17. Get Away (2)


Jisoo geleng-geleng kepala lihat kelakuan Hwasa yang mendadak “sok genit” tiap ketemu cowok kenalannya di kampus. Semenjak menjomblo dia jadi lebih sering jalan sama cowok. Seharian jalan sama cowok A, besok lagi sama cowok B. Gara-gara patah hati diselingkuhin, dia pengen balas dendam dengan membuktikan ke mantan pacarnya itu bahwa mati satu tumbuh seribu dengan cara lebih berani. Alias kalau mantan bisa gitu, dia juga bisa.

“Kencan satu cowok dulu aja, Sa. Kalau gak cocok baru cari yang lain. Jangan hari ini sama si A besok sama B, terus besok lagi sama si C. Lo gak masalah apa dipandangan jelek orang?”

“Halah, peduli setan. Suka-suka gue mau kencan sama berapa orang,” responnya acuh tak acuh.

Sekali lagi kepalanya menggeleng takjub. Dari dulu temannya ini memang suka blak-blakan, acuh tak acuh, dan enggak suka diatur-atur.

“Lagi pula, gak semua cowok itu bakalan gue jadiin pacar. Anggap aja gue lagi seleksi mereka buat jadi pasangan masa depan gue. Gini-gini juga gue masih cap, cip, cup, Jis. Lo kira gue bakalan kayak cowok lo itu sekali lihat cewek cantik langsung pacarin? Ya enggaklah! Gila.”

Ucapannya barusan membungkam mulut Jisoo. Cukup speechless mendengarnya. Benar kalau Hwasa blak-blakan ngomongnya. Namun, kali ini dia kurang suka dengan sisinya satu ini. Kurang setuju pula dengan pernyataannya barusan.

Seburuk-buruknya reputasi Taeyong, dia tetaplah pasangannya. Jisoo tidak mencoba menutup mata dari fakta kekasihnya. Dia hanya tidak suka jika Taeyong terus disangkutpautkan dengan hal-hal jelek. Terlepas dari masa lalunya, seenggaknya cobalah untuk lebih menghargai upaya laki-laki itu yang mau berubah.

Orang lebih suka membicarakan kejelekkan seseorang dibanding kebaikannya. Dan mereka pun lebih suka tutup mata. Mata mereka baru terbuka lebar jika berhubungan sama kejelekkan seseorang.

“Kayaknya gue perlu belajar dari cowok lo deh, Jis. Cara jadi bajingan. Hahaha. Siapa tahu reputasi gue di masa depan bakalan lebih gede dari cowok lo itu.” Hwasa terbahak-bahak mengejek seseorang. Enggan memerhatikan wajah murung sang teman yang terluka olehnya. “Eh! Lupa gue kalau cowok lo dulu gak macarin cewek-cewek yang dideketin. Mereka cuma dijadiin korban ghosting doang. Habis pakai terus dibuang. Bener-benar bajingan. Untung cowok lo ganteng, ya!”

Jisoo meringis semakin kurang nyaman duduk didekat Hwasa. Rasanya cewek ini bukan lagi sosok Hwasa yang dia kenal. Rasanya Hwasa telah hilang semenjak putus dari Yuta.

“Tapi gue lebih heran lagi. Kok lo mau-maunya sama dia?” tanyanya sambil menoleh padanya. Menatapnya dengan mata penuh ingin tahu. “Bukan maksud apa-apa, ya, Jis. Lo ngerti kan, cowok lo itu buaya sefakultas ekonomi. Mantan bajingan profesional. Mustahil dong, dia deketin banyak cewek tapi gak pernah gitu ... yah, lo pahamlah maksud gue apa. Lo sama dia—lupain aja. Lagian itu privasi lo.”

Jisoo mengepalkan kedua tangannya. Menahan diri tidak marah atau celakanya dia sampai main tangan menampar mulut terkutuk Hwasa yang kali ini bukan lagi blak-blakan. Lantas dia berdiri tak tahan lagi bersamanya. Telinganya terus panas mendengar kata-katanya.

Hwasa mendongak heran. “Mau ke mana lo?”

“Pulang.”

“Seriusan sekarang?” Hwasa berdecak. “Gak asyik banget. Padahal, lo udah janji mau nemenin gue ketemuan sama anak teknik.”

Dia hanya tersenyum singkat. Hwasa yang masih menggerutu tetap dia abaikan.

“Takut Taeyong tahu lo ketemu cowok lain selain dia? Ck, ck, ck.” Decakan lidahnya terasa menyebalkan. “Jangan bucin-bucin amat, Jis. Ntar kena getahnya kayak gue. Kapok lo!”

“Sa!”

“Gak nakut-nakutin. Cuma minta tolong sama lo jangan terlalu bucin dan jangan percaya banget sama Taeyong. Dia mantan buaya. Selama buaya tetaplah buaya. Hati-hati.”

