih keluar dari toilet wanita. Fira kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Fira terkejut saat menemui Mario berdiri di ujung tangga.
Fira menoleh ke belakang, tepat ke arah pandang Mario. Nabila berdiri di sana, di depan kamar mandi wanita dengan senyum manis nan polos.
"Ketemu sama dia?" tanya Mario kepada Fira.
Fira diam lalu menaiki anak tangga.
"Dia ngomong apa aja?" tanya Mario lagi.
Fira terus diam mengabaikan Mario. Ia ingin segera sampai kelas setelah 30 menit menghilang, tidak mengikuti pelajaran Mandarin.
Mario mencekal pergelangan tangan Fira, sehingga Fira terhuyung ke belakang, beruntung ia mampu menahan tubuhnya.
"Dia ngomong apa?!" suara Mario lebih tegas dari sebelumnya, seolah benar-benar membutuhkan jawaban.
Fira menatap mata Mario dalam-dalam, ia menemukan gurat kekhawatiran di sana. "Khawatir?"
Mario melepas cekalannya di tangan Fira. "Sedikit," jawab Mario.
Fira mengulas senyum tipis. Hatinya merasakan desiran aneh. Ya, tidak ada laki-laki yang menyayangi wanita terlalu lama, selain kasih sayang seorang ayah kepada anaknya.
"Dia, Nabila?" tanya Fira dengan suara hampir tidak terdengar.
"Iyaa,"
"Mantan?"
Mario membuka matanya lebar. "Bukan!" sarkasnya.
Fira tersenyum. "Pernah sayang?"
"Apa sih, Fir? Kok jadi bahas dia?"
Fira terkekeh lalu kembali menaiki anak tangga. "Tadi nanya dia ngomong apa, giliran gue ngomongin dia, malah apa sih. Aneh kadang, haha," Fira tertawa hambar.
Mario mengacak rambut dengan kedua tangannya. "Gue nanya bukannya dijawab, malah ikut ngasih pertanyaan. Siapa yang aneh? Dia 'lah," ucapnya lalu mengikuti langkah Fira.
☀☀☀
Fira tidak fokus dengan guru yang sedang memberikan materi. Pikiran Fira kalut memikirkan Nabila. Setelah kembali dari UKS, Fira lebih banyak diam.
Fira mengernyit bingung saat Emily menyenggol lengannya. "Nanti pulang sekolah lo latihan basket?"
Fira mengangguk.
"Nabila masuk basket," ucap Emily.
Fira mengangguk lagi. "Iya, tadi Zahra udah bilang,"
"Oke, cukup sudah pelajaran hari ini," ucap Bu Mina. "Selamat sore,"
"Sore buu..."
Fira melihat jam dinding saat Bu Mina sudah keluar kelas. Bu Mina memang salah satu guru yang memiliki tipikal cuek. Jarang bertegur sapa dengan murid, tapi beliau sangat menghargai murid yang rela ke ruangannya hanya untuk belajar.
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga kurang lima belas menit. Fira mulai mengemasi buku-buku di atas meja. Lalu mengeluarkan baju basketnya.
Fira menoleh ke arah Zahra, Keyzia, dan beberapa temannya yang memang mengikuti extrakurikuler basket.
Mario dari tempat duduknya diam memperhatikan setiap pergerakan Fira. Mario merasa ada yang aneh dari Fira. Terutama setelah Fira bertemu dengan Nabila.
"Gue mau ngumpul sama anak OSIS, Fir, nanti," ucap Emily.
"Pulang bareng, ya?"
Emily mengangguk. "Iya, gue juga males pulang sendiri. Jalan dari sekolah ke pertigaan 'kan lumayan, belum lagi nunggu angkotnya lama,"
Fira terkekeh. "Ya sabar lah, namanya juga angkot, udah pasti lama,"
"Oiya, lo balik jam berapa?"
"Sekitar jam setengah lima sih, kayak biasanya,"
"Yaudah nanti jam empat gue turun ke bawah deh," jawab Emily.
"Yaudah, gue ganti baju dulu, Em," ucap Fira lalu bangkit berdiri.
