chapter 11

"Ace?"

Peri itu tetap diam tak menjawab. Ia terbang mendekat, yang reflek membuatku ikut terbang menjauh. Entah kenapa, perasaanku tidak enak.

Kini aku yakin seratus persen, dia bukan Ace. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Rambut cokelatnya tertiup angin hingga memperlihatkan sebagian wajahnya. Matanya berwarna merah, dan saat ia memperlihatkan sayapnya, aku tahu, itu bukan warna sayap yang biasa. Warnanya hitam dan tidak ada warna kombinasi lainnya.

Baju yang ia gunakan juga asing.

Siapa dia?

Tak kusangka, peri itu mengeluarkan sebilah pedang dan melesat ke arahku. Aku panik dan berusaha terbang menjauhinya. Aku memang bisa menghindarinya, tapi pergerakannya itu terlalu cepat.

Terpaksa, aku melanggar peraturan nomor satu yang dilarang oleh Ace. Ini demi perlindungan diriku, jadi aku merapalkan mantra dan seketika itu pula tebasan yang seharusnya mengenaiku tidak bisa menembus sihir pelindung buatanku, membuatnya terpental ke belakang.

Aku tidak menyia-nyiakan kesempatanku untuk kabur, tapi di saat aku sedang mencoba untuk kabur darinya, ia mengaktifkan sebuah sihir yang bahkan aku tidak tahu apa mantranya. Ia mengurungku, dan kami berdua berada di arena yang sama.

Apa ini sejenis arena duel?

Dan apa dia tidak salah, mencari lawan duel selemah diriku?

Bukan, bukan itu maksudnya, ia ingin membunuhku, mungkin.

Aku berusaha menghindari serangannya dan memutuskan untuk tidak menyerang. Kalau aku ikut terpancing menyerangnya, bisa jadi aku kalah duluan karena aliran mana dalam diriku belum pulih sepenuhnya. Aku merutuki diriku sendiri. Sial, lagi-lagi aku akan berurusan dengan Ace.

Apa yang akan dia lakukan nanti? Memarahiku? Selama ini aku belum pernah melihatnya marah. Jadi kuanggap marahnya Ace adalah hal terburuk diantara hal buruk lainnya.
Peri itu kembali menyerangku, tapi kali ini ia turut menggunakan sihir. Sial lagi untukku. Bukan hanya aku yang bisa menggunakan sihir di sini, tapi lawanku juga.

Dan sepertinya, dia lebih mahir menggunakan sihir daripada aku. Ia mengeluarkan sihir api secara beruntun yang kuhindari dengan cara terbang cepat di sela-sela celahnya. Sayapku sempat terkena sedikit serangan, tapi aku tetap harus memutar otakku agar aku tidak berakhir mati dan terbangun di dunia nyata. Aku tidak ingin hal itu terjadi, karena dengan hidup di dunia ini, aku merasa lebih bahagia.

Peri itu terus menyerangku secara brutal. Aku bingung, apa ia tidak kehabisan Mana?

Sial sekali, kalau begini caranya, aku juga tidak bisa bertahan lama.
Serangan-serangannya itu berhasil mengenaiku walau aku sudah mengaktifkan sihir pelindung beberapa kali. Pusing kembali melandaku, membuatku semakin panik dalam menghadapi situasi seperti ini.

Aku memfokuskan pikiranku dan menciptakan pusaran angin yang berhasil menbinasakan bola-bola api yang ia lempar padaku. Yang membuatku heran, hingga saat ini kami sama sekali belum membuka mulut. Hanya saling menyerang tanpa tahu apa tujuan masing-masing. Mungkin dia tahu apa tujuanku mengeluarkan sihir, tapi aku tidak tahu apa tujuannya.

"Apa tujuanmu kemari?" tanyaku berusaha terlihat normal, karena pandanganku sidah mulai berkunang kali ini.

Ia tidak menjawab, tapi malah menyeringai, kalau aku tidak salah lihat. Tiba-tiba saja, sebuah ledakan terjadi di sekitar arena duel hingga sihir pembatasnya pecah. Aku jatuh dan tersungkur diantara hamparan bunga karena efek ledakan tersebut.

Apa ini kawanan lainnya?

Sial, kalau lawanku bertambah, bisa saja aku jadi semburan debu jika mereka berdua menyerangku sekaligus. Belum lagi kalau mereka memiliki combo menyatukan kedua kekuatan mereka seperti apa gang dilakukan tokoh fiksi dalam film.

