06. Menggunakannya

“Sialan! Ada berapa banyak golem-golem yang bisa kau keluarkan, sih?!” geram Arsen pada sosok yang menjadi musuhnya itu.

Alzhe menatap barisan kalimat di sana dengan wajah yang tak terdefinisi sama sekali. Kalau kau bertanya bagaimana perasaan Alzhe saat ini, jawabannya hanya satu.

Dia kesal sekali.

Pria itu tampak menggeram. Jujur saja, dia kurang suka kalau ceritanya diubah seenaknya begini! Ini namanya pelanggaran hak cipta, tahu!

Andai dia sedang dirumah, mungkin dia akan segera meng-uninstall program Word-nya sejenak, lalu meng-install-nya lagi. Tapi saat ini dia sedang ada di dimensi lain, dan notebooknya bahkan tidak bisa bekerja untuk membuka program lainnya. Alzhe mengembuskan napasnya dengan kasar.

Sabar … sabar. Dia harus sabar. Dia pemilik kisah ini, sudah seharusnya dunia ini mematuhinya dan bukan sebaliknya. Masalahnya, sudah berkali-kali dia mencoba menghapus kata, tapi seolah-olah error dan berujung gagal. Alzhe jadi kesal setengah mati rasanya.

“Mari berpikir keluar dari kotak realistis, Alzhe. Percuma kalau kau mencoba realistis di dunia penuh misteri ini, lebih tidak nyambung lagi, bukan?” gumamnya pada diri sendiri.

Lelaki itu mencoba membuang jauh-jauh perasaan murka yang ada di dalam hatinya. Untuk saat ini, setidaknya bertahan hidup di dunia ini saja sudah sangat bagus, meski sebenarnya dia merasa Everyn takkan langsung membuangnya, sih.

Mari berjaga-jaga saja, andai gadis berdarah panas itu kesal padanya, lalu melemparnya ke jalanan, mungkin dia sudah harus mulai mencari pekerjaan di dunia ini.

Alzhe memang paling pandai kalau berhubungan dengan overthinking.

Meski dia menamai sikap cemasnya sebagai skill bertahan hidup.

Mata hijau itu kembali fokus kepada kisah yang tertulis sendiri di notebooknya. Lagi-lagi terketik sendiri, padahal jari Alzhe bahkan tidak bergerak sedikitpun.

Dia mulai memahami,  jika tulisannya bergerak sendiri, itu artinya karakternya telah bertindak yang secara tidak langsung, menulis takdirnya sendiri. Kalau begitu, untuk apa keberadaannya disini, coba? Kalau memang mereka mau menulis sendiri, tak perlu sampai menyeretnya kemari, bukan?

Noir, nama pria berjubah itu terlihat menyeringai puas melihat Arsen tampak memaki golem ketiganya muncul secara mendadak dan mencoba menghancurkan tengkoraknya.

Arsen menggulingkan badannya, menghindari pukulan Golem tersebut, sesekali meringis karena rasa nyeri tulang rusuknya yang sepertinya patah. Baru saja pria itu mencoba berdiri, pukulan golem tersebut melayang dengan cepat, mendekati kepala Arsen yang terlambat menghindarinya—

Kalau saja lapisan tipis namun keras mendadak muncul dan melindungi kepala Arsen.

“Hoi, jangan lengah, Arsen bodoh! Kau mau mati, ya?!” pekik Everyn pada Arsen yang tak jauh darinya.

“Tentu saja tidak.” Jawab Arsen singkat sebelum akhirnya kembali terfokus pada musuh.

Everyn menggerutu pelan. Untungnya dia sadar kalau Arsen terlalu banyak berpikir, sehingga membuat tameng tipis dengan sihir pun masih sempat. Gadis itu segera kembali fokus pada pertarungannya sendiri, meski sesekali matanya harus tetap memantau Arsen.

Mungkin pria itu memang terlihat sempurna, tapi terkadang kalau sudah mulai menganalisis, kewaspadaannya menjadi berkurang 20%.

