Part 25 - Cornered in Tragedy
Felicia baru saja melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelas saat seseorang menyebut namanya dan menghentikan langkahnya.
"Fel!," panggil Bianca yang sedang berdiri di depan ruang kelas dimana Felicia baru menyelesaikan kuliah paginya.
Kelihatannya gadis itu sudah menunggu semenjak tadi untuk bertemu Felicia.
"Bianca? Kenapa lo ada di sini?" tanya Felicia bingung sambil menghampirinya.
"Hmm," kata Bianca kelihatan bingung memulai kata-katanya, "Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
"Ada apa?"
Bianca menariknya ke tempat yang lebih sepi walau tidak terlalu jauh dari sana. Kemudian dia mengajak Felicia duduk pada kursi-kursi yang berjejer di sana dan menjadi tempat umum bagi mahasiswa untuk menunggu kelas selanjutnya.
"Gue mau minta maaf, Fel," kata Bianca merasa bersalah, "Kejadian kemarin.. itu karena gue."
"Maksudnya?" tanya Felicia tidak paham, "kejadian kemarin?"
Bianca mengangguk, "Gue yang bilang Aldrich kalo ada temen cowok lo yang dateng. Gue cuma mau buat Aldrich cemburu dan nyesel setelah apa yang dia lakukan ke lo. Gue nggak nyangka dia malah akan pukul temen lo dan bikin keributan kayak gitu."
Sebenarnya Felicia sudah menduga bahwa Bianca yang memberitahu Aldrich dan membuat Aldrich membuat keributan seperti kemarin sore. Namun tidak mungkin dia marah kepada gadis itu hanya karena hal tersebut. Bianca tidak salah sama sekali dalam hal ini, Felicia tahu hal itu.
"Nggak papa kok, Bi. Ini bukan salah lo, jadi lo nggak perlu minta maaf." kata Felicia memberikan senyumannya.
Bianca membalas senyuman itu dengan ringisan tanda lega, "Thanks God! Gue takut lo marah," Bianca memeluk sahabatnya itu erat.
Felicia tertawa melihat kelakuan gadis itu, "Kenapa juga gue harus marah sama lo?"
"Habisnya kan lo minta gue nggak melakukan apa-apa," kata Bianca sambil mencibirkan bibirnya, "Tapi gue nggak tahan kalo nggak melakukan sesuatu kemarin. Gue gregetan denger cerita lo kemarin."
"Iya, iya, gue ngerti kok!" kata Felicia membalas dengan senyuman.
"Hmm," Bianca kelihatan berpikir sebelum kembali menambahkan, "Tapi gue boleh ngomong sesuatu nggak Fel?"
Felicia menunggu sambil menaikkan alisnya dengan penasaran.
"Kemarin habis lo pergi ninggalin kita, Aldrich merana banget. Sebenernya gue kesel sih sama dia, tapi begitu ngelihat gimana depresinya dia waktu lo marah sama dia, gue jadi nggak tega juga." jelas Bianca.
Felicia hanya terdiam mendengarkan. Mau tidak mau dia memikirkan bagaimana perasaan Aldrich atas perlakuannya kemarin. Mungkin dia terlalu kasar terhadap lelaki itu.
"Gue udah kenal Aldrich sejak gue pacaran sama Jonathan, dan gue belum pernah lihat dia kayak kemarin Fel. Dia nggak pernah sesedih itu pisah sama pacarnya." kata Bianca melanjutkan, "Jonathan sama Andreas aja sampe nggak berani ninggalin dia sendirian kemarin malem."
"Tapi dia nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Felicia tetap berusaha menyembunyikan kecemasannya.
"Nggak papa kok, mereka cuma di rumah Jonathan aja semaleman." terang Bianca yang membuat Felicia sedikit merasa lega.
"Lo nggak mau bicara baik-baik lagi sama Aldrich, Fel? Siapa tahu dia berubah pikiran? Gue rasa dia akan mempertimbangkan ulang kok ngelihat gimana dia takut kehilangan lo."
Felicia memberikan senyumnya sebelum berbicara kepada Bianca "Gue juga rencananya mau ngomong sama dia kok, Bi.."
Namun belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, beberapa perempuan berdiri di hadapan mereka dan menghentikan kalimat yang keluar dari mulut Felicia.
Mereka berdua memandang kerumunan berjumlah lima orang perempuan yang mengelilingi mereka. Felicia dan Bianca mengenali salah satu di antaranya.
