7

Happy reading. 💜

***

Pernah merasa kalau hari begitu cepat berlalu? Kalau pernah, berarti bukan aku saja yang merasakannya.

Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian itu. Saat aku merasa kesal dengan Kak Nando, bahkan mengabaikannya di sekolah. Ya, walaupun memang di sekolah kami saling tidak sapa satu sama lain.

Saat aku melihatnya, aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain. Tidak mau melihatnya dan pura-pura tidak tau. Bukankah ini yang dia mau? Memangnya siapa suruh berpura-pura tidak mengenal dengan kekasih sendiri?

“Ran, lihat ke sana deh.”

Tiba-tiba Nadia menjawil pundakku. Sontak aku menoleh dan melihat arah yang dituju Nadia.

Napasku langsung tercekat saat melihat Kak Nando duduk berdua dengan seorang perempuan. Terlihat begitu akrab dan saling melempar tawa. Hatiku memanas melihatnya.

Suasana kantin yang cukup ramai agak membuatku sulit untuk mengamati apa yang dilakukan dua orang itu. Kurang ajar! Itu cewek siapa, sih? Apa dia tidak tahu kalau Kak Nando sudah punya pacar? Lagian, Kak Nando juga nggak kalah kurang ajar. Sudah tahu punya pacar, tapi masih dekat-dekat sama cewek lain. Menyebalkan sekali!

“Itu Kak Meitha, kan?” tanya Nadia memastikan.

Aku menoleh ke arahnya.

“Kak Meitha?” beoku. Jujur saja, aku baru hari ini melihat perempuan itu.

Nadia mengangguk pelan. Untungnya dia lebih memilih menikmati makanannya ketimbang melihat wajahku yang pasti sudah kacau.

“Iya, katanya Kak Nando sama Kak Meitha itu dekat.” Satu suapan besar masuk ke mulut Nadia.

Aku mengerutkan dahi mendengarnya.

“Dekat?”

“Hu’um. Bahkan katanya mereka itu pacaran.” Nadia melirikku sekilas. “Tapi Kak Nando selalu ngelak. Katanya Kak Meitha itu cuma teman. Padahal kalau menurutku, sih, mereka emang pacaran, tapi nggak mau aja orang-orang tahu.”

Tinjuku terkepal di bawah meja. Satu informasi yang baru kuketahui hari ini.

“Emang mereka segitu dekatnya, ya, sampai dikira pacaran?"

“Yang aku denger dari orang-orang, sih, mereka udah deket dari kelas sepuluh.” Nadia memajukan tubuhnya, mendekatkan wajahnya padaku. “Kak Meitha itu mau masuk pramuka, tapi karena Kak Nando masuk paskib, jadi rencana itu batal. Tahu sendiri, kan, kalau anak pramuka dilarang pacaran sama anak paskib.”

Aku semakin geram mendengarnya. Kutolehkan pandangku pada dua orang yang kini tengah tertawa. Hatiku teriris saat melihat tawa Kak Nando yang begitu lepas. Aku begitu iri dengan Kak Meitha yang bisa leluasa melempar tawa dengan Kak Nando.

Seharusnya aku, kan, yang ada di posisi Kak Meitha saat ini?

“Udah, jangan dilihatin terus.” Nadia menggerakkan kepalaku menghadapnya. “Kamu segitu irinya, ya, lihat mereka sampe lama banget ngelihatnya?” Nadia cekikikan.

Aku tahu dia hanya bercanda. Namun, efek dari perkataannya sangat berpengaruh besar padaku.


Kalau saja Nadia tau yang sebenarnya, apa candaan itu masih akan keluar dari mulutnya?

**

Masih mode mager nulis. *Eh

Buat ceritaku yang lain, belum aku update dulu saat bulan puasa ini. Hehe.

Selamat menjalankan ibadah puasa, bagi yang menjalankan. 🙏🙏🙏

Xoxo
09 Mei 2020

Winda Zizty

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top