- satu
Kata orang, hari yang diawali dengan senyuman selalu berakhir dengan baik. Maka dari itu sang gadis melangkah dengan percaya diri memasuki area sekolah, tak lupa dengan senyum cerah di wajahnya. Sesekali bibir membuka guna membalas sapaan-sapaan pagi yang diterima.
Kaki jenjangnya melangkah memasuki ruang loker. Berniat mencari loker seseorang sebelum melangkah ke lokernya sendiri.
'Yamada Jiro'
Lirik kanan, lirik kiri. Dengan cepat [name] memasukkan sebuah surat ke dalam loker pemuda itu.
"Pagi, [name]," sapa seseorang dari belakang, membuat gadis manis itu berjengit kecil. [name] berbalik dan menatap pemuda itu kikuk. "Pagi juga, Jiro."
Manik dwiwarna itu menatap [name], lalu beralih ke lokernya. "Apa yang kau lakukan di lokerku?"
"U-uh, aku ingin memberimu i-"
"Senpai!" Panggilan itu memotong ucapan [name]. Beberapa siswi mendekati mereka-ah, lebih tepatnya Jiro. Jiro tersenyum dan balas menyapa.
"Ah iya. Senpai, aku membuatkanmu bentō, tolong diterima," seru salah satu siswi sambil menyodorkan bento buatannya kepada Jiro, begitu juga dengan siswi yang lain.
Jiro tersenyum canggung, dan mengangguk. "A-ah ya, terima kasih."
"Sama-sama Jiro-Senpai. Kami pergi dulu!"
Jiro berbalik menghadap [name] setelah para siswi tadi pergi. "Jadi, apa yang ingin kau berikan tadi?" tanyanya, mengingat dia belum menerima apapun dari gadis rupawan itu.
[name] bergeming. Lantas segera menggeleng dan berbalik hendak pergi. "Itu ... tidak jadi, hehe. Aku duluan, Jiro!" Dan [name] pergi begitu saja.
Alis Jiro bertaut, walau sang pemuda memilih untuk tidak memusingkannya. Tangannya membuka loker, hendak menyimpan bekal yang ia terima. Namun sebuah surat mengusik dirinya.
Ditaruhnya bekal yang ia terima tadi, dan mengambil surat berkesan imut yang dibungkus oleh amplop biru muda.
"Morning, My Bro!"
Jiro memutar bola matanya malas saat ketiga sobatnya datang menghampiri. "Pagi-pagi sudah berisik, ck," keluh Jiro malas.
"Hei, apa ini? Kau menerima surat cinta? Bagaimana bisa? Padahal kau bodoh dan lebih jelek dariku," cerocos pemuda bersurai cokelat di sebelah Jiro dengan tampang menjijikkannya.
"Sobatku yang malang, mungkin Jiro hanya sedang beruntung," seru pemuda lainnya yang kini tengah memeluk pemuda cerewet tadi.
Pletak!
"I-Itta!" pekik kedua pemuda menjijikkan tadi sambil memegangi kepalanya. Kedua pasang mata itu menatap ganas pelaku penokokan, yang kini tengah menatap mereka jijik. "Pagi-pagi sudah homo, menjijikkan."
"Kalian ini ribut sekali. Ngajak berantem?" Jiro yang tak tahan menatap tajam ketiganya. Membuat ketiga sobatnya itu langsung diam, tidak berkomentar.
Merasa sudah tenang, Jiro mulai membuka surat itu. Surat yang ditimpa oleh tinta biru yang dirangkai sedemikian rupa. Jiro mulai membaca, dengan temannya yang mengikuti layaknya anak ayam.
[ Saat pertama kali aku melihatmu, kukira kau hanya orang bodoh dengan segala kecerahannya.
"Pffft-d-dia bilang Jiro bodoh."
"URUSAI!"
Tapi pemikiran awalku terbantah saat aku melihatmu menolong seekor kucing yang terjebak di atas pohon sakura, tepat sebelum acara penerimaan murid.
Entah hanya pandanganku saja, kau terlihat sangat memukau walau tanganmu penuh dengan cakaran kucing. Atau itu hanya efek dari keindahan bunga sakura. Entahlah, aku tidak tahu.
Yang kutahu, aku menyukai ketulusanmu. ]
"Wah, bahkan dari awal Jiro sudah bodoh," canda pemuda anti-homo tadi, diikuti tawa yang lain.
Tapi mereka tidak menyadari rona merah yang mulai merambat di wajah Jiro.
"Siapa pengirim surat ini?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top