5
Maaf ya, saya nggak bisa update rutin dulu. Masih dalam tahap pemulihan. Lambung saya bermasalah kemarin. Sudah hampir 2 minggu sih. Ini bisa update karena memang masih punya stok cerita. Abaikan typo dan kalimat yang nggak nyambung. Karena mata saya belum bisa fokus banget
***
Pagi itu, keduanya menuju kediaman orang tua Adeeva. Mereka di sambut dengan pelukan hangat oleh sang ibu.
"Papa Adeeva sudah berangkat bekerja. Kalian kenapa tidak mengabari dulu?"
"Nggak apa-apa, Ma. Ini juga karena Mas Saka terbang sore. Jadi sempat kemari."
"Saka sibuk, ya?"
"Lumayan, ma. Karena menjelang akhir tahun. Jadwal penerbangan sedang padat."
"Kalian makan siang di sini kan?"
Keduanya mengangguk. Adeeva segera mempersilahkan Saka beristirahat di kamarnya. Sementara perempuan itu membantu sang mama di dapur. Saka menatap seisi kamar, masih banyak kado bertumpuk. Mungkin dari keluarga istrinya yang waktu itu tidak sempat diangkut ke mobilnya.
Ditatapnya dinding kamar, tidak ada lagi foto Keenan di sana. Mungkin sudah diturunkan oleh orang tua istrinya. Ada sedikit kelegaan melihat itu. Pria itu kemudian memilih tidur. Karena bisa dipastikan penerbangan nanti malam akan berlangsung sampai lewat tengah malam.
***
Sore itu sesaat sebelum Saka berangkat. Ia menghubungi istrinya.
"Kamu di mana?"
"Di apartemen, mas."
"Nggak nginap di tempat orang tua kamu?"
"Enggak, di sini saja."
"Lusa adalah malam tahun baru. Kemungkinan aku sudah selesai bertugas. Kita akan merayakan bersama papa dan mama. Apa kamu mau mengundang orang tua kamu untuk bergabung?"
"Tidak usah, mereka sudah punya acara sendiri."
"Aku akan ke Surabaya, apa kamu mau dibawakan sesuatu?"
Adeeva dia sejenak. Tidak tahu harus meminta apa. "Terserah mas saja."
"Oh ya, tolong nanti bayarkan pakaian dinasku di laundry. Sudah kuminta agar mereka antar ke unit."
"Baik mas."
Pembicaraan kemudian terputus. Adeeva meletakkan ponselnya di atas nakas. Ya, mereka memang melakukan komunikasi. Tapi bukan selayaknya pasangan. Tetapi hanya sebatas orang yang tinggal serumah.
Ia kemudian menutup kain gorden. Hari sudah gelap. Sedikit menyesal tadi tidak menginap di rumah orang tuanya. Tapi kini ia memang lebih suka sendirian. Meski tidak melakukan apapun juga. Sampai saat ini, semua berjalan dengan baik. Ia belajar mengenal Saka, demikian juga sebaliknya. Beruntung, suaminya belum meminta hak atas tubuhnya.
Teringat akan pengkhianatan Keenan. Kembali dibukanya Instagram milik Ratna. Masih foto-foto bagian tubuh mereka di sana. Seharusnya ia langsung meng-unfollow saja. Tapi entah kenapa sebagian dirinya ingin terus menatap pengkhianatan tersebut. Sudah sejauh mana langkah mereka?
Ia sendiri tidak melakukan apa-apa pada instagramnya. Bahkan foto pernikahannya dengan Saka pun tidak ada di sana. Ia masih takut kalau suaminya tidak suka. Bisa saja Sakapun menyimpan nama lain dalam hatinya. Sehingga berita pernikahan mereka akan menyakiti perempuan lain. Ia tidak ingin itu terjadi. Tapi mau sampai kapan pernikahan ini dipertahankan?
***
Lima jam menjelang tahun baru, Saka menggandeng tangan Adeeva memasuki rumah orang tuanya.
"Mama mana?" tanyanya pada salah seorang asisten rumah tangga.
"Masih mendampingi bapak, Mas. Ada acara kunjungan katanya tadi di Poltabes."
"Saya dan istri saya akan ke kamar dulu. Kalau mereka sampai, beritahu kalau kami sudah datang."
"Baik, mas."
