Lowest in Hierarchy (2)

Pagi sebelum ujian evaluasi bulanan, alih-alih Mingyu yang tampak lelah karena beban belajar dobel, justru Minghao yang muncul dengan kantung mata ganda. Begitu sampai di aula, ia menekuk lutut dan ... tidur? Selain itu, Sujeong yang sejak kemarin menjadi objek kekhawatiran Yuna terus menghindarinya, bahkan bertatapan saja enggan. Wajah-wajah kuyu ini menurunkan semangat Yuna cukup besar sebelum lembar soal dibagikan, beruntung ujian kali ini tidak terlalu menguras pikiran untuk dikerjakan. Masalah muncul lantaran Minghao sangat uring-uringan sekeluarnya dari ruang ujian. Ia hampir saja melayangkan bogem pada Seokmin—yang sebetulnya bertanya 'ada apa' dengan niat baik—jika tidak ingat tindakan gegabahnya dapat membahayakan Yuna dan Jaehyun. Gusar, ia meminta maaf pada para pengurus kelas dan berdiam diri di jok paling belakang bus saat pulang sekolah hingga tiba di rumahnya.

Selain Minghao, pesan singkat yang Yuna terima sesaat setelah Sujeong turun dari bus juga sangat mengusik.

Ryu Sujeong: Terima kasih untuk semuanya, Choi Yuna.

Ini semua berujung pada percakapan panjang pertama Yuna dengan Jaehyun via aplikasi pesan online. Bermula dengan kalimat kaku Yuna, Jaehyun ternyata menanggapi antusias topik yang rekannya lontarkan.

Jung Jaehyun: Itu mungkin saja sebuah pesan perpisahan sesuai perkiraanmu atau sekadar ungkapan terima kasih yang tertunda. Walaupun pemalu, Ryu Sujeong pasti masih akan menghargai inisiatifmu untuk membantunya.

Choi Yuna: Begitukah? Pesimisme Sujeong agak menulariku, tampaknya.

Jung Jaehyun: Kuduga kau juga sekhawatir ini soal Minghao.

Membaca ini, Yuna langsung mengambil ponsel yang sedari tadi diketuk-ketuknya menggunakan telunjuk dan mengetik dengan kedua ibu jari.

Choi Yuna: Benar! Dia seperti ingin menyembunyikan keputusasaannya, tetapi perilakunya justru memberi hasil yang berlawanan.

Jung Jaehyun: Seokmin bilang Minghao beberapa kali bertanya 'bagaimana jika akhirnya aku dikeluarkan?'. Ekspresi Seokmin saat bercerita padaku kira-kira sama takutnya denganmu sekarang, tetapi kita baru dua bulan berjalan.

Jung Jaehyun: Ke depannya, rintangan kita akan semakin besar, jadi aku katakan pada Seokmin untuk tidak berpikir yang buruk-buruk dulu atau energi kita akan habis sebelum 'pertarungan sebenarnya'.

Choi Yuna: Aku tidak bisa berhenti berpikir yang buruk-buruk. Entahlah, apakah peraturan khusus 3-E yang sebetulnya mengganggu pikiranku?

Jung Jaehyun: Bukankah setelah hari pertama, kita sudah berusaha untuk menyesuaikan diri dengan ikatan peraturan? Seandainya ada seseorang yang akhirnya menjadi 'korban' (aku tidak mengharapkannya, tentu saja), mau tidak mau kita pun harus menyesuaikan diri dengan kondisi itu.

Tunggu.

Choi Yuna: Apa kamu juga berpikir kalau ada beberapa orang di kelas kita yang tidak akan bertahan sampai suneung?

Jung Jaehyun: Ini akan menyakitimu, tetapi ya, ada, menilai kondisi mereka saat ini.

Yuna menelan ludah, dadanya mendadak ngilu, dan dengan gugup, ia bertanya 'mengapa kamu begitu yakin lima belas orang ini tidak akan bertahan hingga akhir?' alih-alih menekankan pada kepala-kepala yang menurut Jaehyun bakal terpenggal.

Jung Jaehyun: Sebenci apa pun aku dengan ide bahwa kita berkompetisi sangat ketat di kelas ini, itulah yang terjadi. Kita berdua berusaha sebisa mungkin untuk menjaga komposisi kelas seperti ini, tetapi kita tidak akan selalu mampu mengendalikan keadaan ketika kita juga dikejar target, Yuna.