Jisoo spontan pergi tanpa repot-repot berpamitan. Meninggalkan Hwasa di bangku taman kampus sendirian bersama mulut terkutuknya itu, yang suatu saat bisa mencelakainya sendiri. Dia pergi dengan perasaan dongkol luar biasa. Jengkel terhadap setiap orang yang merasa sok paling mengerti hubungannya bersama Taeyong. Seolah dia tidak memahami apa-apa.

Kesoktahuan mereka seringkali meninggalkan bekas luka bernama sakit hati. Penyakit inilah yang sering membuat Jisoo mendadak suka meneteskan air mata. Walau dia terlalu lembek, tapi inilah yang membuktikan bahwa perasaannya ke Taeyong benar-benar tulus. Bukan karena alasan yang dibuat-buat orang yang suka menebak alasan dia mau pacaran sama Taeyong.

Jisoo berteduh di bawah pohon rindang di tepi jalan. Menghapus butiran air mata sembari menenangkan diri agar tak terlalu dipengaruhi perkataan Hwasa. Jisoo juga enggan dianggap aneh orang yang berlalu lalang di jalan karena terlihat lagi menangis.

Tangannya merogoh ponsel dari dalam tas. Jari-jarinya mulai mengetik dengan gerakan tercepatnya. Mengirimkan satu pesan baru ke satu-satunya kontak yang chatnya dia sematkan.

Jisoo
Kangen :(
Bisa jemput skrg gak?

Padahal, belum lama ini mereka pisah. Taeyong yang ke kampus cuma demi mengantarkan Jisoo di hari liburnya buat ketemuan sama Hwasa. Hanya 20 menit pisah sementara, lalu tiba-tiba sudah minta dijemput.

Taeyong yang satu itu lagi bareng sama tongkrongannya di depan fakultas hukum, langsung cabut begitu dapat chat dari Jisoo. Buru-buru menjemput sang kekasih. Saking senang dapat chat “kangen”, dia langsung ngebut di jalanan kampus. Lupa seketika kalau di area kampus mahasiswa dan mahasiswi yang membawa kendaraan pribadi dilarang mengebut.

Beruntung dia tiba tujuan tanpa masalah. Taeyong menyunggingkan lebar senyumannya begitu Jisoo masuk dan duduk. Perlahan senyum di bibirnya meluruh kala menjumpai raut muram sang gadis.

“Ngakunya kangen. Kok muram gitu?” tegurnya ikutan jadi muram.

Jisoo mendesah panjang. Yang justru bikin Taeyong semakin muram. Mengira sesuatu hal buruk akan terjadi padanya. Seperti tempo hari di mana seharian itu Jisoo memusuhi Taeyong gara-gara bau badannya. Gara-gara dia mabok.

Babe. Are u okay?”

Taeyong ingin menghiburnya jika itulah yang dibutuhkan sekarang. Dia juga siap jadi samsak kesedihannya jika Jisoo butuh pelampiasan. Apa pun akan dia lakukan demi dirinya.

Jisoo menoleh membisu. Hanya menatap lamat-lamat sosok yang kini sedang mengkhawatirkan kondisinya.

“Jis.”

“Taeyong,” panggilnya dengan suara lemah lembutnya.

Taeyong sempat terpana sesaat, sebelum menyahuti panggilannya dengan wajah sumringah.

“Janji, ya. Kalau kamu bikin aku patah hati. Tolong, kasih tahu aku alasannya sejujur-jujurnya. Jangan coba-coba kamu bohong. Dan apa pun reaksiku nanti, aku janji gak akan balas dendam sama kamu.”

Alisnya menukik tajam. Terlalu bingung dengan permintaan tiba-tibanya.

“Kamu gak kenapa-kenapa, kan?” Dia makin cemas dan panik bersamaan. “Jis—” Suaranya teredam berkat dekapan tiba-tiba Jisoo yang melingkari lehernya dengan kedua tangannya. Taeyong spontan mencengkram pinggang dan mengusap perlahan punggungnya.

“Kepercayaanku ada di kamu, Taeyong. Mulai sekarang aku mau tutup mata dan telinga dari mulut jahat orang,” ujarnya sedikit membingungkan.

“Apa pun pilihanmu selama kamu nyaman begitu, gak masalah.”

“Jangan coba-coba bikin aku patah hati juga.”

Bibirnya menggulum begitu dalam. Cengkraman di pinggangnya mengerat perlahan. “Remember right? I love you so much.”

I know,” lanjutnya, “coz I love u more.”

Taeyong tersentak bahagia. Refleks memeluk Jisoo dan berjanji bahwa dia tidak akan pernah membuatnya patah hati. Seberapa buruk reputasi jeleknya di masa lalu, Taeyong mau berubah. Jika dia sudah berjanji, maka harus ditepati.

Kemarin mau update, lupa saking keasyikan ngobrol wkwk giliran mau update “lah kok, udah jam setengah enam sore?” wkwk akhirnya gak jadi update. Nanggung update jam segitu. Terbiasa update jam 4-an sore, sih 😮‍💨

konflik kkn start part 18, habis kkn lalu trust issue 🫂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top