11

Ryn mengerjapkan matanya beberapa kali dan merasakan kepalanya yang begitu berat. Pandangannya masih mengabur dan itu membuatnya semakin pusing jika ia memaksakan untuk bangun sekarang.
Diamatinya ruangan yang ia tempati saat ini.

"Sebagus inikah tempat penginapan Dark Knight?"

"Kau sudah bangun ya?" tanya seorang wanita paruh baya yang sudah duduk di tepi ranjang.

"Kau penjaga tawanan?" tanya Ryn bingung.

"Sebaik itukah penjaga tawanan? Atau pura-pura baik?"

"Bukan. Aku yang menciptakan ledakan kemarin. Kau ingat?"

Ryn menghela napas lega lalu kembali mengingat kejadian kemarin malam.

"Ah ... ledakan itu ya? Kau yang membuatnya? Bagaimana bisa?" tanya Ryn antusias sambil berusaha untuk duduk.

"Minumlah dulu. Aku akan menceritakannya nanti. Jika sudah merasa lebih baik, turunlah. Aku menunggumu di ruang makan," kata wanita itu lalu pergi meninggalkan Ryn yang masih berusaha menetralkan rasa pusing yang tersisa.

"Akhirnya keberuntungan memang ada di pihakku," gumamnya senang.

Setelah meregangkan otot dan berusaha berdiri tanpa oleng, aku keluar dari kamar dan mencari keberadaan wanita penyelamatku tadi.

"Kau sudah merasa lebih baik?"

Ryn mengangguk semangat bersiap mendengarkan cerita dari wanita paruh baya di depannya ini.

"Baiklah... makanlah dan dengarkan aku bercerita."

Ryn menurut dan mulai menyendok makanan yang dibuatkan oleh wanita itu. Ia tidak tahu jenis makanan apa yang ada di depannya itu. Terlihat seperti sup tapi ia sendiri tak yakin bisa menamakan makanan itu sebagai sup. sejenak Ryn tampak mengamati makanan itu penuh keraguan namun beberapa detik setelahnya ia mengendikkan bahu tak peduli.

"Masa bodoh. Di mana ada makanan yang bisa dimakan, kenapa tidak?"
batinnya sambil menyuap satu sendok makanan itu ke mulutnya.

"Jadi bagaimana caranya kau menemukanku kemarin?" tanya Ryn penasaran.

"Kau berada di sekitar rumahku kemarin malam. Lalu aku melihat anggota Dark Knight datang hendak menculikmu. Jadi aku putuskan untuk membantumu apalagi kau ini seorang Guardians."

"Kau tahu? Kau peramal ya?" tanya Ryn di sela-sela acaranya mengunyah makanan.

"Ya, kau benar. Aku memiliki kekuatan untuk melihat masa depan dan masa lalu."

Ryn merasa ada yang lebih dari wanita ini, namun tampaknya ia hanya ingin memperkenalkan dirinya sebagai peramal, tidak lebih.

"Beruntung sekali kau tidak membocorkan identitasmu kepada mereka. Lebih baik kau berbohong seperti kemarin dari pada identitasmu bocor," tambahnya.

"Yang kemarin itu reflek. Aku juga baru saja bermasalah dengan seseorang."

"Aku tahu masalahmu. Aku tidak bisa memberitahumu, tapi berhati-hatilah. Gadis kemarin, dia berbahaya dan memiliki niat buruk padamu.
Ah ya ... satu lagi. kau harus mempersiapkan hati ketika kau tahu siapa mereka sebenarnya."

Ryn mengernyit bingung.
"Mereka yang sebenarnya? Mereka White Witch bukan? Apa mereka ada masalah denganku?"

"Aku tidak bisa memberi tahu tentang itu. Kau tetap akan mengetahuinya sendiri seiring berjalannya waktu. Aku hanya memberi tahumu untuk berhati-hati terhadap mereka bertiga terutama dengan gadis berambut ungu itu."

Ryn hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tak berniat untuk bertanya lebih jauh tentang masalah itu.

"Kalau boleh tahu siapa namamu?"

"Ah ya ... maafkan aku yang lupa memperkenalkan diri. namaku Jessica."

"Namaku Catherine ... bisa dipanggil Ryn."