Jung Jaehyun: Aku berharap yang terbaik untuk semua anggota kelas ini bukan berarti aku menyingkirkan kemungkinan terburuk. Sekarang tinggal bagaimana kau menyikapi kemungkinan terburuk itu.

Choi Yuna: Kita bisa menyingkirkan kemungkinan itu jika kita berusaha sangat keras, bukan?

Yuna menimbang-nimbang apa yang harus ia tambahkan di belakang tanda tanya, tetapi ujungnya, ia hanya menyertakan emotikon tersenyum lebar, sekadar supaya Jaehyun mengetahui bahwa dia tidak mendesak sang ketua kelas untuk menyetujui pendapatnya. Kendati demikian, Yuna sebenarnya merasa sesak. Ia sungguh tidak ingin kelas 3-E berubah karena pergantian anggotanya bisa berarti kehancuran masa depan salah satu, dua, atau lebih siswa yang menjadi 'mantan elitis akademik' Seoul Global High. Di sisi lain, Yuna sadar bahwa keinginannya barangkali terlalu muluk; bagaimana cita-cita itu dapat terwujud jika mendekati Sujeong saja, ia tidak berhasil?

Jung Jaehyun: Kamu sangat idealis, tetapi dunia nyata tidak bisa berputar terus-menerus seperti mau kita.

Aku tahu, Yuna mendesah keras. Pembicaraan soal realistis-idealis ini membawa Yuna pada satu percakapan menyebalkan bersama Mingyu tentang Eunbi. Urung mengetik balasan, Yuna mengunci ponsel sebelum merebahkan tubuh ke ranjang.

Kata-kata Jaehyun biasanya menenangkan, mengapa kali ini malah meresahkan?

***

"Yuna, ada telepon!"

Gadis bersurai sepinggang yang tengah mencuci piring di dapur berpaling ke arah ruang tengah. "Siapa, Eomma?"

"Dari sekolah. Penting! Cepat kemari!"

Hah? Dari sekolah? Untuk apa sekolah meneleponku di hari Minggu?, cemas Yuna sembari mengeringkan tangannya dengan waslap yang tergantung dekat rak piring. Ia sedikit gemetar ketika menempelkan gagang telepon ke telinga.

"Halo?"

"Choi Yuna," Suara dingin ini—Guru Jang, "datanglah ke sekolah pukul tiga sore ini dan langsung masuk ke kelasmu. Tepat jam tiga lebih lima belas, aku akan memberikan pengumuman mengenai hasil evaluasi bulanan."

"Maaf?" Frase 'evaluasi bulanan' seakan menyetel ulang pemahaman Yuna terhadap seluruh perkataan gurunya. "Bulan lalu tidak ada pengumuman seperti ini. Ada apa dengan hasil evaluasi kami, Ssaem?"

"Semuanya akan dijelaskan pada pukul tiga lima belas sore ini. Kau boleh menunjuk seorang temanmu dari 3-E untuk mewakili jika kau berhalangan hadir, tetapi kau akan kehilangan kesempatan untuk menerima informasi penting mendahului anggota kelasmu yang lain. Kau bisa datang?"

Jantung Yuna bergemuruh luar biasa ketika ia menjawab ya. Guru Jang sekali lagi mengonfirmasi kehadirannya sebelum memutus panggilan—dan Yuna memegangi dadanya saat meletakkan gagang telepon.

Ada apa ini? Mengapa aku dipanggil? Aku mengerjakan soal ujian kemarin tanpa ragu-ragu, tetapi mungkinkah ....

Yuna menggeleng-geleng cepat, tidak ingin membayangkan yang buruk-buruk karena mengkhayalkan malapetaka dapat membuatnya nyata. Meskipun begitu, tatkala berganti pakaian sebelum berangkat ke sekolah (ibunya mengira ia melindur, tetapi raut serius Yuna meyakinkan Nyonya Choi bahwa anaknya tidak sedang bercanda), dalam pikirannya terngiang pesan Jaehyun malam kemarin.

Aku berharap yang terbaik untuk semua anggota kelas ini bukan berarti aku menyingkirkan kemungkinan terburuk.