Empat temannya sudah menunggu Fira di depan pintu. Mereka hendak mengganti pakaian.
"Jadi, Nabila beneran masuk basket?" tanya Dika menatap Mario.
Mario mengangguk.
Andre memutar tubuhnya menghadap Mario. "Mar, jangan bilang lo masih sayang dia juga?!"
Mario mengangkat bahunya. "Gue seneng dia ternyata masih mau belajar basket," ucapnya.
Dika memukul lengan Mario dengan buku tulis Mario. "Konsisten! Fira atau Nabila?"
Mario terkekeh. Nyatanya walaupun ia sangat menyayangi Fira, ia juga merasa senang Nabila kini hadir lagi.
Mario bangkit dari duduknya. "Ayo, ganti baju!" ucap Mario lalu melangkah meninggalkan temannya.
"Dik, gue titip Fira, ya," ucap Andre menepuk bahu Dika dua kali lalu menyusul Mario.
Dika tersenyum tipis. Perasaan Dika tidak enak, ia yakin Fira dan Mario akan kembali berjauhan. Tapi, izinkan Fira menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu, sebelum akhirnya berhenti.
"Status bukan yang paling utama, yang terpenting sekarang tidak ada lagi kesalahpahaman," gumam Dika.
☀☀☀
Mario mengajarkan Nabila teknik dribble yang baik. Banyak yang menatap iri Nabila, terutama para siswi kelas sepuluh. Mario dan Nabila berlatih di bagian lapangan yang berbeda dengan tim basket.
"Usaha 'kan bola memantul dengan tinggi yang sama, langkahnya perhatikan," ucap Mario layaknya pelatih.
Gilang menghampiri Fira yang duduk di pinggir lapangan. "Jadi, sekarang enggak ada lagi, Mafir yang selalu adu mulut?"
Fira terkejut mendengar pertanyaan Gilang. Hati Fira berdesir mendengar pertanyaan Gilang. Fira takut, sekarang, Mario yang akan menjauhinya.
"Kemarin gue sempat lihat kalian akur, terus kenapa sekarang diam-diaman lagi? Ada masalah?"
Fira menggeleng. "Enggak ada apa-apa, Kak."
Gilang meraih tangan Fira yang berada di atas paha Fira. "Kalau mau cerita, Kakak siap dengar kok," Gilang tersenyum manis.
Fira mengangguk. "Iya, Kak." Fira memundurkan tangannya agar terlepas dari tangan Gilang.
Fira menoleh ke arah lapangan. Anggota tim basket sedang berpencar duduk di tepi lapangan, untuk beristirahat sejenak. Sedangkan, Mario dan Nabila masih terlihat asik dengan bola basket.
"Itu pacarnya Mario?"
Jika Fira sedang meminum air, sudah dapat dipastikan ia akan tersedak. "Enggak tahu, Kak," jawab Fira.
Gilang berdiri lalu menepuk bahu Fira. "Jujur, gue kangen sama ributnya kalian,"
Fira menunduk, tiba-tiba ia juga merindukan saat Mario meminta waktu untuk memberikan penjelasan sedangkan Fira kekeuh enggan untuk mendengarkan. Ah, semua semakin sulit.
Fira berdiri lalu menghampiri Mario yang berdiri dengan sorot mata yang terfokus dengan Nabila.
"Jadi pelatih pribadi?" tanya Fira pelan berdiri di samping Mario.
"Bisa jadi,"
"Enggak ada niat, melatih anak cowok?"
Mario menggeleng. "Biar, Aldo yang nge-handle mereka,"
Fira merasakan sesak di dadanya. Namun, masih berusaha ia tahan.
"Lu nge-handle, Nabila?" tebak Fira.
Mario mengangguk. "Iya, dia masuk karena mau belajar,"
'Mereka semua juga ingin belajar, Mar,'
Hati Fira teriris secara perlahan, bahkan Fira merasa diacuhkan oleh Mario. Bagaimana bisa Mario berubah dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
"Hm, 'kan ada gue sama Zahra, yang bisa ajarin dia," ucap Fira parau.
Mario menggeleng. "Gue lebih percaya kalau gue yang ngelatih dia," ucap Mario.