Keduanya kembali memasuki kamar Saka. Ada sesuatu yang baru di sana, yakni tempat tidur berubah ukuran. Saka hanya menggelengkan kepala. Ini pasti perbuatan mamanya.
***
Adeeva membantu mertuanya membereskan beberapa jenis daging dan sosis yang akan dipanggang. Ternyata tidak hanya mereka sekeluarga. Mertuanya mengundang keluarga para ajudan yang biasa bertugas di rumah dan mendampingi mereka. Sehingga halaman belakang cukup penuh oleh kehadiran beberapa pasangan muda termasuk anak-anak.
Sore tadi ia dan ibu mertuanya berbelanja untuk kebutuhan anak-anak. Satu yang baru diketahui Adeeva, Desi Dirgantara ternyata seorang party organizer yang baik. Sangat paham akan kebutuhan seluruh acara. Tidak lupa membelikan terompet dan topi ulang tahun untuk anak-anak. Mereka memang tidak membeli kembang api berukuran besar. Karena dilarang.
Makanan terlihat berlimpah. Adeeva akhirnya menyerahkan daging yang sudah direndam bumbu pada para pria untuk dipanggang. Ia sendiri langsung menjauh karena tidak suka pada bau asap. Memilih ikut bergabung dengan beberapa istri ajudan mertuanya. Mereka sudah berkenalan tadi. Saka sendiri tidak mengundang siapapun. Ia memang tidak terbiasa bergabung dengan orang tuanya. Namun tahun ini jelas berbeda, karena baru menikah.
Kembali Adeeva menatap anak kecil yang berlarian di sekitar taman belakang sambil membawa kembang api di tangan. Terlihat lucu.
"Ini dagingnya sudah matang." Tiba-tiba Saka menghampiri sambil menyerahkan sepiring daging panggang. Adeeva meraih sebuah.
"Nggak pakai saus mas?"
"Kamu mau?"
"Biar aku saja yang ambil. Mas suka saus apa?"
"Kacang saja."
Bergegas perempuan itu mengambil sebuah mangkok kecil dan mengisinya dengan saus yang diinginkan Saka. Lalu kembali ke sebuah meja. Saka makan dengan lahap.
"Aku paling suka daging kambing. Meski kadang setahun sekali baru makan." Ucapnya sambil mengunyah.
"Tidak masalah dengan kolesterol atau tekanan darah tinggi. Mas?"
"Tidak, aku nggak punya keduanya. Mama paling ahli mengolah daging kambing. Nggak ada duanya." Saka kemudian menyuapkan sepotong pada istrinya.
"Iya, tadi aku lihat mama telaten banget waktu merendam dagingnya. Pakai parutan nenas juga."
"Kamu belajar sama mama, dia ahli banget di dapur. Meski jarang terjun langsung. Kecuali untuk saat seperti ini."
Adeeva hanya mengangguk. Tak lama dari jauh terlihat langit tiba-tiba terang. Karena ada orang yang menyalakan kembang api besar. Tak terasa, waktu pergantian tahun telah tiba. Beberapa pasangan terlihat berpelukan. Termasuk ayah dan ibu mertuanya. Saka sendiri juga langsung memeluk dan mengecup keningnya.
"Happy new year, semoga tahun depan jauh lebih baik daripada tahun ini."
"Sama-sama mas. Tambah sukses ya kariernya. Sehat selalu."
"Sama-sama, semoga kita bisa menjalani tahun depan dengan lebih baik lagi. Cepat selesai juga skripsi kamu."
"Terima kasih."
Beberapa asisten rumah tangga akhirnya menyalakan kembang api kecil. Adeeva menatap takjub. Saka memperhatikan dari samping. ia tidak pernah melihat mata sang istri bercahaya seperti sekarang. Saka segera meraih ponselnya dan mengambil beberapa foto dari samping. Ditengah cahaya temaram, ia masih bisa melihat kilatan bening mata itu. Setelah memilih satu yang terbaik, ia membuang sisanya. Dua minggu setelah pernikahan mereka, Saka akhirnya berani memasang foto Adeeva di profil sosial media miliknya.
***
Acara pesta usai hampir pukul dua pagi. Adeeva masih membantu para pekerja rumah membereskan sisa pesta. Sementara para tamu sudah kembali ke rumah masing-masing. Sebagai menantu ia tidak ingin mendapat gelar pemalas. Selesai semua barulah naik ke lantai dua. di sana Saka masih menonton televisi.
