Bab 38. Sebuah Jejak di Kota Tua

Selamat Membaca:)

Jangan lupa vote dan komentar yaaa<3

Tandai typo yaaaa

------------------------------------------

Bab 38. Sebuah Jejak di Kota Tua

Jakarta dengan sejarahnya ibarat lautan beserta isinya; menarik untuk diselami.

***

MESKIPUN suara teriakan demonstran, tembakan meriam, dan bom-bom masa lalu telah redam dalam bisingnya kota, jejak kolonialisme masih abadi di beberapa sudut Jakarta. Seperti, wilayah kecil di tepian Sungai Ciliwung. Tempat yang dahulunya dijuluki Koningen van Oosten karena kemiripan tata letak dan transportasinya dengan ibu kota Netherland.

Sekarang, tempat itu menjelma situs sejarah yang dikenal sebagai Kota Tua. Berbagai gedung abad ke-17 berdiri kokoh, menguarkan nuansa historik yang menarik pengunjung tenggelam ke masa kejayaan Batavia Lama, termasuk Nirbita.

Gadis itu menyesap es kembang mayangnya sambil menikmati hiruk-pikuk sekitar. Di langit barat, matahari mulai turun menyentuh atap-atap bangunan. Cahayanya tumpah ke sekujur tubuh bumi, menciptakan bayangan bagi yang terkena percikan.

Dari keseluruhan perjalanan bersama Sekala, sepertinya berburu senja di tempat ini akan menjadi yang paling Nirbita suka. Ia begitu menikmati atmosfer tenang tanpa polusi selama berkeliling, membeli jajanan, berteduh di bawah rindangnya trembesi sambil menghabiskan telur gulung, atau yang paling seru adalah ketika Sekala mengajaknya menciptakan memori dengan satu-persatu seniman di pelataran Museum Fatahillah.

Satu hal yang membuat Nirbita sadar bahwa selain memiliki kesamaan pemikiran random, lelaki itu juga gampang terenyuh hatinya. Maka, dibanding menelisik isi museum atau bangunan sejarah yang lain, Sekala justru mengajaknya berbaur dengan para seniman itu, membagi-bagikan makanan, dan berbincang seperti teman lama yang baru saja merasakan euforia pertemuan kembali. Lalu, di beberapa kesempatan lelaki itu akan menjelma fotografer dadakan ketika Nirbita ingin mengabadikan gambar.

"Dari tadi foto sama mereka mulu, Ta. Nggak mau sama gue aja? Gue mantan artis loh," canda Sekala saat mereka sudah menjauh.

Nirbita tertawa dibuatnya. Namun, alih-alih mengabaikan pertanyaan itu, ia justru membuka aplikasi kameranya kembali lalu menarik Sekala mendekat. Berlatarkan gerombolan merpati yang beterbangan juga matahari di atas Museum Wayang, foto itu diambil. Foto Nirbita dan Sekala untuk pertama kalinya.

"Yah. Sayang banget nggak bisa buka masker," keluh Sekala. Padahal, ia hanya meredam degup jantungnya yang sontak menggila. "Kapan-kapan boleh foto lagi nggak, kak?"

"Boleh, dek."

Mereka kembali menyusuri pelataran tanpa tentu arah. Jika Nirbita mulai lelah dan memilih duduk di salah-satu kursi beton, Sekala kini menepi ke persewaan sepeda onthel. Tak lama kemudian, lelaki itu sudah berkeliling sembari mengayuh sepeda birunya. Sekali dua kali ia menawari Nirbita, tapi ditolak dengan alasan capek. Nirbita hanya mengamati dari jauh, layaknya ibu yang sedang menjaga anaknya karena takut jatuh atau hilang dari pandangan.

Matahari sepenuhnya terbenam, meninggalkan spektrum jingga dan kuning di cakrawala. Sementara di depan sana, Sekala masih asik dengan kegiatannya bersepeda. Bahkan, di belakangnya kini sudah ada anak lelaki seumuran Giacinta yang terbahak saat Sekala mengencangkan kayuhan. Nirbita mengerutkan alis, bingung. Bertanya-tanya siapa anak itu..

Tepat saat adzan berkumandang, Sekala berhenti dan menghampiri dengan napas terengah. Keringat di pelipis membuat ujung rambutnya sedikit basah.

"Tadi ketemu anak kecil jualan kue. Terus gue borong aja biar dia nemenin gue main sepeda," katanya seraya mengangkat dua kresek berisi banyak sekali jenis jajanan pasar.

