Bagian Ke Dua Puluh Sembilan
Sorry, kemarin saya publish tanpa lihat vote. Pas cek... eh masih kurang.
Baiklah... next part vote 1.150 yaaa
🌷☘🌷☘🌷☘
Diandra menatap Andrew heran. Tidak biasa suaminya pulang di jam seperti ini.
"Kamu sakit doo?" Tanyanya sambil membantu membuka jas suaminya.
Andrew menggeleng. Namun wajahnya terlihat cemas. Ia segera menarik tangan istrinya untuk duduk di sofa. Setelah diam sejenak, Andrew segera berkata.
"Ada kabar buruk. Mami kembali kena serangan jantung."
Diandra terperangah. Ia langsung terisak. Andrew segera menarik istrinya ke dalam pelukannya.
"Kamu mau pulang ke Jakarta?"
Diandra hanya diam kemudian menggeleng.
"Aku nggak tahu, apa mami akan menerima aku? Selama tiga bulan ini kami tidak pernah berbagi kabar lagi."
Andrew membuang nafas kasar.
"Apa aman kalau aku pulang ke Jakarta sekarang?" Tanya Diandra.
Lama Andrew terdiam sampai akhirnya menjawab.
"Akan aku usahakan kamu kesana. Dengan pengawalan beberapa orang."
"Kamu nggak ikut?" Tanya Diandra cemas.
"Kamu mau aku ikut?"
Diandra mengangguk ragu. Karena ia merasa akan lebih aman kalau bisa pulang bersama Andrew.
.
.
.
"Apa? Kalian mau ke Jakarta? Mau membuang nyawa?" Teriak Regine gusar saat mengetahui rencana keberangkatan mereka. Awalnya Andrew tidak memberi tahu. Tapi tiba tiba Regine memasuki apartemen saat koper sudah berada ditangan mereka.
"Mami Diandra sakit aunty, tidak baik kalau kami tidak kesana"
"Tapi kamu tahu kan Dennis sedang mengincar nyawa kamu? Belum lagi yang lain?" Teriak Regine dengan sengaja tidak menyebutkan nama. Membuat Diandra terkesiap. Ia tak pernah melihat Aunty semarah ini.
Tiba tiba Diandra tersadar. Ia sudah tidak bebas lagi. Ia sudah terikat kedalam keluarga Tan. Meski sangat ingin membesuk maminya. Ia harus patuh kepada orang yang lebih tua di keluarga suaminya. Sama seperti Andrew yang taat pada perintah auntynya.
"Kalian tidak akan kemana mana." Perintah Regine. Dan kalimat itu seketika membuat tubuhnya lemas. Fix ia tak akan pernah sampai di Jakarta!
***
Andrew menatap Diandra yang tengah termenung di ruang tamu. Istrinya kembali tidak menyadari kepulangannya kali ini. Sudah beberapa hari Di selalu termenung. Andrew mengerti apa yang tengah dipikirkan istrinya. Ibu mertuanya tengah sakit parah di Jakarta. Serangan jantung yang tiba tiba. Mami kedapatan pingsan di kamar mandi.
Ia sendiri merasa serba salah. Karena tahu, kalau membiarkan istrinya kembali ke Indonesia. Akibatnya bisa saja tidak kembali lagi ke Singapura. Karena tahu pasti, orang orang Dennis tidak akan membiarkan itu. Tapi, melihat belahan jiwanya seperti ini, ia juga tidak tega.
***
Setelah mencoba membujuk aunty, akhirnya mereka bisa pulang ke Jakarta. Meski sebenarnya Regine dan Andrew sama cemasnya. Kedatangan mereka pasti menimbulkan sinyal bahaya. Terutama bagi Dennis dan keluarga Diandra.
Memasuki pelataran rumah sakit Andrew menatap sekeliling. tidak ada yang mencurigakan pikirnya. Sambil menarik tangan Diandra mereka memasuki area rumah sakit. Andrew hanya membawa empat orang bodyguard untuk melindungi mereka. Meski sebenarnya aunty meminta enam.
Tak lama mereka sampai di ruang rawat maminya. Disana ada Michael, Jeffrey dan Fify. Ketiga orang tersebut menatap pasangan itu dengan tajam. Terutama papi Diandra yang segera mendekati mereka.
"Kamu.... beraninya kamu datang kemari" desisnya sambil menunjuk kearah bola mata Andrew.
Sementara sang menantu hanya mengangkat tangannya tanpa berkata apapun. Saat para pengawal pribadinya sudah mulai bergerak. Tanpa melepaskan tatapannya pada Michael, ia mengibaskan tangan. Sebagai tanda agar jangan ada yang mendekat.