Gadis itu berkali-kali menghantam kaki-kaki golem tersebut, seharusnya sudah hancur, karena Everyn tidak main-main saat melepaskan 100% tenaganya untuk menghancurkan golem raksasa tersebut.

Namun secara ajaib, kaki itu kembali utuh, bahkan membalas kembali serangan Everyn,  membuat gadis itu terpental, dan menabrak dinding di belakangnya. Gadis itu meringis pelan.

“Sial, kelemahannya apa sih?” rutuk Everyn sebal.

Alzhe sedikit panik. Kalau begini ceritanya, Arsen ataupun Everyn akan mati sebelum masuk ke bagian yang seru!

Pria itu berulang kali menekan tombol delete pada keyboard, sampai rasanya dia gatal ingin membanting notebooknya.

Disaat yang sama, Arsen berusaha menembak kepala Noir dengan panah listriknya, tetapi tetap saja kalah cepat dengan hadangan Golem yang berusaha melindungi tuan mereka. Arsen menggertakkan giginya gemas.

Tubuh Arsen lagi-lagi terbanting, membuat pria itu terbatuk darah. Tubuhnya hampir tak bisa bergerak lagi.

‘Sudah diambang batas, kah…?’ batin Arsen sambil tersenyum tipis.

“ARSEN!”

Melihat tubuh Arsen yang tak lagi bergerak membuat Everyn refleks berteriak panic. Apa dia pingsan? Atau…, atau,

Atau mati?!

Gadis itu segera melewati kedua golem yang sedang dia lawan secepat mungkin, namun pada akhirnya tubuhnya remuk ditumbuk oleh golem tadi. Mata heterochromia itu bergetar hebat ketika melihat Arsen yang terkapar akan diinjak oleh Golem ketiga.

“Selamat tinggal, Arsenio Van Diego. Kuharap kau kekal di neraka sana.” Seringai Noir terlihat jelas saat ini. Sepertinya dia merasa sudah menang saat ini.

Alzhe makin panic. Apakah karakter penting akan mati begitu saja?!

Sebentar. Ada yang aneh.

“Kenapa warna fontnya jadi merah?” Alzhe dengan cepat menyadari keanehan tersebut. Diliriknya layar tipis di atas notebooknya. Adegannya masih di bagian Everyn memberi dukungan ke Arsen dengan shieldnya. Lelaki itu segera mencoba menghapus tulisan merah tersebut untuk kesekian kalinya … dan berhasil!

“Ah, bisa! Oke, mari kita ubah.” Alzhe segera menghapus tulisan berwarna merah tersebut, lalu segera mengubah isi cerita secepat mungkin.

Di saat yang sama, Arsen berusaha menembak kepala Noir dengan panah listriknya, tapi tetap saja kalah cepat dengan hadangan Golem yang berusaha melindungi tuan mereka.

Arsen menggertakkan giginya gemas. Sesaat dia hampir saja lengah, dengan gesit lelaki itu segera meloncat dan kini berada diatas kepala Golem. Golem yang menyadari keberadaan Arsen segera menghantam bagian atasnya, namun…

Golem itu seketika hancur lebur.

Mata Arsen terbelalak.  Itu dia!

[‘Eve, bagian kepalanya!’] suara  Arsen berdengung di dalam pikiran Everyn.

[‘Dimengerti.’] Mendengar telepati dari Tuannya, Everyn segera meloncati tubuh Golem tersebut.

“Hyaaattt!!!” Kali ini, gadis itu menghantam kepala Golem tersebut dengan gada raksasanya, hingga kepala itu hancur. Setelahnya, dia pun menghajar kepala Golem yang tersisa.

“Kerja bagus,” puji Arsen sambil menyeringai puas untuk Everyn.

“Sialan!” Noir lantas menjadi sangat marah saat ini. Bagaimana bisa golemnya kalah!

Arsen tak menyia-nyiakan kesempatan begitu saja. Lelaki bersurai ungu itu segera melesat untuk menghajar Noir yang tidak terima bahwa—

“Noir, dia tidak ada disini. Ayo pulang.”