Nirbita melongo dibuatnya. Namun, tak urung ia menyodorkan air mineral miliknya. Membiarkan Sekala menyembunyikan kepala di balik bahunya agar bisa buka masker dan minum dengan aman. "Ini banyak banget, La. Mau dibagi-bagiin lagi?"

"Nggak. Itu buat mama," jawab Sekala begitu selesai minum. "Satunya buat Tante Haira. Sebagai ucapan maaf karena udah bawa anaknya kabur les."

Mendengar itu, Nirbita tertawa kecil. "Kayaknya, tanpa ngasih beginian pun, mama tetap bakal maafin lo." Ia mengikat simpul kreseknya dan menatap Sekala. "Lo tuh ... udah kayak anak mama yang hilang."

Sekala menaikkan sebelah alisnya. "Jadi, lo pernah kehilangan saudara?"

"Itu cuma perumpamaan!" Nirbita berdecak. Ia mengalihkan pandangan ke arah langit yang semakin menggelap. Kawanan merpati beterbangan ketika kaki-kaki berlarian menggertak. Semua pemandangan itu membentuk kolase tersendiri dalam ingatan. Sebab, keindahannya hampir menyentuh memorinya yang lain. "Tapi, gue berharap sih kalau sebenarnya gue itu punya saudara. Pasti seru."

"Tahu dari mana kalau pasti seru?"

Nirbita nampak berpikir sejenak. Sampai akhirnya, interaksi kakak beradik -yang berhasil mencuri perhatian saat rapotan beberapa waktu lalu- melintas di ingatan. "Arshaka sama adiknya."

"Ah, nggak tahu aja kalau dia udah sama adiknya yang lain."

Nirbita menoleh. "Emang dia berapa bersaudara?"

"Empat," jawab Sekala. "Ada yang masih SMP, SD, sama yang bayi waktu itu," jelasnya.

"Pasti rumahnya nggak pernah sepi."

"Gimana mau sepi, setiap hari ngeributin banyak hal."

"Kalau lo sama Aruna gimana? Seru nggak?"

"Serem."

Nirbita tahu Sekala bercanda, jadi ia hanya menanggapinya dengan kekehan. "Tapi, kayaknya lo sayang banget sama dia."

"Sayang lah."

"Sebagai adik?"

"Ya menurut lo?" Sekala menyugar rambutnya. "Kalau sebagai orang dewasa kan sayangnya ke lo."

Nirbita terperangah. Oke, ia tahu Sekala menyukainya. Tapi, "akhir-akhir ini lo lebih blak-blakan tahu."

"Sengaja, sebagai penekanan biar perasaan gue nggak diraguin lagi."

"Nyindir?"

"Ngerasa?" Sekala tersenyum jahil. Ia sudah akan mengatakan sesuatu lagi ketika pandanganya tertambat pada dua orang di kejauhan. Sekala mengerutkan dahi, memastikan penglihatannya. "Itu Garin bukan sih?"

Nirbita praktis mengikuti arah pandang Sekala. Napasnya langsung tersekat saat mendapati sahabatnya itu bersama seseorang yang selama ini sengaja disembunyikan. Mereka nampak begitu mesra dengan kedua jemari saling bertaut.

"Bener kan?" ulang Sekala. Bahkan, ia sudah berdiri untuk memastikan tapi Nirbita lebih dulu menahannya.

"Jangan disamperin," ujar Nirbita. Ia beranjak dari duduknya kemudian membawa Sekala menjauh dengan maksud menghindar. "Lo pura-pura nggak tahu aja ya kalau mereka pacaran."

Sekala melotot, kaget. "Pacaran?!!" pekiknya. Ia menghentikan langkah dan menatap Nirbita serius. Jadi selama ini mereka pacaran dan lo tahu itu?"

Nirbita menelan ludahnya susah payah, sadar bahwa ia baru saja keceplosan karena terlalu panik. "Jangan bilang siapa-siapa," pintanya pelan. Ia tidak tahu harus mengatakan apalagi sebab semua sudah terlanjur dan ia tidak dapat mengelak lagi. Terlebih, Sekala telah melihat faktanya dengan mata kepalanya sendiri.

"Gimana bisa? Kok ... gue nggak tahu apa-apa."

"Mereka emang sengaja backstreet."

"Astaga.. ." Sekala menghela napas. Ia menggaruk-garuk alisnya, sebuah kebiasaan ketika bingung dan, "gue nggak bakal begitu kaget kalau misalnya Garin sama Arshaka atau siapapun itu. Tapi ini sama Kalingga?"

Nirbita mengangguk. Gadis itu mendongak untuk menemukan mata kelabu Sekala. "Mereka pacaran udah lama. Dari kenaikan kelas 11 dua tahun yang lalu. Jauh sebelum perjodohan Kalingga dan Acacia terjadi."