"Kamu mau mandi, Deev?"
"Iya, mas. Kenapa?"
"Pakai air hangat ya. nanti masuk angin."
Adeeva mengangguk. Ia segera memasuki kamar mandi. Tampaknya Saka sudah lebih dulu mandi. Karena aroma shampoo suaminya menguar ke segala penjuru. Selesai mandi dan mencuci rambut, Adeeva segera ke luar. Saka kini tengah memainkan ponselnya. Sebuah pesan masuk mengganggu pikirannya. Dari Keenan. Entah sindiran atau apa.
Istrinya ya mas?
Saka masih menimbang apakah membalas atau mengabaikan saja. Kali ini memilih mengabaikan. Karena memang tidak berniat membuka pembicaraan dengan sang adik. Tapi sebagian hatinya mengatakan bahwa ia harus menjawab. Untuk tahu reaksi Keenan.
Ya, kenapa?
Selamat kalau begitu, kapan menikahnya?
Jelas adiknya sedang memancing kemarahannya. Namun akhirnya Saka memilih melanjutkan.
Hari di mana seharusnya adik saya menikah. Tapi dia meninggalkan pengantinya sendirian dan memilih mempermalukan keluarganya.
Wah, berarti mas kembali menjadi pahlawan ya untuk bapak Dirgantara. Hebat!
Pahlawan atau bukan, nama keluarga tetaplah nomor satu. Lebih baik dari pada menjadi pecundang yang lari dari tanggung jawab. Laki-laki akan dinilai dari sikapnya.
Mas hebat, tetap menjadi anak kebanggaan pak Dirgantara.
Saka akhirnya memilih tidak membalas lagi. Ia tahu bahwa Keenan hanya ingin memancing emosinya. Yakin juga kalau sebenarnya sang adik sudah berbicara dengan kedua orang tuanya. Hanya tidak yakin kalau adiknya berani menghubungi Adeeva. Ia tahu bahwa dibalik kekerasan sifat Keenan. Adiknya tidak akan berani berhadapan dengan kenyataan di depan.
Sesaat kemudian Adeeva sudah selesai mengeringkan rambut. Ia bisa mencium aroma lembut strawberry. Namun saat langkah istrinya menjauh, ia bertanya.
"Mau ke mana?"
"Ambil air putih untuk Mas Saka."
Saka hanya mengangguk. Sesampai di dapur, Adeeva melihat ibu mertua dan berapa pembantu rumah tangga baru selesai membenahi isi dapur. Dengan penuh rasa bersalah ia berkata.
"Maaf, ma. Tadi aku kira mau diberesin besok."
"Enggak, supaya besok kita bisa istirahat seharian. Kamu sudah keramas?"
"Iya, bau asap dari tadi."
"Pakai air hangat kan?"
"Iya, ma."
"Ya sudah, Saka sudah tidur?"
"Belum ma. Ini aku sedang ambilkan air putihnya."
"Kalian menginap sampai kapan?"
"Mungkin besok. Mas Saka masih libur."
"Ya sudah, kalau begitu. Mama duluan ya."
Adeeva mengangguk sambil tersenyum. Sesampai di lantai dua, Saka sudah menunggu. Kali ini pria itu malah menonton televisi.
"kok belum tidur mas?"
"Belum ngantuk. Kebiasaan kalau jam tidur sudah lewat. Sini." Ajaknya sambil menepuk kasur. Adeeva menurut, dan akhirnya ikut tenggelam dalam tontonan di depannya. Tak sampai lima belas menit, pria itu mematikan saluran televisi karena Adeeva terlihat sudah mengantuk. Ia menatap mata sang istri sambil mengelus rambutnya.
"Kamu cantik sekali hari ini."
"Terima kasih."
"Tidurlah, sudah mau pagi."
Adeeva memilih berbaring. Namun sedikit terkejut saat Saka membelai pinggangnya dengan lembut.
"Mas?"
"Hmm?" balas Saka sambil menatap mata itu dengan intens.
"Tangannya."
"Memangnya tanganku kenapa?" balasnya sambil membelai pinggul milik sang istri. Membuat wajah Adeeva bersemu merah. Perlahan perempuan itu menyentuh jemari Saka yang semakin menurun. Menyadari nafas pria itu yang semakin memburu, akhirnya ia paham, apa yang akan terjadi.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
22521
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top