"Kita mau bicara sama lo, Felicia," kata Selomita memamerkan giginya tersenyum licik kepada Felicia. Kedua lengannya terlipat di depan dada, sama seperti yang dilakukan para perempuan lainnya yang berkumpul di sana.
***
Sedikit banyak Felicia merasa takut. Kumpulan perempuan yang memiliki rata-rata tinggi di atasnya dan kelihatan galak dengan make-up tebal menghiasi masing-masing wajah cantik mereka itu mengelilinginya dengan pandangan tidak bersahabat.
Dan terlebih lagi Selomita berada di sana, bersikap seolah-olah dialah pemimpin dari kumpulan wanita itu.
Selomita selalu membuat Felicia merasa takut saat berhadapan dengannya. Entah karena perawakannya yang lebih tinggi, caranya memandang rendah ataupun perlakuannya setiap kali dia berhadapan dengan perempuan cantik itu, termasuk kelakuan Selomita saat dia menyiramnya sewaktu Felicia pertama kali berpacaran dengan Aldrich.
Felicia memang pernah bercerita kepada Bianca sebelumnya bahwa dia mengenal Selomita pertama kali karena Selomita pernah melabraknya saat seluruh kampus baru tahu bahwa Felicia adalah pacar baru Aldrich. Baru belakangan dia tahu Selomita adalah mantan pacar Aldrich.
Walau Bianca pernah menyuruhnya melaporkan perlakukan Selomita, toh pada akhirnya dia tidak berminat memperpanjang hal tersebut. Mau tidak mau dia telah mencoba menempatkan dirinya untuk berada di posisi Selomita yang harus melihat lelaki yang disukainya bersama dengan perempuan lain.
Meskipun hal tersebut tidak mengurangi rasa takutnya berhadapan dengan Selomita saat ini. Berada di antara kerumunan ini dengan Bianca yang terus menggedor keras pintu besi dari balik tempat mereka berada membuat Felicia cukup panik.
Selomita dan gerombolannya memang menarik paksa dirinya menuju tangga darurat. Dua orang di antaranya menahan pintu besi supaya Bianca atau siapapun tidak akan mengganggu mereka.
"Heh, pengecut! Jangan beraninya ngebuli doang! Biarin gue masuk! Lima lawan satu itu pengecut tau!" Bianca terus berteriak dari balik pintu tanpa digubris satupun dari mereka.
"Jadi," Selomita berjalan maju selangkah menuju ke arah Felicia membuat Felicia mundur karena takut, "gue denger kemarin ada yang buat drama di depan kampus karena diperebutkan dua cowok." Bibirnya tersenyum walau wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kebahagiaan, melainkan hanya rasa benci dan iri.
Salah satu dari mereka yang berambut ikal panjang juga ikut maju sejajar dengan Selomita. Dia mendorong pundak Felicia sehingga membuat gadis itu semakin terdorong ke belakang, "Jangan sok kecantikan deh. Udah jadi cewek Aldrich, masih berani-beraninya lo jalan sama cowok lain. Lo kira lo tuh siapa? Berani-beraninya ngeduain Aldrich."
Felicia memang takut. Tapi dia tidak pernah bisa berdiam diri saat seseorang mengatakan hal yang tidak benar tentang dirinya.
"Gue nggak ngeduain Aldrich. Teddy itu temen gue," katanya menjawab.
Selomita menampar gadis itu melampiaskan rasa kesalnya. Matanya melotot marah karena Felicia masih berani menjawab mereka, "Nggak usah berkilah! Semua orang di kampus udah tahu kalo lo ngeduain Aldrich, B*tch! Lo pikir lo itu siapa, hah?!"
Rasa perih di pipinya membuat Felicia ingin menangis, tapi dia bertahan. Dia tidak ingin terlihat lemah di antara orang-orang ini dan membuat mereka semakin merasa senang dan menang.
Dan bahkan bungkamnya Felicia untuk menahan sakit tamparan itu sudah membuat Selomita dan kawanannya merasa menang.
Dengan suara yang lebih tenang, Selomita melanjutkan bicaranya, "Lo kira karena Aldrich mau sama lo, dia cinta mati sama lo, hah? Lo tuh cuma satu dari puluhan petualangan dia, lo kira karena dia mau lo ajak tunangan, lo setingkat lebih tinggi dari pacar-pacar dia yang lainnya?"