Arsen dan Everyn juga Noir serentak mendongak ke atas. Menuju arah suara tersebut dan mendapati sosok yang menggunakan jubah serupa. Sosok itu menutupi wajahnya dengan sempurna, tapi dari suaranya sepertinya dia seorang perempuan.

“Tch, padahal aku hampir saja membunuh Putra Mahkota.” Decihan kesal Noir terdengar menyebalkan di telinga Arsen. “Baiklah. Sampai jumpa, Arsen, Eve! Lain kali, aku pasti akan merusak tulang kalian hingga menyatu dengan tanah,” lanjutnya sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Alzhe menghela nafas lega. Lelaki itu membaringkan tubuhnya, lega dengan keberhasilannya untuk mengubah takdir karakternya, sebelum akhirnya benar-benar mati.

Itu artinya Alzhe hanya bisa menggunakan otaknya untuk membelokkan takdir agar sesuai dengan yang dia inginkan. Dia tak bisa mengubah tulisan yang sudah tertulis didalam ceritanya.

Beberapa bagian cerita tak penting seperti bagian Alzhe muncul di dunia ini, juga tidak ada di dalam tulisan. Itu artinya, hal yang penting nanti akan masuk ke dalam cerita, namun hal yang sepele tidak akan menjadi bagian di dalamnya.

Itu artinya dia tak penting?

“Kok kesal, ya?” gumam Alzhe sambil misuh-misuh pelan. Rasanya menyebalkan sekali, begitu mengetahui dia bahkan bukan siapa-siapa dalam ceritanya. Biasanya ‘kan, orang yang masuk ke dalam cerita akan menjadi karakter utama, minimal menggantikan jiwa karakter utama bukan? Dan sepertinya Alzhe tidak mendapatkan itu semua.

“Ah, aku jadi lapar….”


*****

Sementara itu, kembali ke Mimeijasia ….

Pangeran Arsen beserta bawahannya segera mencoba memperbaiki kerusakan di Mimeijasia. Mungkin wilayah ini merupakan hak kekuasaan milik Zephyr, tapi bukan berarti dia tak punya kuasa atas wilayah milik seorang Duke.

“Enam tulang rusuk kalian patah, tangan kiri terkilir. Habis ngapain, sih? Kalian berdua terluka sampai cukup parah begitu,” tegur Eugeo sambil mencoba mengobati Arsen dengan sihirnya. Sementara Everyn diobati oleh tenaga medis lainnya. Arsen tak bergeming. Pria itu tampak sedang merenungi sesuatu. Everyn melirik sekilas pada Arsen sebelum akhirnya menghela napas. Gadis itu dapat menebak kalau Arsen sedang memikirkan sesuatu. Yang jelas pastinya soal tujuan penyerangan hari ini. Apakah itu artinya Penyihir hitam dan pengikutnya mulai bangkit?

“Yo, kalian berdua! Belum apa-apa sudah babak belur, gimana, sih?”

Siren muncul dengan keadaan yang … sebenarnya tak beda jauh dengan Arsen dan Everyn. Tangan kanan sang Marsekal Besar itu tampak dibalut dengan perban, sepertinya patah tulang. Everyn terkekeh pelan. “Berkacalah, Kak Siren! Lihat siapa yang sama babak belurnya di sini?!” tawa gadis itu. Siren nyengir lebar.

Lelaki itu merangkul Everyn dengan hati-hati, mengingat gadis itu terluka cukup parah juga. “Kalau begini, apa kita semua masih bisa menghadiri pesta pertemuan para bangsawan di seluruh wilayah kekaisaran, ya?” gumamnya sambil menepuk-nepuk kepala Everyn layaknya adik sendiri.

Gadis itu membelalakkan matanya. “Apa pesta itu masih akan diadakan? Di saat genting begini? Bagaimana kalau musuh menyerang tiba-tiba?!” pekik Everyn.

“Justru ini saat yang tepat, Everyn,” gumam Arsen

“Tepat bagaimana maksudmu?” tanya Everyn tak mengerti.