'Senyum, Fira,'
Fira harus menyudahi percakapan ini. Sebelum hatinya semakin teriris. Mario-nya telah berubah.
"Oke, btw, makasih ya, teh hangatnya," Fira berusaha tersenyum walaupun ia tahu Mario tidak melihatnya.
Mario terlalu fokus melihat Nabila yang sedang berlatih di sana.
'Sabar, sabar,'
"Mar?"
"Ya?" jawab Mario, tanpa menoeh sedikitpun.
Fira tersenyum lagi. "Kalau ada waktu, gue mau dengerin penjelasan lu," ucap Fira.
Mario melirik Fira sebentar lalu kembali fokus ke Nabila. "Iya," jawab Mario singkat.
Senyum Fira, senyum.
"Oke, makasih,"
"Sama-sama,"
Fira melangkah mundur, lalu berbalik dan berlari meninggalkan lapangan yang masih ramai. Dika diam-diam mengikuti langkah Fira. Dika dapat melihat bahu Fira bergetar.
Dika berlari mengejar Fira, Fira menaiki anak tangga dengan sangat terburu. Dika mendadak cemas, hatinya nyeri melihat Mario mengabaikan Fira. Dunia mereka sudah terbalik.
Fira berhenti di depan pintu rooftop sekolah, sudah sangat lama ia tidak membuka pintu ini. Dan, untuk sekarang, Fira kembali menginjakkan kakinya disini.
Bangku, meja, dan beberapa perlengkapan sekolah yang telah usang terlihat memenuhi bagian pojok. Fira melangkah lebih dalam. Menatap langit biru yang cerah dengan hati yang sesak.
Kaki Fira melemas tak mampu menopang berat tubuhnya. Dika ingin berlari menahan tubuh Fira, namun ia memilih diam di kusen pintu melihat seberapa kiat Fira menahan semuanya.
Fira tidak peduli debu, akan menempel di celana bahkan kakinya. "Sakit," lirih Fira.
Fira memukul-mukul dadanya, berharap rasa sakit itu menghilang. Namun, ia semakin sesak. Air mata luruh membasahi pipinya.
"Sakit, Mar," lirih Fira masih dengan derasnya air mata.
Dika merasa sesak melihat Fira kembali rapuh, sudah sangat lama ia tidak melihat Fira begitu terluka. Dika hanya mendengar, tidak melihat. Tapi sekarang, Fira menangis tersedu-sedu, tubuhnya bergetar tepat di depannya.
"Fir," gumam Dika pelan seraya menghampiri Fira.
Fira menunduk masih dengan bahu bergetar. "Sakit, Dik," suara Fira bergetar.
Dika mempercepat langkahnya kemudian duduk sila di samping Fira. Tangannya terulur menarik kepala Fira agar bersandar ke bahunya. Berharap ini mampu mengurangi beban Fira.
Fira semakin menangis di bahu Dika. Tangannya mengepal kuat. "Dika, sakit ... Dik," lirih Fira.
"Sabar, Fira,"
"Dia, berubah Dika, dia berubah," raung Fira prustasi.
Dika mengusap bahu Fira naik-turun. "Mario, enggak berubah, Fira,"
Fira semakin terisak, bibirnya bergetar tapi ia harus mengatakan sesuatu. "Tadi, dia baik banget sama gue, Dik. Di--dia, nemenin gue di UKS, dia beliin gue teh hangat, dia peduli sama gue, Dik," ucap Fira dengan bibir bergetar.
Dika menyandarkan pipinya di atas puncak kepala Fira. "Nangis sepuasnya, Fir. Buat hati lo lega,"
Tangan Fira bergerak memukul dada bidang Dika. "DIA JAHAT, DIK!!!"
Bugh. Bugh. Bugh.
Tangan Fira terus memukul dada Dika, menyalurkan seluruh kesakitan yang menyeruak di dalam hati.
Dika merengkuh tubuh Fira, berharap itu bisa menenangkan Fira. Dan perlahan tangan Fira turun.
"Gue disini, Fir, sebagai sahabat lu,"
☀☀☀
Ada yang kangen mereka gak nih?
25 November 2017
10 Februari 2018
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top