Lampu kecil di sudut bawah ponsel Yuna menyala hijau bersamaan dengan tampilnya notifikasi pada aplikasi pesan. Nama Jaehyun membuat Yuna agak malas membuka kunci ponsel untuk membaca pesannya, tetapi karena sungkan sendiri, ia tetap mengusap layar ponselnya sesuai pola gembok.

Jung Jaehyun: Apa kau juga ditelepon Guru Jang?

Asumsi Yuna—bahwa siswa yang dihubungi Guru Jang adalah mereka yang akan pindah kelas—terpatahkan berkat pertanyaan Jaehyun ini. 'Juga' berarti Jaehyun menerima panggilan yang sama dengan Yuna, tetapi peluang sang siswa teladan untuk keluar dari 3-E hanya nol koma nol sekian.

Choi Yuna: Iya, beliau memintaku ke sekolah pukul tiga sore ini.

Jung Jaehyun: Aku juga diminta untuk datang. Mau berangkat bersama? Tapi pakai sepeda seperti waktu ke rumah Seokmin.

Jaehyun jarang memasang emotikon, apalagi stiker, makanya Yuna spontan tersenyum begitu stiker kucing manis dengan tanda tanya besar di atas kepala muncul pada kolom obrolan Jaehyun. Mereka tidak blak-blakan menyatakan perang, tetapi adu argumen Sabtu malam tidak ditutup dengan damai menurut Yuna dan stiker kucing itu mirip gencatan senjata tersirat.

Choi Yuna: Boleh ^^ Aku kaget Jaehyun punya stiker begini.

Jung Jaehyun: Aku juga punya yang ini.

Tak lama kemudian, stiker anak ayam yang kepalanya dikelilingi bintang-bintang berputar terkirim. Yuna terkekeh, membalas stiker dengan stiker plus alamat rumahnya, tidak melepaskan pandangan dari monitor ponsel bahkan saat menuruni tangga. Nyonya Choi heran putrinya malah duduk di sofa ruang tamu sambil mengirim pesan pada pukul dua dua delapan, bukannya langsung ke halte bus.

"Aku dijemput teman, jadi aku menunggu dulu," jelas Yuna. Nyonya Choi manggut-manggut, lantas mengintip jendela obrolan sang anak.

"Siapa Jung Jaehyun? Kok kamu kirim pesannya sambil senyum-senyum? Wah, dia tampan juga; itu foto asli?"

"Eomma!" Yuna buru-buru menyimpan ponselnya ke kantung celana. "I-Itu tadi ketua kelasku, yang bulan lalu mengantarku berkeliling mencari rumah baru Seokmin. Dia juga diminta datang hari ini."

"O, astaga! Jadi ketua kelasmu itu laki-laki seperti dugaan Eomma? Ya ampun, untunglah anak Eomma laku lagi biarpun belajar terus!!!" Nyonya Choi mengusak rambut putrinya, memancing protes Yuna yang bergegas mencari sisir. "Begitu, dong, Sayang, jangan stres sama kelasmu, oke? Eomma tidak melarangmu cari pacar, kok."

"Apa, sih? Mana ada pacar-pacaran, sudah mau suneung juga."

"Masa mudamu lebih penting ketimbang suneung, tahu." Hidung Yuna disentil. "Eomma mau melanjutkan pekerjaanmu dulu cuci piring; kalau si ganteng sudah datang, jangan lupa panggil."

"Iya, iya, sudah sana." Yuna mendorong ibunya yang cekikikan ke dapur agar ia dapat segera membaca pesan Jaehyun lagi.

Jung Jaehyun: Sudah tidak tegang?

Choi Yuna: Aku memang tidak tegang sejak awal.

Jelas sekali bohongnya. Jaehyun macam cenayang saja, tetapi Yuna tidak terlalu keberatan sebab Jaehyun kembali dengan sifat menyenangkannya, menggagalkan aksi abai Yuna, terlebih ketika dering bel sepedanya terdengar dari luar pagar.

"Jadi teringat masa SMA, waktu kencan naik sepeda."

Tuhan, Yuna bisa merasakan wajahnya panas gara-gara komentar ibunya. Ia bergeser tidak nyaman di sadel penumpang.