“Kalau memang benar mereka akan menghancurkan pesta, akan mengasyikkan kalau mereka muncul sendiri, ‘kan? Ayo buat rencana!” Siren memahami maksud Arsen dan segera menyetujuinya dengan semangat.

“Aku cemas banyak korban yang bertebaran karena ini,” sahut Everyn lirih menanggapi percakapan dua lelaki di hadapannya.

Arsen menyeringai keji.

“Untuk apa kau sepeduli itu?” tukasnya dengan nada tidak peduli.

*****

“Udah? Cuma bisa mengurus takdir karakter doang, nih? Menyebalkan.” Alzhe meggerutu sebal, memprotes ketidakadilan yang dia rasakan. Masa iya dia cuma mengurus karakter saja? Bagaimana dengan kehidupannya?! Apa dia tidak sepenting itu? Dia penulisnya, loh!

“Ah, aku lapar,” keluh Alzhe. Sepertinya sudah waktunya makan siang, tapi entah kenapa belum ada tanda-tanda kedatangan pelayan untuk memberikannya makan. Alzhe masih asyik mengutak-atik notebooknya dan menemukan hal menarik.

“Cuma bisa kebuka Word ini dan yang kosong satu ini?” gumamnya sambil membuka word kosong. Ya, sedari tadi Alzhe mencoba membuka program lainnya di notebook, namun tak ada yang bisa dibuka kecuali Word kisah dunia ini dan kertas kosong. Jadi, mungkin Alzhe bisa menuliskan catatan hariannya disana. Manatau dia akan mati di sini sebelum sempat kembali, ada barang peninggalanlah.

Oh, hentikan pemikiran negatif itu, Alzhe.

‘Oktober, x xxx.

Aku terjebak di dunia yang  kubuat sendiri. Aku kelaparan, padahal aku berada ditempat yang keren. Andai disini ada makanan .…’

Baru saja Alzhe menuliskan isi hatinya, tak lama kemudian, pintu terbuka lebar, memperlihatkan para pelayan yang muncul untuk memberinya makan.

“Woahh, enak-enak semua!” pekiknya senang. Alzhe kembali bersemangat melanjutkan makannya dengan riang. Mendadak dia teringat tulisan yang dia ketik pada notebooknya dan melihat tulisan tersebut berubah dengan sendirinya.

‘Alzhe terlihat lapar sekali. Tak lama kemudian, para pelayan mengetuk pintu dan membawakan berbagai macam makanan ke kamarnya.’

Apakah itu artinya dia bisa melakukan apa saja di word yang satu ini?

“Mendadak, aku jadi ingin ke suatu tempat,” gumam Alzhe sambil menuliskan sesuatu. Dan benar saja, portal aneh seperti milik Herzien muncul dihadapannya. Alzhe menyeringai puas.

“Baiklah, sehabis ini, aku akan mencobanya, mana tau bisa untuk pulang.” Lagi-lagi Alzhe bermonolog sendiri, sambil memasuki portal tersebut. Alzhe melirik kiri-kanan, memperhatikan seisi ruangan.

“Ah, akhirnya aku bisa mendapatkan kesempatan ini,” gumam Alzhe sambil mendekati Lumina, sumber masalah dari dunia ini.

Alzhe sangat menyesal menciptakannya, Alzhe menyesal menjadikannya karakter penting di dunia ini, dan Alzhe…

Sangat membenci gadis ini, sang tokoh utama dalam kisahnya.

“Aku … sangat membencimu, Lumina.” bisiknya lirih di hadapan tubuh yang tergeletak bagaikan seonggok daging tak bernyawa.

“Kau tak berguna, menyebalkan. Aku … sangat membencimu,” gumamnya sambil mengarahkan kedua tangannya pada leher Lumina.

“Haruskah aku mengakhiri hidupmu dengan tanganku sendiri?”
================================
TBC.

Huhu setelah menunggu, akhirnya authornya update lagi 🎉 hayyuk yang penasaran, bisa mulai kembali diikuti kisahnya! Jangan lupa tinggalkan jejak 😜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top