Ia mengangguk.

"Jadi ... bolehkah aku bertanya sesuatu? Tentang keluargaku?"

"Keluargamu ya? Keluargamu ... kau bisa tahu itu nanti. Tidak lama setelah ini."

Jawaban Jessica itu membuat harapan Ryn pupus di tengah jalan.

"Tidak bisa sekarang?"

"Maaf Ryn ... karena memang begitulah tugasku. Aku termasuk White Witch yang tinggal di hutan yang terpencil ini. Dan aku tak bisa mengumbar kekuatanku begitu saja. Hidup ribuan tahun di sini, lebih dari sekedar pengalaman hidup dan aku sama sekali tak ingin dikenal masyarakat luas."

"Ribuan tahun? Kau termasuk penyihir apa?"

"Kau harus banyak belajar mengenai dunia ini. Sudahlah, usiaku tidak terlalu penting. Aku akan menunjukkan jalan pulang padamu."

Ryn mengangguk mengerti. Meski dalam hatinya ia menyimpan banyak pertanyaan. Rasanya, Jessica ingin menyampaikan sebuah informasi padanya namun ia urungkan.

"Baiklah, Ayo kita berangkat."

***

"Ryn tidak ada di area akademi, Miss."
lapor Tiffany gugup.

"Tidak ada bagaimana maksudmu?" tanya miss Sheila mulai was-was.

"Tidak ada di area akademi. Dia menghilang."

"Bagaimana bisa? Kapan terakhir kali kau melihatnya?"

"Tadi siang. Tapi saya sibuk mengurus perpustakaan. Awalnya saya berpikir bahwa Ryn sedang berada si kamarnya menjaga Irene tapi ternyata tidak," jawab Tiffany sambil menggigit bibir bawahnya.

"PENGUMUMAN! PARA PASUKAN UTAMA DAN GUARDIANS HARAP BERSIAP ... DARK KNIGHT MELAKUKAN SERANGAN DADAKAN!" Suara Leonore dari pengeras suara itu membuat miss Sheila dan Tiffany bergegas menuju ruangan utama.

"Penyerangan dadakan? Di mana Ryn sekarang?"

Semua Guardians dan senior tampak berkumpul di ruangan utama akademi. Juga menyusun strategi dadakan.

Terlihat seorang pemuda yang sedang menahan emosinya sambil melampiaskan kemarahannya itu pada seorang gadis.

"Kau bilang akademi dekat," ujarnya dingin dengan tatapan tajam menusuk.

"Aku berkata yang sebenarnya. Akademi sudah dekat. Ryn saja mengiyakan jadi ini bukan salahku," jawab gadis itu membela diri.

"Bohong."

"Apa? Aku tidak bohong. Itu fakta dan aku sendiri tidak tahu alasannya dia bisa belum sampai juga. Mungkin Dark Knight sudah menculiknya?" jawab gadis itu santai.

"Kau yang mengubah arah jalannya," desisnya tajam dan segera meninggalkan gadis yang sedang mematung di tempatnya.

"Sial ... kenapa aku harus meninggalkannya. Gadis sialan," batin Jack frustasi di sela-sela amarahnya yang sedang berkobar.

Gadis bernama Tata itu menggigit bibir bawahnya menahan air matanya yang hampir saja mengalir.
Sebenarnya ia tak sampai hati untuk melakukannya tapi dia memiliki alasan lain yang mengharuskannya melakukan hal sekejam itu.
Ia tidak tahu harus menyalahkan nasib atau menyalahkan dirinya sendiri. Ia menjadi serba salah jika berada di posisinya saat ini.

Bagaimana rasanya dibenci oleh orang yang dia suka, memusuhi anak yang sama sekali tidak memiliki masalah dengannya. Apalagi yang ia musuhi gadis polos nan baik itu.

"Aku ... aku masih punya hati untuk berbuat baik dengannya," gumamnya pelan dan pada saat itu juga setetes air mata yang sedari tadi ditahannya meluncur keluar dari pelupuk matanya.

***

"Sampai di sini saja ya. Jangan katakan kalau aku yang menolongmu. Katakan saja kau tersesat," ucap Jessica.