"Kami berangkat, Eomma, nanti k-keburu telat."

"Oke. Hati-hati di jalan. Jung Jaehyun-goon, titip Yuna, ya."

Apa sih titip-titip?!

Yuna sejenak berharap Jaehyun adalah pemuda tidak sopan agar Nyonya Choi tidak memperoleh respons yang diingini, tetapi mustahil sang pangeran tidak menyuguhkan lesung pipit legendarisnya itu pada orang yang sudah beramah-tamah.

"Siap. Kami permisi dulu."

Satu erangan baru bisa Yuna loloskan usai melewati satu belokan. Jaehyun tertawa di depan. "Ibunya Yuna bersemangat sekali, ya."

"Kelewat bersemangat juga tidak bagus. Aaah, malu sekali!!!"

"Tidak apa-apa. Setidaknya, beliau bukan tipe orang tua yang membuat anaknya tambah sakit kepala setelah evaluasi bulanan."

Benar. Yuna beruntung memiliki orang tua yang sangat suportif dengan lapang visi yang tak terpatok pada nilai semata; stereotip orang tua yang putra-putrinya masuk 3-E justru sebaliknya.

Ah, jadi kepikiran lagi soal pengumuman evaluasi. Apakah pengumuman kali ini akan mengecewakan beberapa orang tua?

"Kira-kira apa yang akan disampaikan Guru Jang nanti, ya?"

Meski sudah bicara lumayan keras, cuma semilir angin yang menjawab Yuna.

"Jaehyun?"

"O, maaf. Aku bukannya tidak mendengarmu, tetapi sedang mencari jawaban yang cukup membuatmu nyaman. Yang kemarin malam, aku sangat menyesal."

Seketika Yuna paham ini mengarah ke mana. Sesungguhnya setelah gadis itu pikirkan lagi, ialah yang kekanakan dan cenderung menolak kenyataan, maka ia berbalik minta maaf pada si kapten kelas.

"Jika memang itu sesuatu yang tak terhindarkan, baiknya aku—cepat atau lambat—mempersiapkan diri untuk menghadapinya."

Dari punggung Jaehyun, Yuna bisa merasakan satu napas dihela panjang.

"Aku seharusnya tidak mematahkan harapanmu."

"Ini bukan salah Jaehyun!" sahut Yuna. "Malah, aku berterima kasih .... Kalau Jaehyun tidak membalasku seperti tadi malam, mungkin aku selamanya akan bermimpi ketinggian. Nyatanya, usahaku juga begini-begini terus."

"Jangan berkata begitu, Yuna. Dari seluruh sifatmu, aku sangat menyukai bagaimana kamu menganggap semua orang di kelas kita berharga. Harapanmu, juga ketakutanmu selama ini, selalu berpusar pada mereka—tidak, kita semua, bukan? Sekecil-kecilnya perbuatanmu, tak peduli bagaimana hasilnya, adalah untuk kita di 3-E, sedangkan aku—"

"Tapi Jaehyun menguatkanku, itu cukup." Genggaman Yuna mengerat di sekitar pinggang pemuda yang memboncengnya. "Kamu tidak mengeluh untuk semua tugas hukuman itu, tidak menyalahkan siapa pun atas berkurangnya poinmu, dan menjadi penengah yang berani jika konflik mulai muncul di kelas. Karena ada Jaehyun, aku tidak merasa kesepian ataupun terbebani."

Berputarnya roda sepeda begitu sunyi hingga Yuna dan Jaehyun memasuki jalur pohon sakura dekat sekolah mereka.

"Jika mungkin, suatu hari, aku ingin kita bisa mengayuh di bawah bunga-bunga ceri ini tanpa tekanan pengurus kelas, peringkat, atau evaluasi bulanan."

Yuna mengangguk. "Seperti kencan yang dibilang Eomma, ya?" candanya tanpa pikir panjang.

"Iya—tidak, maksudku, kita berlima belas. Kita tidak b-bisa kencan beramai-ramai, Yuna."

Eh, barusan itu ... Jaehyun tergagap? Dari belakang, yang terlihat hanya daun telinga Jaehyun yang memerah dan Yuna mengerjap tak percaya.

Aduh, Choi Yuna, tidak usah pakai acara berdebar-debar segala!