Sekujur tubuh Sekala meremang. Selama ini, ia pikir kisah percintaannya dengan Nirbita adalah yang paling rumit. Tapi ternyata, Kalingga, teman yang selama ini tidak pernah absen menuntunnya mencari jalan keluar dari segala permasalahan adalah orang yang terjebak, bahkan belum bisa keluar dari masalah percintaannya sendiri.

Ia jadi bertanya-tanya kenapa Kalingga tidak pernah bercerita. Apakah 5 tahun pertemanan mereka belum cukup untuk menumbuhkan rasa percaya? Padahal, selama ini ia begitu terbuka dan menceritakan hampir keseluruhan hidupnya.

"Lo jangan ngerasa Kalingga nggak percaya ke lo cuma karena dia nggak cerita ya," ujar Nirbita seakan dapat membaca pikiran Sekala. "Dulu, Garin juga nyembunyiin hubungan mereka dari gue kok. Bahkan, sampai sekarang Kalingga aja nggak tahu kalau gue tahu mereka pacaran. Jadi, biarin aja lah. Toh, mereka udah sama-sama dewasa. Udah sama-sama ngerti. Dan kita, cukup hargai aja keputusan mereka buat privasi hubungannya."

***

SEPANJANG perjalanan pulang, Sekala tidak berhenti mengajak Nirbita bicara dan membahas banyak hal. Seperti ketika radio mobil menyiarkan berita tentang pengumuman NASA soal misi barunya ke Venus, Sekala menyambung topik ke observatorium yang dulunya pernah dibangun kolonial Belanda di daerah Glodok, kawasan yang letaknya tidak jauh dari Kota Tua. Sekala bilang, observatorium itu digunakan untuk mengamati Transit Venus tahun 1761 dan 1769. Namun sayangnya, bangunan itu rusak parah karena gempa pada tahun 1780 dan hilang jejaknya hingga kini.

Tidak hanya itu, Sekala juga mengoceh soal cuaca hari ini, sosok Victoria di balik lagu-lagu Dream Theater, bahkan sampai ke pembahasan yang -sebenarnya- tidak begitu penting. Seperti..

"Dulu, gue pikir nama Garin itu artinya istri yang baik sesuai artian Jawa. Tapi, karena ragu akhirnya gue tanyain langsung ke orangnya."

"Dan Garin jawab serius?"

Nirbita tetap menanggapinya dengan baik, meskipun untuk ukuran orang yang tidak terbiasa banyak bicara, lelah juga meladeni Sekala. Beruntungnya, obrolan yang lelaki itu sajikan tidak pernah ampas. Jadi, meskipun mampu membuat telinga pengang atau mulut pegal, setidaknya ada insight yang bisa
ia ambil.

"7 kali, baru dijawab serius."

Nirbita tertawa. "Terus, bener artinya istri yang baik?"

"Salah. Sesuai ekspektasi gue," kata Sekala.

"Oh ya? Jadi?"

"Terinspirasi dari nama kosmonot katanya. Soalnya, dia bilang bokapnya suka astronomi gitu." Sekala kembali melajukan mobilnya begitu padatnya kendaraan di depan mulai terurai. "Yuri Gagarin. Pernah denger nggak?"

Nirbita menggeleng.

"Dia manusia pertama yang berhasil melakukan perjalanan ke luar angkasa pada tahun 1961." Sekala menarik napas lalu mengembuskan perlahan. "Dan enam tahun kemudian, dia jadi pilot cadangan Vladimir Komarov, sahabatnya sendiri, untuk terbang ke antariksa pakai Soyuz 1 yang bisa dibilang bermasalah pada saat itu."

"Lalu?"

"Di detik-detik terakhir sebelum Vladimir Komarov berangkat, Yuri Gagarin maksa buat gantiin. Tapi, sahabatnya itu menolak, begitupun para kru. Jadi, yang pergi tetap seperti ketentuan awal."

"Happy ending?"

"Eungg ... sad?" Sekala menoleh. "Panel surya Soyuz 1 tiba-tiba nggak bisa dibuka, terus energinya habis dan hilang kontak. Waktu Vladimir Komarov mau melakukan pendaratan pake parasut di atmosfer, parasutnya gagal kebuka."

"Lalu dia jatuh dan berakhir dalam keadaan hancur?"

Sekala mengangguk dan kembali melihat jalanan di depannya. "Setahun kemudian, Yuri Gagarin nyusul sahabatnya."

"Apa itu berarti kalau gue mati, Garin bakal nyusul."