Mau jadi apa aku?

Katak yang terbelah tubuhnya?

"Kau bandel sekali ya Nata. Bukankah sudah kubilang untuk selalu berhati-hati dan mengikuti perintah Ace?"
Seruan penuh kekesalan itu menbuatku tersenyum walau keadaanku sungguh bertolak belakang dari kata sehat.

Kali ini aku merasa senang karena ada yang menolongku, terlebih lagi peri penolongku kali ini bukanlah Ace.

"Dengar ya, aku ingin kau melarikan diri dari sini dan mencari bantuan. Siapa saja, pokoknya dia bisa membantuku menghabisi peri Dark Land ini."

Aku melongo tak percaya. Jadi aku korban penyerangan diam-diam?

Tapi segera kutepiskan pikiran-pikiran lain yang mulai bermunculan. Aku harus mempergunakan kesempatan kabur ini dengan baik.

"Tahan sebentar lagi ya Regis. Aku akan mencarikan bantuan!" seruku membalas perkataannya dan berusaha terbang secepat yang kubisa.

Aku terbang menuju pemukiman. Meski berulang kali menubruk sesuatu karena pandanganku mulai bermasalah, aku tetap berusaha untuk terus sadar dan menyampaikan bahwa Regis membutuhkan bantuan. Aku sudah memutuskan rumah iapa yang kutuju kali ini.

Setelah sampai, buru-buru aku mengetuk pintu dan menyerukan namanya. Sang pemilik rumah pun membuka pintu dengan wajah keheranan. Aku memohon padanya sambil menangis. Mungkin terlihat sangat mengherankan dan membuatku bertanya-tanya saat menyaksikan reaksi peri tersebut yang tidak biasa. Matanya terbelalak kaget saat melihat kondisiku dan segera membawaku ke dalam rumahnya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain terus memohon dan menghapus air mata yang turun tanpa diminta.

"Kenapa kau bisa seperti ini?!" tanyanya dengan nada tinggi.

Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri untuk berkata bahwa aku tidak takut melihatnya seperti ini. Ia tidak pernah marah, tapi sesuai perkiraanku, dia pasti akan marah kalau melihatku seperti ini.

"Natasha. Maaf, aku tanya sekali lagi, siapa yang membuatmu seperti ini?"

Aku menatapnya dengan mata berair. "Maaf Ace. Aku minta maaf karena melanggar peraturanmu. Aku menyesal, tapi kumohon tolong aku. Saat ini Regis sedang melawannya demi menyelamatkanku. Agar aku juga bisa mencari bantuan. Aku tidak tahu mau meminta bantuan pada siapa, karena kau sudah berulang kali menolongku. Aku min--"

"Di mana lokasinya?" potongnya yang menbuatku menghela napas lega.

"Di Heaven Garden."

"Kau tunggu di sini sebentar, ini ramuan penetral aliran mana dan yang ini, oleskan di tubuhmu yang terluka agar lukanya menutup. Kau paham?"

Aku mengangguk cepat lalu menerima dua ramuan yang ia sodorkan di hadapanku. Dalam sekejap, Ace menghilang dari hadapanku. Aku tidak tahu, apa ia akan memarahiku setelah kembali ke sini nanti. Dengan pasrah, aku mengoleskan ramuan berwarna hijau di tubuhku yang mengalami luka. Awalnya terasa perih dan panas, tapi dengan ajaibnya, luka itu menutup perlahan dan menghilangkan bekas lukanya.

Selanjutnya, aku menghirup ramuan penetral aliran mana seperti apa yang biasa ia berikan padaku. Efeknya tidak terlalu terasa, tapi cukup untuk membuat pusing dan pandangan berkunangku hilang.

Aku penasaran, apa yang membuat anak itu bisa berbuat sejauh ini?

Setelah menyaksikan ini semua, memang benar apa yang dikatakan oleh peri-peri lainnya. Ace memang peri yang kuat meski dia berasal dari dunia manusia, sama sepertiku. Dan kenapa juga dia harus menolongku jika ia tahu aku terus melanggar perintah dan membencinya?

Sepertinya aku memang tak pantas membencinya dan terus menerus menganggapnya sebagai orang yang mengesalkan. Ia begitu baik, hingga aku tidak tahu bagian mana yang kurang darinya. Lagi-lagi seperti ini. Kenapa aku jadi korban penyerangan?

Bukankah penyerangan seharusnya sudah berhenti?

************************************
Published : 14 September 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top