"Saya hanya mengantar istri saya untuk menemui maminya. Kalau anda tidak mengijinkan maka saya tidak akan masuk."
"Kamu sudah mengambil putri saya. Dan sekarang saya hampir kehilangan istri saya."
"Saya mengakui kesalahan saya. Tapi ingatlah satu hal. Anda kehilangan putri anda. Karena putri anda juga menginginkan saya."
"Please... sudah pi, Doo. Aku mau lihat mami" ucap Diandra. Kepalanya terasa sakit melihat perseteruan antara papi dan suaminya.
Meninggalkan mereka semua, Diandra segera memasuki ruangan maminya. Mami masih tertidur dan tampak tenang. Dengan pelan Diandra melangkah mendekati ranjang. Wajah mami pucat. Meski mata itu tidak terbuka, guratan kesedihan tetap ada disana. Wajah mami terlihat jauh lebih tua. Dan dia adalah penyebabnya. Diandra menyesali semua yang telah terjadi.
Ia meraih tangan mami dan menciumnya. Airmata segera berlinang dengan deras dari kedua matanya. Ada rasa bersalah yang besar dalam diri Diandra. Ia adalah sumber masalah bagi kedua orang tuanya. Namun ia juga tidak bisa membohongi perasaannya terhadap Andrew.
Tampak mami membuka matanya, dan membalas tatapan sang putri yang sudah lama dirindukannya. Airmata mami akhirnya mengalir sama derasnya dengan Diandra. Rasa sakit karena ditinggalkan dan kehilangan putrinya. Rasa malu karena kepergian Diandra pada hari pernikahan. bertumpuk menjadi satu dalam hati Alice. Ingin ia memeluk Diandra, tapi rasa sakit dan marah menghalangi niatnya. Perlahan ia menarik tangannya dari genggaman putrinya.
"Mi.."
"...."
"Mi, Di minta maaf sudah buat mami sakit. Di kangen dan khawatir sama mami. Please mi.."
"..."
Tak ada jawaban dari mami. Perempuan setengah baya itu masih menangis sambil meremas selimutnya.
"Mi..."
"Keluar kamu, kamu bukan anak saya lagi. Kamu sudah mencoreng wajah kami. Apa salah kami? Kami hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik dalam hidupmu. Supaya kami bisa mati dengan tenang karena meninggalkanmu pada pria yang layak. Tapi apa balasan kamu? Kamu malah lari dan menikah dengan laki laki yang tidak jelas latar belakangnya. Dan sekarang kamu datang hanya dengan satu kata maaf?
Kamu tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatan kamu. Bagaimana rusaknya hubungan baik dua keluarga. Kamu mengabaikan banyak cinta dalam hidupmu. Cinta mami, papi, Dennis dan keluarganya. Dimana otak kamu saat memutuskan pergi begitu saja. Rayuan apa yang dikatakan oleh bajingan itu? Sampai kamu bisa pergi begitu saja?
Kamu keterlaluan Diandra! Saya menyesal pernah melahirkan kamu!"
Diandra tidak mampu menjawab apapun. Ia hanya diam dan terus menangis.
"Sekarang, saya minta kamu keluar. Dan jangan pernah temui saya lagi. Anggap kamu tidak pernah punya orang tua. Lupakan kami, seperti kami juga berusaha melupakan kamu. Cuma satu pesan saya, jangan pernah menyesal dengan keputusan kamu. Seandainya suatu saat nanti dia menyianyiakan kamu. Itu akibat dari rasa sakit yang orang tuamu alami!.
Pergi dari sini, saya tidak mau lagi melihat kamu disini!"
Diandra menatap maminya. Ia tahu, luka yang telah dibuatnya tidak akan bisa sembuh dalam sekejap. Perlahan ia bangkit. Ia pergi bukan karena tidak menyayangi maminya. Hanya saja tidak ingin emosi Alice bertambah lagi. Dan itu bisa membahayakan kesehatannya. Sebelum melangkah pergi ia berkata.
"Di akan pergi. Tapi bukan karena Di membenci mami. Lebih karena Di sayang sama mami. Di sudah salah, karena membuat keluarga besar kita malu. Tapi Di nggak bisa membohongi perasaan sendiri. Di nggak mencintai Dennis. Dari awal juga mami tahu itu kan?
Di pernah berusaha mencintainya selama dua tahun. Tapi Di gagal. Rasanya sakit sekali mi. Dan kepergian Di bukan karena paksaan. Di sendiri yang memutuskan. Karena sudah tidak sanggup bersandiwara didepan semua orang. Tidak ada yang tahu hancurnya perasaan Di.