Seoul Global High melarang kegiatan ekstrakurikuler apa pun untuk beraktivitas di hari Minggu, karenanya koridor-koridor sekolah kosong melompong. Pintu rahasia menuju kelas 3-E terbuka 'dengan sangat cerobohnya', mengutip ucapan Yuna: siswa-siswa yang penasaran akan kelas unggulan sekolah dan cukup rajin untuk memata-matai 3-E di akhir pekan pasti dapat menyelinap masuk. Bagusnya, rutinitas sekolah cukup menyita waktu bersantai mereka, sehingga seringnya, para siswa akan sungguh-sungguh 'berpesta' pada Sabtu dan Minggu. Jaehyun dan Yuna menutup pintu itu kembali setelah melaluinya, lalu menapaki tangga menuju kelas mereka.

Yang pertama tertangkap oleh retina Yuna kala membuka pintu ruangan adalah Guru Jang. Pria itu kontan berpaling pada Jaehyun dan Yuna begitu mereka membuka pintu. Pastilah kami yang terakhir tiba, tebak Yuna selagi melirik jam dinding.

Pukul tiga lebih sebelas menit.

Akibat kebiasaan, usai memberi salam dan permohonan maaf atas keterlambatan mereka, Jaehyun dan Yuna berbalik untuk duduk di bangku mereka, nomor satu dan dua. Saat itulah, mereka mendapati sosok mengintimidasi Kepala Sekolah Park. Serentak para pengurus kelas 3-E membungkuk hormat pada perempuan paruh baya yang tersenyum pada mereka.

(Di balik senyum itu, ada petaka, Yuna tahu. Keberadaan Kepala Sekolah Park di kelas mustahil berasosiasi dengan hal baik.)

Hal berikutnya yang Yuna dapati adalah empat siswa lain, dua dari mereka adalah Sujeong dan Minghao yang masing-masing duduk di bangku nomor enam dan tujuh. Sujeong berusaha menyembunyikan wajahnya dari semua orang di ruangan, tetapi Yuna bisa melihat kerut kening dan pipi becek teman sekelasnya itu. Minghao tampak lumayan lesu pula, kendati ia masih mampu mengulas senyum tipis. Satu siswi bertubuh ramping yang tak Yuna kenal menempati bangku Seokmin; tanpa sengaja mereka bertemu pandang dan Yuna refleks membungkuk sebagai sapaan sopan. Gadis itu membalas dengan menganggukkan kepala, begitu juga pemuda bergaris wajah unik di kursi Chaeyeon.

Tidak ada teguran mengenai posisi duduk berdasarkan peringkat? Menarik.

"Waktuku tiga menit. Tak mengapa, pesanku pendek saja." Kepala Sekolah Park maju ke barisan dewan guru. "Lima belas siswa dari beragam latar belakang memperoleh bangku di 3-E dan terikat oleh serangkaian peraturan. Mereka melalui evaluasi bulanan pertama dengan baik, tetapi aku curiga, apakah mereka lupa bahwa sistem skoring kami tidak berhenti sampai di situ?"

Lucu, denyut jantung Yuna beresonansi di leher.

"Tujuh tahun sejak sistem 3-E diubah, kalian merupakan angkatan yang paling cepat mengalami ... turbulensi." Yuna tidak menyukai pilihan kata itu. "Bulan keempat dan kelima adalah bulan-bulan kritis untuk angkatan-angkatan sebelumnya, jadi aku langsung membenahi letak kacamataku begitu menerima laporan uji coba bulan ini. Evaluasi kedua dan aku melihat pergerakan yang mungkin di luar lingkup 3-E tak bermakna, tetapi bagiku—dan kalian—cukup signifikan. Apa yang melatarbelakangi hal ini memancing keingintahuanku. Apakah hasil penjaringan pertama merupakan kebetulan belaka atau memang peringkat mereka sebanding dengan kemampuan?"

Semakin terang. Jemari tangan Yuna bertaut di bawah meja.