Sekala melirik Nirbita tajam, ia berdecak. "Jangan ngomongin mati. Kita lagi di jalan nih. Mana gue baru bisa naik mobil."

"Lo takut mati ya?"

"Takut lo mati."

Sesaat Nirbita terdiam. Ia mencerna kalimat Sekala dan tersenyum sumir. "Sama."

"Makanya jangan ngom—"

"Gue juga takut lo mati."

Kedua sudut bibir Sekala terangkat. Ia jelas senang mendengar pengakuan Nirbita barusan. Persetan maksudnya takut kehilangan sebagai teman atau sosok spesial, yang jelas Nirbita takut kehilangannya. Ingatkan Sekala untuk sombong pada teman-temannya nanti. "Nggak usah takut lah. Orang gue nggak bakal kemana-mana." Ia menoleh sekilas lalu mengulurkan satu tangannya pada Nirbita. "Lo bisa pegang tangan gue sampe rumah buat menyakinkan kalau keberadaan gue bakal utuh dan selamanya di sisi lo."

Nirbita menepuk tangan Sekala, ia mendengus. "Nggak mau. Mending lo nyetir yang bener dulu. Pake dua tangan."

Sekala melotot. "Nyebelin banget." Kini, tangannya sudah lebih berani dan tergerak mengacak rambut Nirbita.

Lagu Hollow Years melebur dengan gelak tawa mereka setelahnya. Perjalanan panjang itu kembali diisi dengan banyak sekali obrolan. Hingga tanpa terasa sudah sampai di depan gerbang rumah Nirbita.

"Mau mampir dulu nggak?" tanya Nirbita sebelum turun. Ia menerima ketika Sekala menyodorkan satu kresek jajanan yang dibelinya tadi.

"Nggak dulu. Udah malem."

"Ya udah. Hati-hati."

Setelahnya, Nirbita turun. Ia baru masuk setelah mobil Sekala hilang dari pandangan. Begitu membuka pintu, tidak ada tanda-tanda mamanya berada di rumah. Ruang depan dan tengah sepi. Bahkan, derap langkahnya menaiki tangga terdengar jelas.

"Non.." Nirbita berbalik dan menemukan Bi Laksmi di anak tangga paling bawah. Perempuan itu naik dan berdiri di hadapannya sambil membawa beberapa paper bag. "Tadi ada temen Non Nirbita kesini. Sempat ngobrol sebentar sama ibu, terus nitipin barang-barang ini m," katanya.

Meskipun bingung, Nirbita menerimanya. "Oh ..." Ia tersenyum. Melongok sedikit kemudian kembali menatap Bi Laksmi. "Makasih ya, Bi."

Bi Laksmi mengangguk dan memilih undur diri setelahnya. Sementara Nirbita, ia meremas paper bag tersebut dengan jantung berdegup kencang. Sekilas ia melihat sesuatu yang sangat familiar, jadi ia cepat-cepat ke kamar dan mengunci pintunya.

Nirbita menumpahkan isi dari ketiga paper bag itu dan menemukan barang-barang semasa pacaran dengan Raiden. Ada dua scrapbook, hadiah-hadiah yang pernah ia berikan pada Raiden, album foto mereka berdua, dan masih banyak lagi. Tangan Nirbita gemetar, entah karena sakit yang tiba-tiba menyelip di hatinya atau perasaan marah karena ... apa-apaan ini? Apa maksud Raiden mengembalikan dan melimpahkan kenangan mereka kepadanya? Apalagi sampai datang ke rumah dan sempat ngobrol dengan mama?

Nirbita segera membuka ponselnya yang sejak tadi sengaja ia matikan. Dan benar saja, Raiden berkali-kali menghubunginya dan mengirimi pesan. Namun, yang cukup menarik perhatiannya adalah bubble terakhir di roomchat itu.

Raideeennn🤍

Besok bisa ketemu nggak, Ta?

----------------------------------------------------

Iya agak random kesana kemari ya bahasannya. Semoga sukaaa. Karena, maklum tokoh Sekala dan Nirbita emang agak lain dari tokohku yang lain xixixixi

Btw, kalian pernah punya pasangan atau temen yang kalau ketemu suka ngajak bahas semua hal nggak? Mulai dari gosip artis tanah air, kasus ****, sampe soal kenapa pohon pisang itu berair juga dibahas😭😭

OH IYAA, SEMOGA NGGAK BOSAN NUNGGU CERITA INI SAMPAI TAMAT YAAAA!!!!!

SPAM FOR NEXT DULUU

2k vote dan 1k komen yuk🤍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top