Andrew memang bukan laki laki sempurna dimata mami dan semua orang. Kalian menganggapnya sampah. Di tahu itu. Tapi Di nyaman saat bersama Andrew mi. Di bisa menjadi diri sendiri. Kalaupun mami tidak mau memaafkan kesalahan Di nggak apa apa. Tapi bagi Di, mami dan papi tetap yang terbaik sampai selama lamanya.
Di pamit mi. Semoga mami cepat sembuh. Di sayang sekali sama mami. Sampai kapanpun"
Diandra segera keluar dari ruangan itu sambil. Setengah berlari ia menghampiri Andrew dan langsung memeluknya. Menangis keras menumpahkan segala kesedihannya. Semua diam, hanya Andrew yang masih terus membelai rambutnya. Sampai akhirnya ia berkata.
"Kita pulang Doo"
Andrew hanya mengangguk, ia menundukkan kepala pada seluruh anggota keluarga Diandra yang hadir disana. Kemudian membimbing langkah istrinya keluar ruangan. Memasuki lift seluruh bodyguard kembali mengelilinginya.
Saat keluar dari lift dua orang bodyguard berjalan di depan dan sisanya mengikuti dari belakang. Langkah tegap mereka diikuti tatapan menelisik ke seluruh ruangan. Mencoba mencari sebuah kejanggalan disekitar mereka.
Sesampai diluar saat tengah menunggu mobil. Tiba tiba salah seorang dari mereka menerjang Andrew dari belakang. Disaat bersamaan terdengar dua buah letusan senjata.
Andrew rubuh,
Diandra berteriak kencang kemudian berjongkok. Meraih tubuh Andrew yang lunglai dan terluka parah ke dalam pelukannya. Ada darah dimana mana.
Dan suasana seketika menjadi kacau.
***
Dengan langkah tegap, dan wajah sekeras batu Regine memasuki ruang tunggu operasi. Dibelakangnya ada enam pria berpakaian hitam yang mengikuti. Disana sudah ada Diandra yang menunduk dengan wajah takut. Ia bisa melihat kemarahan dimata Regine. Tanpa memedulikan siapapun disana perempuan setengah baya itu berdiri dihadapan Diandra. Menatapnya tajam dan kemudian menampar wajah istri Andrew itu dengan keras.
Plak!
Suara tamparan terdengar diseluruh ruangan. Membuat Michael , Jeffrey dan Fify terpekik kaget.
"Regine, stop! Kamu tidak bisa menampar anak saya seperti itu" Michael ingin mendekati Regine, tapi sayang para pengawal perempuan itu segera menahan langkah Michael.
"Saya sudah memperingatkan dia agar tidak usah pulang kemari. Saya sudah memberitahukan padanya, bahwa nyawa mereka sedang terancam. Dan dia tetap memilih pulang tanpa mempedulikan kata kata saya." Ujar Regine sambil menatap Michael tajam. Kemudian tatapannya beralih pada Diandra
"Diandra, saya pernah mengatakan kalau saya membenci kamu. Bahkan sampai sekarang saya tidak menyukai kamu. Saya mengalah karena saya sangat menyayangi A siang. Dan saya akan semakin membenci kamu kalau kalau terjadi sesuatu padanya. Saya akan menunggu sampai operasi ini selesai. Dan setelah itu, saya akan membawanya kembali ke Singapura. Karena saya tahu, kamu tidak akan bisa melindunginya!"
"Aunty, saya minta maaf. Saya salah, tapi tolong jangan bawa dia sekarang." Jawab Diandra dengan berurai air mata.
"Apa kamu bisa menjamin keamanannya? Apa kamu bisa menjamin kalau disini tidak ada dokter yang menyamar dan berniat benar benar membunuhnya? Ingat Diandra! Kalau A Siang sampai meninggal. Maka habislah keturunan kami. Dan saya tidak akan membiarkan itu!"
"Aunty, tolong jangan pisahkan saya dari Andrew. Tolong saya, saya tidak bisa!"
"Saya sudah memberi kamu kesempatan. Dan itu tidak akan pernah saya berikan berkali kali." Balas Regine tegas.
Tatapan tajamnya kembali beralih pada Fify.
"Berdoalah, setidaknya sekali saja. Untuk putramu sendiri. Itupun kalau kamu masih punya hati!" Setelah mengaucapkan kalimat itu, ia segera meninggalkan keempat orang tersebut dan duduk disebuah kursi disudut ruangan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
200819
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top