"Semula, kami hanya mewajibkan siswa-siswi terkait untuk hadir, lalu atas masukan Guru Jang, para pengurus kelas 3-E yang terhormat, Jung Jaehyun dan Choi Yuna, juga kami undang kemari. Alasannya? Satu, untuk mengingatkan bahwa aturan kami terus berjalan dan kalian, sebagai perpanjangan mata kami, harus bekerja lebih baik lagi bulan depan. Dua, untuk menegaskan bahwa pengurus kelas memiliki peluang yang lebih besar untuk diberhentikan dibanding siswa 3-E lainnya dan itu bukan omong kosong. Tiga, kalian berhak mengetahui perubahan pada tubuh 3-E sebelum yang lain sebagai pemimpin kelas.

"Aku ingin pesan ini kalian teruskan pada anggota 3-E sesegera mungkin. Ikatan aturan kami dibuat untuk kebaikan kalian sendiri, maka tolong, pahami dan perjuangkanlah kursi kalian."

"Kepala Sekolah Park, kami tidak hidup cuma untuk mempertahankan kursi di masa yang akan datang."

Terbelalak, Yuna menoleh cepat pada Jaehyun yang—untuk pertama kalinya—melawan.

"Anda membangun batas yang tidak mewakili gambaran kompetisi di dunia kami kelak. Anda menciptakan keadaan serba menghimpit yang pastinya akan kami alami pada satu titik, tetapi himpitan tanpa kesempatan jelas tidak masuk akal, tidak nyata. Kami bukan objek yang harus sepenuhnya di bawah kendali agar uji coba yang Anda lakukan minim perancu. Menurut saya, hasil evaluasi bulan ini justru menunjukkan kelemahan desain eksperimen yang Anda lakukan sebab kami tidak diberi ruang bergerak yang cukup untuk mengoptimalkan potensi."

Jaehyun mengembuskan napas perlahan, sekali, dua kali, selagi keringat dingin menitiki sebelah dalam telapak tangan Yuna.

Kau menyimpannya sekian lama, Jaehyun-ah. Setenang apa pun kamu, di bawah sana ada sesuatu yang hampir meledak, kan? Aku merasakannya juga ....

"Kau berpikir opini rapimu dapat mengubah sesuatu, Jung Jaehyun-goon?"

Kepala Sekolah Park cuma menaikkan alis; itu tadi Guru Jang yang angkat suara.

"Tidak, Ssaem," –tapi ucapan ini nihil nada menyerah—"karena kami masih menunggu. Jika sistem ini tidak berubah, kami bisa membuat ruang gerak sendiri dan itulah waktunya kami mengubah sesuatu."

Bagaimana Jaehyun mengesankan kepastian pada sesuatu yang Yuna ragukan sebetulnya agak mengerikan. 'Membuat ruang gerak sendiri'? Caranya? Gertak sambal atau taktik rahasia Jaehyun-kah ini? Segalanya mengabur dalam ruang kelas hingga Guru Jang menampilkan satu salindia.

"Ruang gerak yang kaurencanakan itu semoga tidak menjadikan namamu berada di bawah angka lima belas, Peringkat Dua-ssi."

Dari semua yang samar, ada hal yang terdefinisi baik, amat baik, dalam tabel peringkat pada salindia yang ditayangkan. Dua kolom, dua puluh satu baris, dan Yuna mual.

"Ryu Sujeong, Xu Minghao, mulai besok, kalian akan belajar masing-masing di kelas 3-A dan 3-B. Kalian memiliki waktu satu bulan untuk merebut kursi kalian kembali. Kim Jiho, Jacob Bae, selamat datang dan selamat berjuang di kelas baru kalian, 3-E."

***

Hasil Evaluasi Akhir Tingkat 3 Seoul Global High

April 2015

1. Jung Chaeyeon

2. Jung Jaehyun

3. Choi Yuna

4. Lee Seokmin

5. Goo Junhoe

6. Kim Mingyu

7. Xu Yiyang

8. Lalisa Manoban

9. Wang Yibo

10. Myoui Mina

11. Jeon Jungkook

12. Kunpimook Bhuwakul

13. Kim Jiho

14. Dong Sicheng

15. Jacob Bae

16. Xu Minghao

17. Ryu Sujeong

18. Cha Eunwoo

19. Kim Younghoon

20. Nam Dawon

___________________________________________________________

featuring OMG Jiho and THE BOYZ Jacob everyone! Hehe. maaf lama banget nunggu yg muncul cuma dua chapter -.- 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top