"Terima kasih untuk tumpangannya dan bantuannya," jawab Ryn sambil tersenyum tulus.

"Kalau ada masalah kau bisa datang ke rumahku. Aku memercayaimu."

Ryn mengangguk dan melambaikan tangan pada Jessica yang sudah pergi meninggalkannya di depan Akademi.

"Kau ke mana saja Ryn?" tanya Irene penasaran.

"Aku tersesat kemarin. Jadi ya begitulah ... aku mengikuti kupu-kupu yang terbang ke dalam hutan karena bentuknya begitu indah. Aku tidak sadar kalau aku sudah  masuk jauh ke dalam hutan. Beruntung, aku berhasil menemukan jalan kembali," jawab Ryn panjang lebar penuh kebohongan.

"Benarkah? Kurasa kau tidak seceroboh itu Ryn, dan aku tahu kau tak pandai berbohong," respon Tiffany yang kurang percaya dengan ceritanya.

Ryn mengendikkan bahu cuek.
"Kenyataannya memang seperti itu."

"Ah ya ... kemarin malam ada penyerangan mendadak. Kau sendiri tidak ada di akademi. Jadi kau masih di dalam hutan ya?" tanya Kayla yang sukses membuat Ryn semakin gugup.

"Penyerangan ya? Aku tidak tahu kalau ada penyerangan mendadak," respon Ryn berusaha terlihat normal.

"Kemarin kau dicari oleh Leonore dan para guru, tapi miss Sheila memberi laporan bahwa kau dinyatakan hilang kemarin," tambah Irene.

"Sekarang sudah jam setengah sembilan. Aku masuk ke kelas dulu," pamit Ryn tiba-tiba lalu berjalan meninggalkan meja makan yang dibalas dengan tatapan penuh keheranan dari Irene, Netta, Kayla, dan Tiffany.

"Semoga tidak ketahuan ... semoga tidak ketahuan ..." batin Ryn berulang-ulang sambil berjalan cepat menjauh sejauh mungkin dari mereka.

Bruk!

"Apa lagi?!" gumamnya kesal saat tidak sengaja menubruk orang.

"Maaf."

"Kau tidak apa-apa?"

Ryn nengangguk pelan lalu melengos pergi dari hadapan Jack. sebisa mungkin dia tidak boleh ada di dekat Jack untuk saat ini. Ia bisa tambah stres jika harus menemui triplek saat ini.

Jack menahan pergelangan tangan Ryn yang dibalas oleh Ryn dengan tatapan tajam.

"Apa?" tanyanya dingin.

Jack menatapnya lama lalu beberapa detik setelahnya ia melepaskan pegangannya.

"Hanya memastikan," katanya pelan lalu berjalan memunggungi Ryn.

"Berbuat aneh lagi. Dasar anak labil." gerutu Ryn sambil meneruskan perjalanannya menuju ke kelas.

***

"Catherine. Kau sudah bisa naik tingkat jika kau sudah memiliki hewanmu. Kapan kau mencarinya?"

Ryn menggeleng pelan dan tak berminat melanjutkan topik ini walaupun lawan bicaranya adalah gurunya sendiri.

"Tidak adakah orang yang bisa memperlakukanku seperti penyihir yang biasa-biasa saja? Tidak perlu populer, tidak perlu menjadi murid yang selalu dibanggakan, tidak perlu menjadi anak yang dibenci tanpa alasan, tidak perlu menjadi anak yang selalu menjadi bahan pembicaraan gadis tukang gosip--"

"Catherine! Jangan melamun!" tegas miss Rose sambil menatapnya tajam.

"I ... iya miss."

"Baiklah. Semoga kau cepat mendapatkan hewanmu ya," ujar miss Rose semangat yang membuat Ryn sukses menjatuhkan rahangnya.

Rasanya, ingin sekali Ryn bertepuk tangan dan memuji kemampuan miss Rose yang pandai berekspresi itu.

"Terima kasih miss. Saya permisi dulu."

"Tunggu sebentar ... kemarin ... ketika ada penyerangan kau ada di mana?"

Ryn hanya bisa mematung sesaat di tempat lalu menoleh ke arah miss Rose dengan susah payah.