"Gue nggak tahu apa kartu mati Aldrich yang lo pegang, tapi kalo cuma karena lo pernah tidur sama Aldrich lo kira lo udah dapetin dia, lo salah besar!" Selomita masih melanjutkan bicaranya dengan tenang dan penuh kemenangan.
Felicia yang sedari tadi hanya menunduk kini mengangkat wajahnya dan memandang perempuan dihadapannya itu sambil membelalakan matanya.
"Kenapa? Lo kira cuma lo satu-satu cewek yang pernah tidur sama dia?" kata Selomita menyeringai, "Masa lo beneran kira lo itu cewek pertama yang pernah tidur sama dia?" Selomita tergelak meremehkan.
Felicia tidak pernah menganggap dirinya adalah perempuan pertama seorang Aldrich Shah. Dia sangat yakin bahwa pria seperti Aldrich tidak mungkin belum pernah melakukan hubungan dengan perempuan lain sebelum dengannya. Dia sangat sadar akan hal tersebut, namun mendengar hal itu keluar dari perempuan lain, apalagi mantan pacar Aldrich, tetap saja membuat hatinya sakit.
"Cowok brengsek kayak Aldrich itu nggak mungkin bisa berhenti jadi brengsek cuma karena ketemu sama lo, princess!" ejek Selomita menambahkan, "Once a jerk, he will always be a jerk!"
"Aldrich nggak brengsek!" Felicia akhirnya bersuara lantang untuk pertama kalinya. Dari seluruh kata-kata yang diucapkan Selomita yang terus berusaha menyakiti dan memancing emosinya, hanya kata-kata ini yang berhasil membuat hatinya memanas. Dia memang tidak pernah suka saat orang lain mengatakan sesuatu yang buruk tentang Aldrichnya.
Selomita mendengus sambil menyunggingkan senyum sinisnya, "Nggak brengsek?" Ulangnya, "Lo ini polos apa tolol sih? Pantes aja Aldrich mau tunangan sama lo, karena cuma lo yang bisa dibego-begoin sama dia dan masih tetep nggak tahu apa-apa."
Kawanan Selomita yang lain menanggapi dengan tawa nyaring mereka yang ditujukan kepada Felicia.
Selomita melanjutkan kata-katanya dengan nada datar dan dibuat-buat, "Aldrich itu nggak ada bedanya sama cowok lain. Kayak kucing dikasih ikan, dia nggak akan nolak. Lo masih nganggep Aldrich nggak brengsek?"
Selomita khusus mengulang dan menekankan setiap kalimatnya untuk membuat gadis itu semakin marah, karena dia akhirnya tahu sesuatu yang membuat Felicia menanggapinya setelah semua usahanya membuat gadis itu bereaksi lebih. "Aldrich itu nggak lebih dari cowok brengsek yang suka mainin cewek, dan lo nggak lebih dari salah satunya aja."
Felicia berusaha membuat suaranya terdengar tenang walau hatinya masih kesal atas kata apapun yang keluar dari mulut Selomita.
"Kalo lo bener berpikiran kayak gitu, lo nggak mungkin akan berharap Aldrich balik sama lo seperti yang waktu itu pernah lo lakukan di pesta ulang tahun lo. Lo masih berharap Aldrich balik sama lo karena lo berpikiran dia seseorang yang pantas untuk lo pertahankan kan?"
Setiap kata meluncur dari bibirnya dengan tenang dan lancar. Dan itu berhasil membuat wajah Selomita memerah karena malu dan marah.
"Nggak usah sok tau lo, cewek murahan!" Selomita menarik rambut gadis itu dan menggoncang-goncangkannya kasar.
Felicia merintih kesakitan sambil berusaha melepaskan diri. Kekacauan terjadi dan perempuan lain yang berada di sana pun ikut panik. Sebagian berusaha membantu Selomita dan sebagian lain berusaha melerai karena menganggap apa yang sedang terjadi sekarang sudah terlalu berlebihan.
Selomita mendorong Felicia kuat-kuat dan seketika membuat Felicia kehilangan keseimbangan. Dia merasa kakinya melayang sepersekian detik sebelum menemukan pijakan yang malah membuatnya oleng dan terpeleset.
Felicia merasakan tubuhnya terbentur dengan setiap bagian anak tangga. Dia sempat mendengar jeritan beberapa perempuan yang mengerumuninya tadi sekaligus rasa sakit yang sangat di seluruh tubuhnya sebelum kesadarannya hilang seluruhnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top