"Euh ... kemarin itu ... saya tidak sengaja tersesat ke hutan," jawab Ryn sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan tampak salah tingkah saat miss Rose menatapnya penuh kecurigaan.

"Jadi tersesat di hutan ya?"

Ryn mengangguk antusias sambil tersenyum lebar.

"Lain kali, kau harus lebih berhati-hati."

Ryn mengangguk patuh lalu langsung menaiki sapu terbangnya meninggalkan miss Rose.

"Apa miss Rose tahu aku berbohong?" gumamnya cemas.

"kalau miss Rose tahu bisa berbahaya,tapi sepertinya karanganku tidak buruk juga," gumamnya lagi sambil mengendikkan bahu dan melanjutkan perjalanannya menuju kamar.

***

Di taman belakang yang sepi, terlihat dua orang gadis yang saling melempar tatapan tajam.

"Kau selalu saja menyusahkan ... sekarang beri tahu aku kenapa kau menyuruhku membuat ilusi kemarin!" teriak salah satu gadis murka.

Lawan bicaranya hanya mengendikkan bahu tak peduli sambil membalas tatapan tajam gadis di hadapannya.

"Bukankah itu yang harus kau lakukan?" jawabnya sambil tersenyum miring.

"Kau bilang kita tidak akan menyakitinya. Kemarin ada pasukan Dark Knight ... kalau dia sampai terluka itu sama saja kita menyakitinya!"

"Kau membelanya? Ingatlah seberapa busuknya dirimu. Kau sendiri siapa," balas gadis berambut ungu itu santai.

"Kau membuat hidupku serba susah. Kenapa aku harus terlibat dengan masalahmu? Apa kau tak puas melihatnya ketakutan kemarin? Melihatnya ketakutan saat diguyur hujan? Dengan seenaknya saja kau mengontrol kekuatan orang. Mengubah cuaca seenaknya."  Gadis berambut kuning keemasan itu membalasnya dengan amarah yang sudah tak terbendung lagi.

"Nyawa ibumu ada di tanganku. Bahkan nyawamu saja sama sekali tak berguna. Aku bisa saja membunuh siapa saja yang berani menyerangku. Tapi tidak secepat itu. Aku juga bisa mempermainkan waktu dan membunuh mereka secara perlahan," jawabnya sinis.

"Bunuh saja aku sekarang dari pada kau terus mengancam nyawa ibuku. Dia hanya seorang manusia yang tidak bersalah! Ingat ya, aku juga bisa bertindak jika kau bertindak di luar batas."

"Terserah kau saja. Ingat ibumu dan ingat nyawamu sendiri. Aku juga bisa mengumumkan bahwa kau adalah half blood!" jawab Luna marah.

"Terkutuklah kau gadis tidak tahu diri," umpatnya dalam hati lalu dia merasakan bahwa lehernya tercekik oleh sesuatu.

"Kau sendiri tahu aku lebih unggul dan bisa membunuhmu semauku. hanya perlu bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk bisa melancarkan segala rencanaku," desisnya sambil melepaskan cengkeramannya dan segera pergi meninggalkan Tata yang sudah terbaring lemah di tanah.

Gadis bernama Tata itu hanya bisa menatap sinis kepergian seorang gadis berambut ungu yang tidak akan pernah ia maafkan selamanya.

"Gadis licik yang sangat tidak tahu diri ini ... akan jatuh di tangan gadis ceria yang tak bersalah itu," gumamnya sebelum kegelapan menguasai dirinya.

"Sialan ... apa sih maunya gadis iblis itu?!" gumam seseorang yang keluar dari tempat persembunyiannya. Ia membawa Tata pergi ke ruang kesehatan akademi dan segera kembali bekerja di tempatnya.

"Luna, gadis pembenci half blood dan haus akan kekuasaan tanpa memperhatikan keseimbangan dunia," gumamnya lagi sambil memijit pelipisnya.

Tiffany segera menghilangkan jejaknya menuju ke perpustakaan dan kembali bekerja tanpa memikirkan masalah itu kembali.

************************************

Published: 17 November 2017
Revisioned : 16 Agustus 2018

terimakasih bagi yang sudah baca ^_^

Jangan lupa untuk vote dan comment ya!

See you next week

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top